Analogi Balon

Dalam menghadapi masalah, tak jarang, dan sering mungkin, kita  membalutnya dengan keluh-kesah tak berkesudahan. Kita sering mendramatisirnya, hingga masalah yang sebenarnya remeh pun terhias menjadi sulit. Kita sering membuat alasan-alasan untuk pembenaran fikiran kita, asumsi kita, bahwa kita tak mampu, kita tak bisa, padahal kadang kita belum mencoba, hanya mengedepankan visualitas kita yang belum tentu benar. Tak terkecuali aku, aku akui terkadang aku juga begitu. Bahwa masalah itu terasa berat dipikul pundak, terasa besar dilihat mata, terasa rumit dalam fikiran, terasa mustahil dalam imajinasi, terasa kosong dalam harapan. Semua berada dalam lingkup ruang negatif saat menghadapinya. Seolah masalah ada hanya untuk mengerutkan dahi saja, sementara tubuh tetap tertunduk tanpa mampu tegak menantangnya.

Sahabatku, bahkan debu sekalipun, jika kita mau berfikir, ia bisa memberikan kita pelajaran berharga. maka bacalah, dan renungkan ini baik-baik.

Sahabatku, bayangkan sebuah balon, merah warnanya, melayang tinggi di langit, tertiup kesana kemari. Bayangkan juga, sebuah balon yang belum ditiup, tergeletak di meja tak bergerak. Mana yang lebih menarik?

Sahabatku, balon yang terbuat dari karet itu, pada awalnya adalah kempis. Ia tak bisa apa-apa, bahkan sekedar memantul ala kadarnya saat jatuh ke bawah pun, ia tak bisa. Namun, ketika balon itu diisi udara, ia akan semakin mengembang dan membesar. Ketika tekanan udara yang diberikan semakin besar, maka ia semakin membesar dan terus membesar hingga titik tertentu ia akhirnya meletus. Sebuah analogi menarik terkait sikap kita dalam menghadapi masalah. Jika kita ibaratkan balon adalah diri kita, dan tekanan udara adalah sebuah masalah, maka ketika kita tak mendapat tekanan sama sekali, kita akan cenderung pasif, diam tergeletak, dan 'mati'. Sementara ketika kita diberi tekanan, diberi masalah, kita akan semakin berkembang perlahan, tahap demi tahap, hingga akhirnya kita berkembang sangat besar dari diri kita sebelumnya. Kita menjadi 'hidup' dalam hidup kita. Menjadi (berhati) besar dalam menikapi masalah.

Adapun meletusnya balon, itu hanya efek samping ketika diri tak mampu mengontrol jiwa dalam bertahan menghadapinya. Inilah perbedaannya kita dengan balon, bahwa kesabaran kita sebenarnya jauh lebih kuat daripada elastisitas karet balon. Jauh lebih kuat. Hanya saja kadang kita men-generalisasi permasalahan menjadi sesuatu yang umum dirasakan orang lain; berat, susah, tak bisa diselesaikan, dan semacamnya.

Salahsatu yang paling berpengaruh dalam memberikan kekuatan bersabar adalah motivasi dibaliknya. Jika motivasi kita benar, maka kekuatan besar itu akan tercipta, dan memberikan efek bertahan yang luar biasa. Maka, sedari awal, benahilah motivasi kita, dalam setiap langkah, dalam setiap masalah, motivasikan kebaikan dan kebaikan. Kembalikan kepada Allah segala urusan, dan kemudian tetaplah berjuang hingga kelelahan lelah menyertaimu.

Sahabatku, hidup ini adalah perjuangan. Maka, kalau tidak berjuang, berarti tidak hidup... iya kan? :)

Kawan, sahabatku, sungguh, sebenarnya pun aku masih merasa tak pantas menuliskan untaian nasehat ini, karena jauhnya diriku dari cerminan hikmah di balik penuturan ini. Namun, adakah kebaikan dari nasehat yang sengaja tertahan? Tidak. meski aku tak pantas, namun selalu ada harapan untuk memantaskan diri. Itulah motivasiku menulis rangkaian kata ini. Semoga tercatat kebaikan, dan mampu menyelimuti hatiku dan hatimu hingga tergerak untuk berubah menuju kebaikan dalam bersikap, terutama dalam menantang masalah. Amin. Barakallah fikum.

3 komentar :

mohon do'anya biar bisa Fighting...
Mas izin share yaaa

Posting Komentar

Cancel Reply