Selintas sepandang

Kuterpekur dalam tatapan kosong memandangi semburat merah yang terlukis di langit senja ini
Kala mentarinya menyapa tuk ucapkan salam perpisahan dengan hangat, ia membelai
Membelai lewat sinarnya yang hangat dan lembut
Entah, kutak tahu
Bahwa kedamaian ini sekejap
Bahwa kuhidup dalam ruang dentuman mortir dan rentetan peluru
Entah kusadar atau tidak,
kubaru habiskan detik-detik yang romantis ini dalam kesunyian, dalam deru
Kuhabiskan senja yang terasa berjuta detik, menit, bahkan jam ini
Dalam khalwatku bersama Sang Pengasih dan Penyayang
Kutahu tak selamanya akan damai begini
Karna hujan peluru akan selalu mengintai ragaku
Akan selalu berusaha merebut jiwaju dari tempatnya
Namun itu hal biasa yang selalu aku, kami rasakan

Senja masih belum menghilang
Bahkan sinarnya terlihat tak meredup
Apakah ia ingin berkata
Pada jiwa dalam raga yang rapuh ini
Bahwa akan selalt ada semangat dan tekad membaja
Dari para pejuang Muslimin
Demi bebasnya kiblat pertama kaum Muslim
Demi kembalinya izzatul Islam wal Muslimin.....

0 komentar :

Aku melangkah bersama kalian

Aku selalu berusaha melangkah di atas jalan yang kubuat sendiri
Entah berhasil atau tidak
Entah terhempas atau tidak
Entah ditemani atau tidak
Meski kadang, dan lebih sering gagal
Namun haruskah aku mundur
Dan membuang semua asa
Membuang semua harap dan do'a
Tidak!
Tidak akan!
Karna kutahu dibelakangku akan selalu ada dorongan
Darimu, darinya, dari mereka
Meski tak bersama dalam langkah
Tapi bersama dalam ikatan hati
Meski berbatas jarak dan waktu
Namun cerita kita tak berbatas
Dan akan selalu begitu...

0 komentar :

Yang terbaik

Sahabat, kau tau...?
Tak selalu yang berjalan beriringan, bersandingan, dan bersamaan itu indah. Memang, terlihat serasi, kompak, atau mungkin cocok. Namun sekali lagi, indah tak melulu harus berjalan berdampingan. Adakalanya berjalan bergantian, melangkah atau melaju bergantian itu lebih indah dan sesuai. Lebih pantas. Meski terkesan saling berlomba atau memburu. Namun sejatinya satu dan lainnya bergantian menopang. Bukankah kebaikan itu indah jika berlomba-lomba mengejar dan melampaui dari lainnya? Bukankah itu bergantian, bukan bersandingan? Analogi kita, adalah kaki. Ia optimal dan fungsional jika bergantian menopang dan melangkah bukan, bukan beriringan melaju... Begitulah indahnya, kadang tak sejalan dengan perasaan kita, namun sejatinya itulah yang terbaik...

0 komentar :

Dakwah-prolog

Dakwah adalah tugas utama dari para nabi dan rasul. Dengan dakwah ini pula Islam tersebar ke seluruh pelosok dunia seperti cahaya yang menelusup hingga celah-celah hutan yang dalam.

Dakwah berarti aktivitas menyeru. Kepada siapa? Tentu kepada manusia. Menurut syar'i, makna dakwah adalah da'watunnas ilallah bil hikmah wal mau'idzatil hasanah hatta yakfuru biththagut wa yu'minu billah liyukhriju minadzdzulumatil jahiliyyah ila nuril islamiyyah (dakwah kepada manusia dengan hikmah dan pelajaran yang baik sehingga mereka meninggalkan thaghut dan beriman kepada Allah agar mereka keluar dari kegelapan jahiliyyah menuju cahaya islamiyyah) . Jadi dakwah adalah menyeru kepada manusia. Apa yang kita seru ini tentunya adalah kebaikan. Kita mengajak orang lain kepada kebaikan, dengan jalan hikmah dan mau'idzatil hasanah. Allah berfirman dalam An Nahl : 125, "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.". Dalam ayat ini, yang dimaksud hikmah adalah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil. Sedangkan mau'idzatil hasanah adalah pelajaran yang baik, dengan kata lain bisa juga diartikan sebagai teladan yang baik. Seperti apa teladan yang baik itu? Maka lihatlah Rasulullah dalam kesehariannya, niscaya akan kita temukan sebaik-baik teladan.

Selanjutnya adalah tujuan dakwah. Seperti kita tahu, bahwa tugas utama nabi dan rasul adalah berdakwah. Inti dari ajaran dakwah ini adalah ketauhidan. Maka tujuan dakwah ini juga tak lepas dari yang namanya ajaran tauhid, yaitu mengesakan Allah dan mengingkari adanya tuhan lain selain Allah. Jadi, tujuan dari dakwah ini adalah mengingkari thaghut dan beriman keada Allah. Thaghut sendiri adalah segala hal yang bisa memalingkan dari mengingat Allah. Tapi bukan berarti semua dijadikan thaghut jika kita menyibukkan diri di situ dan tidak beribadah. Misalnya jika kita sedang santai dan mendengarkan musik (misal nasyid), maka tak bisa kita katakan nasyid itu sebagai thaghut -dan asal musik itu tidak haram, insya allah- sampai ia memalingkan kita dari ibadah kepadanya, misal mendengarkan musik sampai lupa waktu shalat. Kemudian tujuan selanjutnya adalah mengeluarkan manusia dari kegelapan jahiliyyah menuju cahaya Islam. Yang dimaksud jahiliyyah bukan saja mereka yang belum mengenal Islam, atau mereka yang tak bisa baca tulis, miskin, dan sebagainya, karena ada juga -ketika sebelum masa Rasulluah diutus menjadi nabi dan rasul, dan pada saat itu biasa disebut zaman jahliyyah- orang-orang yang kaya, ahli berdagang, berpolitik, bahkan memiliki kekuasaan, namun jahiliyyah juga berarti bagi mereka yang sudah mendapat dakwah Islam, namun mereka tak mau memeluk Islam. Maka kita mengenal dengan nama Abu Jahal, seorang yang sebenarnya cerdik namun dikatakan bodoh karena ia tak mau menerima dakwah Islam, sementara saat itu ada Rasulullah yang masih hidup, sedangkan ada juga seorang yang tak pernah bertemu Rasulullah dalam hidupnya, seperti misal Ibnu Taimiyyah, namun justru ia menjadi seorang mujtahid dalam Islam yang kedudukan itu tak sembarang orang bisa meraihnya. Itulah perbedaan antara hati yang tersentuh cahaya Islam dengan hati yang tak mau menerima Islam.

Saya cukupkan ini dulu, karena saya juga masih newbie, masih harus banyak belajar masalah ini. Afwan jika ada salah kata atau penulisan. Jika berkenan mohon bantu memperbaiki agar lebih baik, lebih bermanfaat, dan lebih jelas difahami. Syukran.

0 komentar :

Pengalaman Pertama Daurah Marhalah KAMMI

Ya sih, daurah marhalah... Dulu pas pra-DM dikasih tau kalo DM tuh artinya Latihan Kepemimpinan. Ckckckck, bohong sekali. Tai gakpapa, toh intinya juga sama. Aku ikut daurah ini awalnya dikasih tau sama kakak kelas SMA dulu. Nah, gak mikir panjang, ikut deh...

Berangkat; kami bersebelas -termasuk aku sama empat akhwat berangkat ke lokasi DM di Tawangmangu, Karanganyar, naik bus jurusan Solo-Tawangmangu. Kami ternyata termasuk assabiqunal awwalun loh, soalnya datangnya kloter pertama.  Nah, sampe sana yaaa biasalah, acara ini itu... Tapi yang lebih membekas di hati adalah, makan pertamaku disana 2 porsi, hehehe... Makannya soto, ditambah sambel pedes, pedesnya gak mikir lagi, euh, sampe mataku berkaca-kaca... :)

Nah, sebenernya, yang mau kuceritain tuh yang ini. Waktu pelantikan jadi AB 1 (Anggota Biasa 1), waktu do'a -kan modelnya upacara gitu yah, ada do'anya, biasalah..., nah, pas itu, aku merasa terharu, gaktau ini aku memanipulasi suasana hatiku atau emang suasananya sesuatu banget makanya jadi bikin terharu. Nah, pas itulah, aku meneteskan air mata, walaupun gak banyak, cuma 1 tetes sih... Tapi waktu itu beneran, itu bukan air mata buaya. Saat itu aku berfikir, aku dilantik masuk KAMMI, maka ini juga menjadi sebuah ladang dakwah yang bahkan ruang lingkupnya sangat luas. Lalu aku berfikir, dakwah, bukan dakwah yang butuh kita, tapi kita yang butuh dakwah itu. Kemudian terfikir lagi, menurutku, dakwah itu jalur satu arah. Jika kita sudah menceburkan diri ke dalamnya, sengaja menghibahkan jiwa raga untuk dakwah Islam, maka tak ada jalan kembali atau lepas dari dakwah itu. Bagiku, orang yang kemudian mundur dari dakwah, adalah seperti orang yang yang mati. Ia telah menemukan jalan ke Surga, namun ia malah menghindar atau berbelok ke arah lain. Ia telah menemukan nafas sejati dalam kehidupannya, namun ia tak mau menghirupnya. Memang, aku pun mengakui, bahwa masuk ke dalamnya adalah penuh resiko. Namun, bukankah itu esensi semua dakwah para Nabi? Bukankah itu seperti apa yang telah tertulis dalam Kredo KAMMI, "Kami adalah penghitung resiko yang cermat, tetapi kami bukanlah orang-orang yang takut mengambil resiko.". Selain itu, yang juga membuatku jatuh cinta dengan KAMMI adalah, bahwa ia merupakan pergerakan yang berbeda dari lainnya. Sebuah contoh, dituturkan oleh seorang Ketua Komisariat UNS Shalahuddin al Ayyubi, bahwa dulu, saat beliau diajak demo/aksi ke Jakarta menentang suatu peraturan pemerintah, semua organisasi pergerakan mahasiswa terjun kesana. Kemudian terjadilah seperti apa yang seharusnya terjadi dalam aksi. Kemudian selang beberapa lama, saat tiba waktu shalat, hanya kelompok KAMMI yang kemudian bergerak kembali ke titik awal long march dan menunaikan shalat (saat itu dilakukan long march sebelum semua melakukan aksi di lokasi yang sudah ditetapkan). Kemudian, suatu saat beliau juga melihat, saat aksi berlangsung, ada seorang ikhwah yang beristirahat karena lelah, dia duduk dan subhanallah, yang dia lakukan adalah tilawah Al Qur'an. Kemudian, suatu ketika saat sesi tanya jawab, temanku bertanya, apa yang  membedakan KAMMI dengan gerakan lain? Maka dijawablah bahwa KAMMI tak sekedar menyebar opini, namun juga langkah konkretnya. Selain itu, KAMMI juga memperhatikan seluruh aktivitas kader-kadernya, bahkan hingga dibuatlah target-target amal yaumi dan latihan-latihan untuk menguatkan amal-amal yaumi tersebut. Ini persis seperti apa yang ustadz Hasan al Banna lakukan juga terhadap kader-kader dakwahnya.

Akhirnya, tak ada satu pun kekuatan yang mampu menolong kami kecuali kekuatan dari Allah, maka kami memohon adanya untuk kuatkan saja undak kami menanggungnya, dan teguhkan hati kami menjalaninya. Semoga dengan itu terbuka jalan yang tertutup, dipermudah urusan yang sulit, dan diberi jalan keluar urusan yang buntu. Amiin. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada teladan kita, Muhammad Sallallahu Alaihi wa Sallam.

0 komentar :