Prologue: The Sacred Promise


“Taklukkan negeri mana saja yang kalian inginkan,
karena demi Dzat yang Abu Hurairah berada di tangan-Nya,
tidaklah kalian menaklukkan salah satu kota hingga hari kiamat,
melainkan Allah telah memberikan kunci-kuncinya
kepada Muhammad saw sebelum itu.”

Suara desir ombak terdengar jelas ketika perahu-perahu
kecil menyusuri laut tenang nan elok di selat Bosphorus.
Cahaya matahari menerpa riak air yang segera memantulkan
sinar surya bak permata berkilauan tak terhitung. Di sana,
ratusan burung camar terbang rendah di garis horizon,
berlomba satu dengan lainnya mengiringi kapal-kapal yang
berlayar tenang, seolah menjadi pemandu jalan mereka,
berteriak sesekali menjadikan simfoni alam yang indah. Dari
jauh, sambil menikmati aroma khas laut, seseorang akan
terpana melihat langit awal musim semi yang penuh dengan
warna seolah seperti lukisan seorang maestro. Di bawahnya,
menara dan kubah seolah bersaing menopang langit. Suara
azan merdu berkumandang diiringi oleh burung-burung yang
berotasi anggun di menaranya dan berselancar dengan angin
Istanbul.

557 tahun yang lalu pada Maret 1453, pemandangan
yang tidak banyak berbeda akan ditemukan oleh seseorang
yang mendatangi tempat itu, walaupun keadaannya tidak
sepadat sekarang dan tentunya belum ada azan yang
berkumandang. Konstantinopel terletak di posisi yang sangat
strategis, terhampar di daratan berbentuk segitiga seperti
tanduk dan terletak di sebelah barat selat Bosphorus yang
memisahkan antara Benua Eropa dan Asia. Di sebelah utara

kota ini terdapat selat Tanduk Emas (Golden Horn), sebuah
pelabuhan alami yang sempurna. Di seberang selat Bosphorus
terhampar daratan yang kaya dengan hasil bumi, semenanjung
Asia Kecil atau lebih dikenal dengan nama Anatolia. Dari selat
Bosphorus ini seseorang dapat berlayar ke utara menuju Laut
Hitam (Black Sea) atau ke selatan melewati selat Dardanela
lalu menuju ke Laut Mediterania. Posisinya di tengah dunia
membuat Konstantinopel menjadi kota pelabuhan paling
sibuk di dunia pada masanya. Inilah kota yang mendapatkan
kesempatan terhormat menjadi bagian terpenting dari 3
peradaban besar manusia. “The Gates of The East and West”
adalah salah satu gelar yang disematkan kepadanya.

Pemandangan yang paling menonjol dari kota ini tentu
saja sistem pertahanannya yang merupakan pertahanan
terbaik pada masanya. Konstantinopel dilindungi tembok
yang mengelilingi kota dengan sempurna, baik wilayah laut
maupun daratnya. Keseluruhan kota ini nampak seperti sebuah
benteng kokoh. Nyali seseorang yang ingin menaklukkan kota
ini pun akan ciut tatkala dia melihat bagian benteng bagian
barat, satu-satunya wilayah Konstantinopel yang berbatasan
dengan daratan. Di situ terbangun struktur tembok dua lapis
dengan dua tingkatan, yang diperkuat dengan parit besar
dan dalam di bagian depannya. Lengkaplah Konstantinopel
memiliki gelar yang lain “The City with Perfect Defense”.

Apabila kita meluaskan pandangan lebih jauh ke arah
barat, kita pasti melihat selintas jalan lurus utama menuju
Edirne, ibukota bagian Eropa Utsmani. Di tempat itu, sejumlah
besar pasukan sedang berbaris rapi dari kota Edirne. Pasukan
infanteri berbaris dengan tombak-tombak mereka yang
menutupi sinar matahari, menjadikan pasukan itu berada
di dalam bayangan sepanjang waktu. Di belakangnya derap
kaki kuda mengepulkan debu-debu yang menjadi saksi bisu
keperkasaan ksatria penunggangnya. Gemerincing pedang,
gemeretak gada dan kapak yang beradu, serta ayat-ayat al-
Qur’an yang dilantangkan oleh para ulama dibelakang mereka
menggambarkan kekuatan tekad dan asal mereka, serta tujuan
mereka datang ke Konstantinopel. Di bagian paling belakang,
logistik perang berupa makanan dan perlengkapan lain yang
menunjang ditarik ratusan kuda dan unta yang diiringi oleh
para pendukung perang seperti penggali terowongan, ahli
mesin, tukang kayu, tukang besi dan para perawat. Tidak
terelakkan pula suatu pemandangan mencengangkan,
senjata-senjata raksasa yang tak pernah terlihat sebelumnya
bergerak pelan ditarik oleh sekelompok kerbau dan manusia.
Sebuah ekspedisi besar sedang dikerahkan.

Dari lautan, layar-layar kapal perang terkembang dan
dayung-dayungnya memandu kapal melawan arus laut.
Bendera-benderanya berwarna hijau dan merah berlambang
bulan sabit berkibar megah melawan arah angin. Kapal-kapal
ini menyusuri selat Dardanela lalu masuk ke laut Marmara
menuju perairan Konstantinopel untuk panggilan seorang
panglima perang yang telah ditakdirkan. Dari Laut Hitam
di utara Konstantinopel, kapal-kapal pembawa logistik
juga berdatangan membawa kayu, peluru meriam dan
perlengkapan perang lainnya. Pasukan-pasukan Muslim lain
juga terlihat bergerak dari Asia Kecil. Sejumlah besar pasukan
infanteri, kavaleri dan para pendukungnya dari ulama dan ahli
logistik semuanya bergerak untuk memenuhi seruan jihad
yang dikumandangkan oleh Mehmed II bin Murad, sultan
ketujuh Utsmani. Gerakan seluruh pasukan ini mempunyai
suatu tujuan yang sangat jelas: Konstantinopel.

Keberangkatan pasukan Muslim yang penuh dengan
pengorbanan ini bukalah tanpa dasar yang jelas. Jauh
sebelumnya, Utsman sang pendiri kesultanan Utsmani telah
lama memimpikan kepemimpinan Islam atas kota ini. Utsman
sebagai Sultan pertama Utsmani dan sultan-sultan setelahnya
dengan jelas mengambil langkah-langkah penaklukkan
Konstantinopel. Keinginan mereka terwariskan dengan
gamblang oleh setiap Sultan setelahnya, yang mewakili kaum
Muslim akan rindunya pembebasan atas Konstantinopel.

Keinginan kaum Muslim menguasai Konstantinopel
lebih mulia dari hanya sekadar penghargaan, kekuasaan
apalagi materi. Konstantinopel lebih daripada itu, ia adalah
sebuah kota yang dijanjikan kepada kaum Muslim oleh
Rasulullah Muhammad saw.

فقال ع ْبد ال َّله بَ ْي َنما نَحن حول رسول ال َّله ص َّلى ال َّله ع َل ْيه وس َّلم
َ ِ ِ ُ َ َ ْ َ ُ ْ َ ِ ُ َ َ ََ
َ ََ ِ َ ُ
نَكتُب ِاإذ س ِئل رسول ال َّله ص َّلى ال َّله ع َل ْيه وس َّلم َاأي ا ْلمدي َن َت ْين
َ ِ ُ َُ َ ُ ْ ُ ْ
ِ ِ َ ُّ َ َ َ ِ َ ُ
ُتفتَح َاأولًا قسطنْطي ِن َّية َاأو روم َّية فقال رسول ال َّله ص َّلى ال َّله ع َل ْيه
َ ِ ُ ُ َ َ َ َ ُ ِ ُ ْ ُ ِ َ ْ ُ َّ ُ ْ
ِ َ ُ
َ ِ َ ْ ُ ْ َّ ُ ْ َ َ ُ ِ َ َ َ َ
وس َّلم مدي َنة ِهر ْقل ُتفتَح َاأولًا يَع ِني قسطنْطي ِن َّية

Berkata Abdullah bin Amru bin Ash: “bahwa ketika kami duduk
di sekeliling Rasulullah saw untuk menulis, lalu Rasulullah saw
ditanya tentang kota manakah yang akan futuh terlebih dahulu,
Konstantinopel atau Roma. Maka Rasulullah saw menjawab,
‘Kota Heraklius terlebih dahulu’, yakni Konstantinopel” (HR.
Ahmad)

Oleh karena itu, ekspedisi Sultan Mehmed II bukanlah
ekspedisi yang biasa, ekspedisi yang dipimpinnya kali ini
adalah ekspedisi kerinduan selama 825 tahun. Ekspedisi ini
adalah puncak dari kekerasan niatnya atas Konstantinopel,
nama yang telah memenuhi benaknya selama 23 tahun
lamanya. Nama yang juga akan menghantarkannya menjadi
panglima terbaik yang sempat diisyaratkan oleh Muhammad
Rasulullah saw dari lisannya.

َ َ ُ َ َ ْ َ ُ ُ ْ َ َّ ُ ْ َ ِ ُ َ ْ َ َأ
لَ ُتفتَحن ا ْلقسطنْطي ِن َّية ف َل ِنعم ا ْلا ِمير َاأ ِميرهَا ولَ ِنعم ا ْلج ْيش ذ ِلك
ُ َ
ا ْلج ْيش

“Sungguh, Konstantinopel akan ditaklukkan oleh kalian.
Maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-
baik pasukan adalah pasukan yang menaklukkannya” (HR.
Ahmad)

Bagi kaum Muslim, nama Konstantinopel berarti
kemuliaan yang telah dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya dalam
bisyarah mereka. Ramai dari kaum Muslim akan menyiapkan
jiwa dan harta mereka untuk menjadi pasukan yang
membebaskannya. Mental kaum Muslim pun telah dari awal
dididik untuk menjadi seorang ksatria yang mempunyai tugas
untuk mengelola dunia dan seisinya. Pada awal pembentukan
para sahabat, Rasulullah senantiasa mengarahkan visi mereka
menjadi visi global, yaitu pembebasan seluruh dunia. Bagi
kaum Muslim, Konstantinopel adalah penantian 825 tahun
dan para syuhada telah menyirami tanah itu dengan darah
suci mereka untuk menumbuhkan kemenangan di tanah itu
maka tidak heran apabila janji Allah dan Rasul ini menjadi
suatu sumber energi yang tidak terbatas, menyalakan api
pengorbanan dan jihad fii sabilillah dalam setiap masa dan
setiap kepemimpinan.

Konstantinopel sendiri bukanlah sebuah kota yang
lemah. Posisinya sebagai ibukota Byzantium, pewaris satu-
satunya imperium Romawi menjadikannya memiliki semua
teknologi perang dan kejayaan sistem militer Romawi yang
sempat memimpin dunia, wilayah lautnya sangat luas dan
armada lautnya menjadi yang terbaik pada masanya. Tembok
Konstantinopel mempunyai prestasi selama 1.123 tahun
menahan 23 serangan yang dialamatkan kepadanya. Hanya
sekali saja tembok bagian lautnya pernah ditembus oleh
pasukan salib pada 1204, selain itu semua serangan sukses
dinetralkan pasukan pertahanannya. Wajarlah penduduk dan
pasukan Konstantinopel merasa berada diatas angin ketika
Sultan Mehmed mengepung Konstantinopel.

Mengapa momen ini terjadi, bagaimana kejadiannya
dan apa yang terjadi setelahnya adalah sesuatu yang menjadi
topik pembahasan dalam buku ini. Buku ini mengisahkan
secara detail tentang pembebasan Konstantinopel dan
menggambarkan sejelas-jelasnya kepribadian Mehmed II Al-
Fatih dan keyakinannya pada janji Allah Swt dan Rasul-Nya.
Tulisan ini bertujuan untuk mengupas apapun yang terjadi
dalam momen pembebasan Konstantinopel dan bagaimana
seharusnya mental seorang Muslim yang dibentuk oleh
Islam. Ini adalah sebuah cerita tentang keksatriaan Muslim
dan keperkasaan pasukan kaum Muslimin. Ini adalah sebuah
penuturan tentang masa lalu dan masa depan.

Kebanyakan kaum nasionalis fanatik memandang
pengepungan dan pembebasan Konstantinopel pada 1453
sebagai permasalahan yang terjadi antara Turki yang diwakili
oleh Utsmani dan Byzantium yang diwakili oleh Konstantinopel.
Ini adalah reduksionisme salah kaprah. “Turki” sendiri adalah
sebuah istilah yang baru dikenal setelah muncul Republik
Turki setelah runtuhnya Khilafah Utsmaniyyah tahun 1924,
sebelum itu kaum Turki tidak pernah menyebut diri mereka
dengan Turki. Mereka menyebut diri mereka hanya Muslim.
Maka sesungguhnya Utsmani sendiri adalah perwakilan dari
kaum Muslim dan Byzantium adalah perwakilan dari dunia
Kristen.

1453 tidak hanya momen yang merekam konflik antara
Byzantium dan Utsmani, tetapi sesungguhnya adalah momen
yang menjadi wadah pembuktian kaum Muslim akan agama
yang benar dan pembuktian janji Allah dan Rasul-Nya. 1453
sesungguhnya adalah puncak benturan yang terjadi di antara
Barat dan Timur, Kristen dan Islam yang telah mengakar
semenjak masa Rasulullah Muhammad saw. 1453 adalah
sebuah masa depan yang telah lalu, sebuah kemenangan yang
telah terjadi semasa Rasulullah saw masih berada di tengah-
tengah para sahabatnya. 1453 bukanlah kemenangan Turki
sehingga bukan hanya Turki yang patut berbangga dengan
pembebasan Konstantinopel. 1453 adalah sebuah momen
yang harus menjadi inspirasi bagi setiap Muslim akan jati diri
mereka. Sebuah janji Allah yang yang menjadi kenyataan.

::dari buku Muhammad Al Fatih 1453, Ust. Felix Siauw::

0 komentar :

Posting Komentar

Cancel Reply