Asy Syaikhah Ummu Abdullah dan Nurul Huda

Siang itu terlihat sangat lengang. Tak ada lalu lalang ramai apapun. Mentari dengan bangganya menyinar dengan tanpa ampun. Udara juga tak begitu ramah, sedikit panas. Namun, kalau dipakai buat minum es, pasti segar, begitu pikirku. Namun, pada kenyataannya, kami cuma duduk-duduk di serambi masjid sambil berkelakar. Ya, itu hal yang biasa kami lakukan selepas sekolah. Kadang kami sampai lupa waktu. Kalau pulangnya siang, kami bisa disana sampai Ashar, dan kalau pulang sore selepas ‘Ashar, kami bisa disana sampai Maghrib, bahkan Isya’. Ya,bercerita kesana-kemari. Biasanya kami berlima, dan kadang-kadang ada ustadz juga yang ikut nimbrung. Kadang cerita konyol teman, kadang menertawakan teman yang sedang cerita, kadang bicara makanan, bahkan sampai topik yang serius seperti qadhaya ummat pun dibahas, ya, di serambi itu. Itu pula yang membuat kami lebih santai menjalani hari-hari sekolah, dan bisa lebih dekat dengan guru, bahkan sampai tugas pun bisa dilobi… :D


Serambi itu, yang selalu meneduhkan kami saat panas. Serambi itu, yang selalu mendengar cerita-cerita yang tertutur dari kami. Serambi itu, tempat dimana lelah kamiterbuang. Dan serambi itu, yang mengakrabkan kami.


Masjid itu berwarna hijau. Berbentuk segi empat yang jika dilihat sekilas tak simetris dengan bentuk tanahnya. Masjid itu tak begitu besar, dengan penampilannya yang sederhana. Terdapat 12 jendela dengan masing-masing 4 di setiap sisinya. Juga terdapat satu pintu menyertainya dengan kedua daun pintunya. Dulu, kadang kusen pintu itu kugunakan untuk pull up sama temenku…


Bagian dalam masjid itu juga berwarna hijau. Di bagian depan diatas mihrab, indah tertulis kaligrafi surah Al Mujadalah : 11. Di atas pintu bagian utara dan selatan terdapat kipas angin yang cukup besar. Dulu kami pernah memakainya untuk mengeringkan cetakan sablon. Di tengah-tengah masjid, ada suthrah yang membagi masjid menjadi dua bagian, untuk ikhwan dan akhwat. Biasanya, hijab ini akan diturunkan sampai setinggi kira-kira 70 cm jika ada kajian atau daurah. Lalu beranjak keluar, di bagian utara masjid ada tempat wudhu ikhwan, dan di bagian barat masjid ada tempat wudhu akhwat.


Beberapa hari lalu aku kembali kesana, ke sekolahku yang telah lama kutinggalkan karena lulus; Nur Hidayah. Aku merasa ada sesuatu yang hilang; kebersamaan. Aku lihat disana sangat sepi. Tak berpenghuni seperti dulu. Ada semburat kenangan yang tiba-tiba menyeruak melintasi fikiranku. Ada penggalan-penggalan episode yang menjejelali ingatanku. Ada sebaris rindu yang menyelubungi jiwaku. Aku sedikit memicingkan mataku, ini… masjidku dulu…


Rona merah di ufuk timur pagi hari itu mengingatkanku banyak hal. Tentang aku, kamu, kita, dulu… Sebuah memori yang bersatu bersama embun pagi dan udara yang masih dingin. Aku terbangun saat adzan masjid itu, masjid Asy Syaikhah Ummu Abdullah berkumandang. Selepas sholat, aku berjalan-jalan diantara kelas-kelas yang bersejarah itu. Di situlah, di lantai tiga, kulihat jelas rona merah itu.Sebuah ingatan saat aku menginap di sekolah. Sebuah cerita di pagi hari saataku masih mengenakan pakaian putih abu-abu, atau batik taplak meja. Semuanya bercerita di pagi itu, dalam lukisan bisu sang alam.


Tak lama kutersentak. Kukumpulkan kembali kepingan-kepingan kesadaranku yang membuyar oleh lamunan. Saat kutersadar, kulihat sebuah masjid megah yang sangat berbeda dengan masjidku dulu, eh, aku di Nurul Huda yaa…


Masjid ini, sejak setengah tahun-an lalu mencuri sepotong hatiku. Aku sering mengunjunginya, meski sekadar untuk istirahat atau tidur disana selepas kuliah. Masjid inilah yang pertama kukenal sebelum tempat lain di kampus, bahkan semenjak aku SMA. Tak kusangka, renovasi masjid yang menghabiskan dana milyaran ini berakhir dengan merontokkan semua bangunan masjid dan menggantinya dengan wajah baru. Kini ia punya banyak ruangan dan fasilitas, seperti ruang diskusi, ruang seminar, asrama, kantor, perpustakaan, dan Islamic centre. Semua desain dan detil masjid yang dikerjakan oleh dosenku itu benar-benar mengagumkan. Semuanya untuk kami, para pecinta rumahNya.


Nurul Huda atau NH, begitu kami menyebutnya. Masjid ini adalah salahsatu masjid kampus termegah yang saat ini ada, bersanding dengan masjid kampus UGM, ITB,UI, atau kampus-kampus lain. Namun bukan masalah dengan siapa ia bersanding saat ini atau besok, karena makna masjid ini tetaplah sama. Di masjid inilah semua Muslim UNS dapat bertemu. Di masjid inilah semua aktivitas keagamaan dapat dilaksanakan. Di masjid inilah semua harakah atau LDK berkumpul membahas urusan mereka. Di masjid inilah para aktivis dakwah saling bertatap, berjabat tangan,dan bergurau, atau membicarakan permasalahan ummat. Di masjid ini pulalah segala lelah terobati, segala kefuturan tergantikan semangat, dan salam bertebaran antarpenghuninya. Dan dari masjid ini pulalah semua cerita akanbermula…


Aku,dan banyak teman-teman kampus lainnya, hanyalah secuil dari begitu banyak jamaah dan sejarah berdirinya masjid ini hingga sekarang. Kami hanyalah kumpulan warna-warna yang terurai dari cahaya Nurul Huda ini.


Ini ceritaku, apa ceritamu?

0 komentar :

Posting Komentar

Cancel Reply