Kebesaran hati, bukti kesadaran akan sebuah keikhlasan

Tak terelakkan, dunia ini menguji kita dengan bertubi-tubi duka maupun suka, cobaan dan derita, tawa dan canda. Pun dengan orang-orang di sekitar kita, tak jarang berbagi bahagia, ataupun melempar dera. Sebagai manusia normal, pasti ada rasa di jiwa, entah marah, sedih, senang, atau lainnya. Namun ketika rasa itu berkonotasi negatif, terkadang kita seolah menyempitkan hati kita dalam menerimanya. Membuatnya hingga batas tertentu kemudian seolah tak tertahankan, padahal masih ada jutaan ruang kosong di hati kita, andai kita mau membukanya. Namun kenyataan, kita menutup ruang itu. Ruang hati. Dimana semua perasaan akan bermuara.

Jika kita mendapat ketidaknyamanan, maka kita tak jarang mengeluh. Kemudian hati kita, kita sempitkan hingga menyesak. Lalu kita mengutuki nasib, kenapa begini kenapa begitu. padahal itulah ujian. Itulah cobaan. Kita tak mau bersabar sedikit lagi, tapi justru mendahulukan egois. Kita tak mau menerima kenyataan, tak mau menerima kesusahan yang datang, padahal ribuan kali kita dijejali nasihat tentang hakikat ujian dan cobaan. Seolah lupa apa yang telah tersampai di waktu-waktu lalu. Semua terbuang begitu saja.

Inilah poinnya. Sebuah kesadaran adalah mutlak diperlukan untuk menyelesaikan semua urusan ini. Sebuah kesadaran yang melingkupi hati kita dan membuka pintu-pintu ruang yang terkunci. Kunci dari ruang-ruang itu sebenarnya hanya ada satu, yaitu keikhlasan. Sebuah keikhlasan ibarat hujan di tanah gersang dalam kaitannya untuk menangani permasalahan yang membuat hati gerah. Sebuah keikhlasan adalah embun di pagi hari. Sebuah keikhlasan adalah air tawar diantara air asin. Terkadang ia sulit dijangkau, sulit didapat. Namun akan sangat berharga nilainya saat dalam genggamanmu. Ialah yang mendinginkan yang panas, yang meneduhkan yang terik, yang menyemai yang gersang, yang menjaga yang terancam.

0 komentar :

Posting Komentar

Cancel Reply