Sesuatu Bernama Keikhlasan

Dalam hidup, tak selamanya apa yang kita inginkan terwujud. Tak selamanya apa yang kita harapkan sesuai kenyataan. Pun tak selamanya impian-impian kita terrealisasi semua. Namun sebagian terdistorsi, tersingkir. Banyak yang bilang hidup ini tak adil lantaran dunia tak berpihak padanya, namun apa iya? Apa bukan sekedar pembenaran terhadap apa yang dia inginkan yang tak kunjung terlaksana? Ah, manusia memang suka berdalih...

Terkadang, kita bahagia, terlampau bahagia ketika mendapat apa yang kita inginkan. Bahkan terkadang, ketika terwujud apa yang baru terlintas dalam benaknya saja, seolah seperti sudah mendapata tiket Surga. Tiket Surga apa tiket ke jakarta? :v

Terkadang pula, banyak yang sedih, merana tiada akhir karena sebab impiannya dihancurkan takdir, katanya. Tapi masa? Apa bukan karena usahanya yang kurang maksimal? Atau, memang kehendak dari langit seperti itu? :v

Menghadapi bermacam alur cerita seperti itu, tak banyak yang lihai mengendalikan perasaan dan hatinya. Tapi tak sedikit pula yang mampu mengontrol emosinya. Sekarang yang menjadi pertanyaan, sampai kapan?

Banyak yang pada awalnya sangat menggebu dalam menghadapinya, terlalu semangat hingga menganggap dirinya seperti raja yang menghadapi pemberontak yang tertangkap, merasa kuat maksudku, ah kau ini..., namun pada akhirnya pada suatu titik, seketika, jatuhlah dia sejatuh-jatuhnya hingga tak mampu lagi bangkit. Kenapa? Karena tulangnya ikut remuk bersama ke-jatuhannya. Jika diibaratkan tulang adalah motivasinya untuk bangkit, maka jatuh itu telah menghancurkan motivasi utamanya hingga dia tak mampu lagi berdiri.

Ada juga yang dalam menghadapinya biasa saja, bahkan terlihat tak antusias di raut mukanya, namun dia mampu bertahan, lama, hingga dia mampu kendalikan jatuhnya. bahkan membuat jatuh itu terlihat seperti aksi  breakdance, memukau, keren, tak terbayangkan, wow, katanya.

Ini hanya soal manajemen hati. Hati yang bisa dimanajemen dengan baik takkan sempat merutuki kejadian yang tak sesuai dengan keinginannya karena dia lebih disibukkan dengan perbaikan atas apa yang terjadi. Sementara hati yang tak terkondisikan dengan baik, manajemennya buruk, maka dia takkan sempat melakukan perbaikan. Yang ada adalah perusakan hati. Kenapa perusakan? Karena dia gunakan untuk sesuatu hal yang bahkan anak kecil pun tahu itu buruk, seperti mengutuk, menyesali, mencemooh, memutungi (bahasa Indonesianya apa ya?) dan semacamnya.

Menghadapi masalah membuat orang yang memandang kita bisa tahu seperti apa kita. Karakter kita yang sebenarnya akan muncul ketika masalah menghadang. Karena itu, untuk membentuk karakter yang baik diperlukan latihan dan penanganan terhadap masalah yang baik pula.

Jika suatu ketika ketika dirimu menemukan ketidaksesuaian terhadap impianmu atau keinginanmu, janganlah mengutukinya, sebab takdir adalah hak Allah dalam memberikannya kepadamu tanpa harus berkompromi denganmu terlebih dulu. Namun bijaklah, karena kebijakan akan membawa kebajikan. Adakalanya yang kamu rasa tak baik itu adalah kebaikanmu jika kamu lihat dari sudut pandang lain.

Tetaplah melangkah. Serta, bawalah bekal terbaikmu. Bekal yang mampu menjadikanmu bijak menghadapi masalah. Adalah sesuatu itu bernama keikhlasan. Sebuah sikap heroik ketika egoismu juga berpeluang menguasai hatimu. Jika kau biarkan egomu kuasai hatimu, kau kalah. Namun ika biarkan ikhlasmu rajai hatimu, kau menang.

Keikhlasan adalah kata yang tak terucap, jumlah yang tak terbilang, dan nada-nada yang indah mengalir. Apakah dalam surah Al Ikhlash engkau temukan kata ikhlas? Tidak, namun Allah namai surah itu demikian. Begitulah Allah ajarkan kepada kita makna ikhlas.

0 komentar :

Posting Komentar

Cancel Reply