Kedahsyatan Sedekah

seorang pemuda 20 tahun, sebut saja Fatih (samaran), suatu ketika ingin sekali punya laptop. Alasannya sederhana, agar dia bisa mengerjakan tugas-tugasnya tanpa kesulitan. Lalu dia berdo'a kepada Allah memohon agar dia segera diberikan laptop. Disamping itu, dia juga mulai menabung agar suatu saat uangnya mencukupi.

Suatu ketika dia mengutarakan niatnya kepada ayahnya. Namun ternyata jawaban yang didapat dari ayahnya tidak memuaskan keinginannya. Malahan dia disarankan untuk banyak-banyak infaq. Meski dia enggan, tapi dia infaq juga walaupun sedikit-sedikit, yah sekitar seribu-dua ribu.

Suatu hari dia mendapati sebuah peristiwa yang membuatnya sangat galau. Ketika itu dia, sepulang sekolah mendapati berita kecelakaan tetangganya. Dan ketika itu pula, tetangganya segera ke rumahnya dan berniat meminjam uang untuk biaya pengobatan awal keluarganya yang kecelakaan. Namun sayang, di rumah dia hanya menemukan Fatih ini sendirian. Maka, memilih antara membantu tetangganya yang punya urusan mendesak ini atau memilih mempertahankan keinginannya dengan menabung sedikit lagi untuk bisa membeli laptop. Setelah pertarungan antara idealisnya dengan nuraninya, maka akhirnya dia ikhlaskan uang sebesar satu juta empat ratusan ribu rupiah itu untuk tetangganya yang sedang membutuhkan bantuannya. Maka, hilanglah kesempatan (menurutnya) untuk membeli laptop itu setelah semakin dekat.

Sesampai orang tuanya di rumah, dia ceritakan kejadian tersebut. Bukan solusi (menurutnya) yang didapat, malah pujian serta saran agar meningkatkan apa yang telah dia lakukan tadi siang. Akhirnya dia semakin bingung karena dia juga merasa semakin hari semakin butuh saja dia dengan keberadaan laptop di rumahnya.

Di tengah kebingungannya itu, dia teringat pesan gurunya di suatu siang. Jangan pernah minta sesuatu pun kepada orang lain. Jika engkau harus meminta, maka mintalah kepada Allah. Adapun manusia, dia hanyalah sebagai perantara Allah menyampaikan kabar terkabulnya doa kita. Namun yang perlu diingat, buatlah Allah senang agar Dia mau mengabulkan doamu. Maka malam itu, dia sengaja bangun. Dia sengaja luangkan waktu untuk bermunajat dan memohon kepada Allah ketika banyak dari manusia-manusia di bumi terlelap dalam malam. bahkan, azzamnya, dia akan lakukan itu terus-menerus hingga dia dapatkan apa yang dia minta. Seminggu, dua minggu, dia tak dapatkan pencerahan. Lalu pada minggu ketiga, Allah berikan jalan kepadanya dengan perantaraan tetangganya yang telah dia tolong sebelumnya dengan meminjamkan kepadanya laptop anaknya. Kebetulan saja anaknya sedang tidak begitu membutuhkan laptop, sehingga dia bisa dengan leluasa membawanya kapanpun. Satu keinginan terjawab. Namun, bukan seperti yang dia inginkan. Dia ingin laptop murni miliknya, bukan laptop pinjaman. Namun untuk sementara, dia bisa bernafas lega karena dia sudah memegang laptop. Sementara itu, tetangganya juga meminta maaf karena belum bisa mengembalikan uang yang dulu dipinjamnya.

Fatih yang sudah mendapatkan laptop itu pun bersyukur dan tetap menjalankan sholat malamnya sampai dia mendapatkan apa yang dia minta kepada Allah. Semakin lama, seminggu, dua minggu, tiga minggu, empat minggu, lebih dari sebulan dia begitu rajin dalam bangun malam dan tahajjud sampai-sampai dia lupa tentang niatnya yang sholat malam demi mendapatkan laptop. Lalu di minggu kelima dihari keenam (Jum'at), selepas sholat Maghrib, tetangganya datang ke rumahnya. Setelah dipersilakan masuk dan disambut orang tuanya, tetangganya itu segera mengutarakan kedatangannya. Dikatakan bahwa dia belum bisa mengembalikan uang yang dulu dipinjamnya karena memang dia tak punya uang. Namun katanya, tiga hari yang lalu anaknya yang berada di Jogja (yang punya laptop) mengatakan bahwa dia sudah membeli laptop baru dan berniat memberikan laptopnya itu kepada si Fatih karena dia sudah menolong keluarganya sebelumnya. Maka seketika Fatih kaku tak percaya. Meskipun laptop second, namun usianya belum genap enam bulan. Usut punya usut, ternyata ayahnya sebelumnya bercerita kepada istri dari tetangganya yang mengalami kecelakaan itu niat dari anaknya yang menginginkan laptop. Lalu istrinya tersebut bercerita kepada anaknya keinginan anak tetangganya itu. Maka dari situlah keinginannya terkabul, dimulai dengan meminjamkan laptop kamudian memberikannya cuma-cuma. Maka selesailah Allah menjawab do'anya.

Terkadang kita meminta kepada Allah dengan tergesa-gesa, bahkan mendiktenya. Namun kita lupa bahwa Allah bukanlah Dzat yang bisa didikte seenaknya. Allah punya kehendak sendiri dalam bertindak, apakah akan mengabulkan atau tidak. Akan diberikan segera atau ditangguhkan. Semua terserah Allah. Bagi kita, hanya berusaha dan berdo'alah yang harus terus kita lakukan. Bahkan, untuk menguatkan hati dan iman kita, terkadang Allah uji dengan cobaan yang mengharuskan kita memilih dari dua hal yang berat. Terkadang nurani dan keinginan sengaja Allah benturkan agar menyadarkan kita dari keegoisan kita. Maka dari situlah Allah akan menilai apakah kita layak untuk diberikan kabar gembira (terkabulnya do'a) atau tidak. Dan, meski Allah kabulkan, Dia tak melulu kabulkan dengan cara yang kita inginkan. Terkadang, Dia rangkai dahulu cerita kita agar indah pada akhirnya, sehingga kita bisa mengambil nilai dan inspirasi dari cerita yang Allah skenario-kan.

"Maka jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu takkan sanggup untuk menghitungnya." An Nahl : 18.

''Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.'" Ibrahim : 7.

Maka benarlah kata Allah, "Berdo'alah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan kepadamu.". Juga dalam ayat lain, "…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya...".

Maka, inilah yang dinamakan ujian keimanan. Seberapa besar tingkat iman kita salah satunya diukur dengan cara ini. Dan hanya Allah-lah sebaik-baik pemberi nilai.

0 komentar :

Posting Komentar

Cancel Reply