Merasa Salah

Merasa salah itu perlu, agar kita tak menjadi orang berhati sombong. Agar kita tak menjadi orang yang tak mau disalahkan. Agar kita menjadi orang yang bertanggung jawab.

Merasa salah itu, dan itulah yang terjadi padaku.

Tapi, merasa salah dan berlarut-larut itu tak boleh. Karena hal itu akan menjerumuskan kita pada keputusasaan. Seharusnyalah setelah kita merasa salah, sesegera mungkin kita mencari kebenaran dari kesalahan kita. Jika hubungannya dengan agama, maka itulah yang disebut taubat.

Sebuah cerita, dulu, aku pernah merasa salah yang sangat. Karena aku melakukan sesuatu yang kurasa belum pernah terjadi padaku sebelumnya selama hidupku sampai saat itu. Bukan membunuh atau meledakkan markas tentara, tapi lebih ringan dari itu, namun tak bisa diremehkan.

Jika aku terus mengabaikan nuraniku, mungkin akan menjadi noda di hati jika berlarut-larut. Karena sesuatu yang berada di pinggiran jurang besar resikonya akan terjatuh.

Saat itu, saat dimana aku menginjak SMA. Dan, seperti kebanyakan manusia remaja lainnya, salah satu yang digandrungi adalah soal hati, perasaan. Cinta. Ya, pemuda mana yang tak menyukai itu, saya yakin semua suka. Yang membedakan adalah bagaimana mereka dan kita menyikapinya. Ada yang bijak, ada yang sembrono, ada yang nggak peduli, dan sebagainya. Begitupun aku, aku termasuk yang peduli tapi nggak nggagas. Jadi gimana ya, semacam tau tapi tak peduli, acuh. Begitulah, awal-awal masuk SMA sebenarnya tak ada masalah. Sejak TK sampai SMP saya tak bermasalah soal ini; perasaan. Yah, walaupun aku toh semisalnya (aduh ribet ngomongnya... nulisnya maksudnya...) aku suka seseorang (ini maksudku tadi...), nggak pernah aku sampai ngomong ke orang itu. Kepo di sosmednya aja juga kagak. Mau kepo gimana, sosmed aja nggak punya jaman itu. Aku bikin FB pas kelas satu SMA, bikin twitter apalagi, lebih baru-baru aja daripada FB. Apalagi Instagram, Path, Whatsapp, dan kroni-kroninya itu. Malah nggak punya saya... Iya, ini saya kan lagi curhat.

Oke fokus om. Jadi ceritanya saat aku naik kelas dua SMA. Dari situ aku mulai kenal akhwat. Iyalah, habis punya HP kok, hahaha... Aku punya HP juga baru masuk SMA. Kata ibuku, buat apa punya HP, nggak berguna buat kamu... (ini ngomongnya pas aku masih SMP). Jadi gitu ceritanya...

Setelah kenal akhwat, aku nggak kenal semua sih, cuma beberapa, akhirnya kami jadi teman-teman yang akrab. Saling ketawa, saling kasih masukan, saling ngejek, saling hina, saling serang, saling pukul, saling berkelahi... Tapi lewat media, nggak mungkinlah langsung.

Suatu ketika pernah aku sampai harus bertengkar sama temenku akhwat ini. Sampai aku yang walaupun diposisi bener akhirnya kebingungan dan memaafkan dia, cieeeeh... Walaupun gitu, sebenernya aku yang sering mulai bikin salah. Mulai merasa salah kan...

Yang membuatku sangat bersalah karena merasa merusak masa lalunya (iya kali) adalah karena kami pernah sangat dekat sampai seolah kalo orang awam liat (mungkin) dikira.....................pacaran. Berat ngomongnya ini. Seolah mengklaim, tapi nggak mau mengatakan ini, tapi begitulah adanya yang terjadi...

Terkadang aku melakukan hal bodoh tanpa pikir panjang. Terkadang aku melakukan hal yang tak pernah kupikirkan efeknya.

Semua itu berawal dari hal sederhana, kenalan. Dan kadang, aku sangat serius menanggapi kata-katanya. Entahlah, aku merasa begitu.

Cerita tidak penting. Suatu saat, aku marahan sama dia (kan... tingkahnya udah kayak kalo orang pacaran aja... tapi ogah ah disebut pacaran, nembak aja kagak.., eh, pernah sih, tapi cuma bercanda... tuh kan...!!). Trus aku SMS ke temenku, waktu itu lagi bikin buku kenangan. Aku SMS apa ya, lupa, tapi yang jelas nada SMSku agak kesel juga. Trus aku kirim, setelah itu dia bales lagi, balesannya makin menjadi, dia tambah marah. Setelah aku cek lagi, ternyata SMS tadi nggak taunya kekirim ke nomernya. Habis sudah aku... Akhirnya dengan berbagai cara aku minta maaf ke dia dan akhirnya dimaafkan.

Cerita nggak penting. Waktu itu aku nyablon di sekolah. Lalu tanpa sepengetahuanku, kontak HPku ada yang dirubah. Trus nggak lama ada SMS masuk. Aku lihat, SMS dari temenku (yang akhwat), tapi habis aku liat isi pesannya, lha kok misuh-misuh. Karena saya cerdik, hha... saya tau ini pasti kontaknya abis diganti namanya sama temenku. Lalu aku nyablon lagi dengan tidak membiarkan HPku ditangan temenku.

Cerita agak penting. Tapi sebenernya kalo aku bilang, itu bullshit...!! Kenapa? Mungkin alasan utamanya sok perhatian, sok alim, sok ngingetin. Modus. Ya ngingetin sholat tahajjud lah, kasih nasehat-nasehat... Duh, aku mulai khawatir, jangan-jangan ada silent reader blogku yang mulai tau ini cerita apa dan siapa... Maaf ya kalo dirimu tau, pembaca blogku, aku nggak sebut merk kok, cuma pingin cerita yang semoga bisa diambil pelajaran. Nggak maksud apa-apa, apalagi modus (pasti kamu gregetan kalo baca ini ya, pengen ngelempar kapal ke mukaku... sori lah...). Kamu bukan berarti kamu buat satu orang lho ya, di bahasa inggris kan 'you' artinya bisa kamu bisa kalian... (ngeles :v)

Meski dulu aku menyukainya, tapi aku tau dan benar-benar sadar sekarang kalo itu salah. Mana mungkin cinta akan terbangun dengan cara seperti itu (eh aku salah ngomong). Mana mungkin ada kebaikan dari hubungan tidak jelas seperti itu.

Sesuatu yang mengejutkan terjadi setelah kami lulus (hhai, sampai jumpa di lain waktu ya kamu... iya, kamu...). Ketika aku pergi jalan-jalan sama temenku, ketika itu tanpa sepengetahuanku HPku lagi-lagi dibajak. Dipake SMS temenku akhwat dengan isi yang... yah, tau sendirilah apaisinya kalo yang terjadi adalah kejadian pembajakan HP teman dengan terget adalah temen perempuan. Habis sudah aku... Sampai akhirnya aku ngambek ketika pulang dan terpaksa sekali aku harus minta maaf lagi ke dia setelah berdamai puluhan bulan.

Lalu ketika kami semua telah masuk kuliah, pada awal-awal kuliah kami masih terkadang saling mengkontak. Tapi, lama-kelamaan intensitas mulai menurun mendekati nol. Sedih, sekaligus senang dan bangga. Pada akhirnya aku (mungkin juga kamu) bisa membuat keputusan terbaik. Kami sudahi percakapan-percakapan tidak jelas dan ngelantur kami untuk kami berikan waktu berharga kami pada organisasi-organisasi kami. Semoga kebaikan ada pada ilihan kami. Semoga jika ada kesempatan lain, kami diberikan keputusan terbaik (you know what I mean).

Seperti sang mentari, meski telah semalam ia tenggelam, pada akhirnya akan terbit lagi. Maka hati pun, meski setelah bertahun-tahunan tak menyapa, jika pada awalnya punya ikatan, maka akan kembali ikatan itu dengan suatu hal baru, karena setiap hati akan bertautan satu sama lain.

Meski begitu, tetap ada saja rasa bersalah itu. Karena paku yang telah tercerabut dari pagarnya tak pernah mengembalikan keadaan pagar seperti sedia kala. Maka jika kau meminta, akan kuperbaiki hal ini agar kau tersenyum lagi tanpa perlu menanggung beban masa lalu dariku. :)


Sudah kubilang, you know what I mean. Percayalah pada hatimu, karena Allah tak pernah salah pilihkan... :)



Udah ah, aku mau nangis nih, melihat payahnya diriku jika dibandingkan denganmu. Melihat lebih hancurnya aku ketimbang kamu... Aku sedang memperbaiki kondisi, maka lihatlah saja dari jauh sana sampai kau diijinkan mendekat. Sampai jumpa...

0 komentar :

Posting Komentar

Cancel Reply