Akhir dari Permulaan Cerita yang Lebih Indah

Yang terberat dalam mencintai seseorang adalah menahan segala perasaan dan keinginan yang bisa dilontarkan. Rasa rindu, ingin bertemu, ingin bersama, bahkan sekedar berbicara, adalah keinginan-keinginan dari sebuah perasaan yang inginnya tersampai. Bahkan pada orang yang berpacaran sekalipun, perasaan itu akan terus menggebu. Lalu bagaimanakah pada yang menahannya? Mungkin hampir-hampir gejolak itu akan meledak.

Begitulah cinta. Jika telah menguasa, Qais yang tampan dan cerdas pun dimabuk olehnya. Namun pada sisi lain, mampu pula menjadikan seseorang setangguh Ali sang ksatria. Maka pilihan jalan cinta ada pada diri kita, menjadi seperti Qais atau gagah laksana Ali. Semerana Laila, atau setabah Fathimah.

***

Pada setiap pertemuan kebahagiaan, akan selalu disudahi oleh perpisahan. Dan umumnya, perpisahan adalah kesedihan yang tak mau dirasa, sebab ia memutus semua hubungan yang ada. Karena itu, semakin dalam seseorang mencintai, semakin ia tak ingin mengakhiri kisahnya. Namun, kehidupan hanyalah berisi tiga hal, permulaan, proses, dan akhir. Karena itu, tentu wajar jika setiap orang ingin memiliki akhir yang bahagia.

Namun, akhir bukanlah selalu menjadi penghujung. Akhir bisa pula menjadi permulaan dari sesuatu. Saat dirimu memutuskan mengakhiri gemuruh cintamu, bisa jadi ia adalah awal sesuatu yang baru. Sebab cinta ibarat energi, yang tak mampu dihancurkan barang sekecil pun. Ia hanya bisa bertransformasi, menjelma menjadi wujud lain.

***

Mencintai seseorang berarti siap dalam menghadapi segala resiko yang akan terjadi. Siap untuk bahagia, pun siap dalam bersedih. Sehingga dimensi cinta bagaikan dua sisi mata uang. Sangat naif bila melihat cinta hanya pada hal-hal bahagia saja. Sebab banyak pula yang dirundung kesedihan lantaran patah hati.

Memulai mencintai seseorang, bila belum terikat apapun harus siap menghadapi segala konsekuensinya. Karena memutuskan mencintai adalah tindakan berani yang riskan. Tanpa sebuah ikatan, kau akan merasakan sakitnya cemburu, pedihnya ditinggalkan, atau perihnya diabaikan dan ditolak. Meski ada kemungkinan pula engkau akan diterima, disambut baik, bahkan diperhatikan. Tapi semua tanpa ikatan. Sehingga takkan ada yang tahu akan berlangsung sampai mana semua tindakan menyenangkan itu. Maka jika telah tiba masanya yang dicinta mengambil jarak, jangan salahkan apapun, siapapun. Sebab begitulah sedari mula awalnya. Engkau bukanlah siapa-siapa dan belumlah menjadi siapa-siapanya. Satu-satunya cara untuk mengembalikan kemesraan adalah mengubah statusmu terhadapnya. Siapkah? Itulah pertanyaan yang harus kau jawab dengan bekal persiapan. Jika kau sungguh-sungguh serius.

Namun mengakhiri bukan selalu karena benci, hanya dia tersadar bahwa jalan yang diambil bukanlah jalan sejati, bukan cara pendewasaan, bukan pula titian ketaatan. Maka dari itu, dari segelintir persimpangan-persimpangan yang ada, dia mengambil satu jalan yang diyakini akan mengantarkan kepada kebahagiaan sejati. Jalan yang tidak membakar hati seperti Laila, tapi jalan pemendaman rasa ala Fathimah. Maka jika menjaga jarak merupakan hal terbaik yang bisa diupayakan, terimalah. Sebab ia hanya sedang berusaha untuk tidak menyakiti perasaanmu terlalu dalam. Sebab makin menghujamnya cinta yang kau perturutkan, makin susah pangkalnya dicabut. Padahal Allah membenci hati yang dihujami cinta selain untukNya hingga sebegitu dalamnya. Maka bermohonlah ampunan dan cinta dariNya, jika saat ini kita sedang merasakannya.

***

Menjeda jarak bukan berarti berpisah. Itu yang kupikir. Sehingga, biarlah waktu sementara membeku diantara kita, agar jika saatnya tiba, musim semi mencairkan sapa dan senyum kita masing-masing. Tak perlu mendahului takdir, sebab doa selalu mampu mengubah kemungkinan. Jika kekhawatiran yang meresahkan gundahmu, maka mendekat kepada Sang Pemberi Resah Gelisah adalah jawaban tepat soalanmu. Ia kabulkan apa yang kita butuhkan, maka selaraskan saja inginmu dengan kebutuhan yang ditetapkanNya.

Sekali lagi, menjeda jarak bukan berarti berpisah. Ia hanya menjaga sementara, untuk kebahagiaan yang lebih hakiki. Maka, pada akhir dari awal pertemuan bahagia sementaramu, ada sela-sela untuk mempersiapkan diri pada kebahagiaan sejati. Dan itu yang sedang kita usahakan. Maka, seberat apapun beban yang ditanggung, atau sejauh apapun jarak yang dihamparkan, yakinlah bahwa pada ketaatan akan aturanNya, terselip hikmah dan kesyukuran membahana, mengangkasa, yang baru akan terasa saat waktunya tiba.

Menjeda jarak bukan berarti berpisah. Sebab bila Allah kehendaki, mudah saja Dia pertemukan kembali. Bahkan dalam rencana yang Ia ridhai. Maka tugas kita bukankah hanya taat? Maka kewajiban kita bukankah hanya mengabdi, membaktikan cinta kita padaNya? Sebab bila telah kita sama-sama mencintaNya, mudah saja Allah pertemukan kembali aliran cinta yang sama ini dalam muara bahagia penuh syukur.

Mau? Mari memulai taat terlebih dahulu. Setelahnya, biarkan Dia beri rencana kejutan yang indah.

Aku, kamu, adalah pertemuan bersirat makna. Maka, jangan biarkan makna itu menghambar dengan hal-hal yang tak disukaiNya. Jika cinta, pasti Dia akan tunjukkan jalan pertemuan kembali. Aku, kamu, semoga bahagia.

Untukmu, yang menahan rindu dan sekelumit perasaan dengan berjuang
Kutulis segores pemahaman sebagai pengingat
Tentang mendahulukan cintaNya
Dan tentang mengapa kita dipertemukan

0 komentar :

Posting Komentar

Cancel Reply