Surga di Ujung Batas Borneo (4) : Masyarakat

Temajuk adalah desa yang sedang berkembang. Dulunya, ia merupakan pemekaran desa tetangga, Sebubus. Datuk Abdul Malik dan belasan orang lainnya adalah penduduk Temajuk angkatan pertama sejak kepindahannya kemari tahun 1981. Sejak itu, gelombang kepindahan masyakarat menuju daerah yang diberi nama Temajuk ini makin banyak. Sebabnya, diantaranya karena merasa nyaman tinggal. Kala itu, alasan datuk sangat heroik. Pasalnya kepindahan datuk menuju daerah yang dulunya masih hutan ini adalah pilihan berat. Datuk menjelaskan bahwa setidaknya ada tiga alasan mengapa datuk dan belasan orang lainnya ingin bermigrasi ke Temajuk ini. Pertama, sebab menginginkan hidup lebih baik. Seperti yang diketahui, alam Temajuk adalah alam yang kaya yang jika dimanfaatkan dengan tepat akan menghasilkan kemakmuran masyarakatnya. Tak hanya di daratannya, namun lautannya pun dapat memakmurkan kehidupan masyarakat. Maka tak mengherankan jika orang-orang mencarinya. Kedua, sebab ingin mempertahankan tapal batas negeri. Seperti yang diketahui pula, bahwa wilayah Temajuk ini sangat dekat dengan negara tetangga, Malaysia. Sehingga bila daerah batas kosong manusia, tak ada lagi penjagaan batas dari tindakan-tindakan curang seperti penggeseran patok batas atau penggunaan lahan (negeri) tetangga untuk kepentingan negerinya. Sehingga perlu adanya penjagaan. Dan ketiga jika tak salah ingat, adalah untuk memberangus PKI yang masuk ke dalam hutan. Sebab rupanya di tahun-tahun itu, PKI masih eksis di pedalaman.

Di Temajuk, masyarakatnya adalah termasuk yang ramah-ramah, terlebih anak-anak kecilnya. Jika telah kenal, tak jarang mereka akan menyapa kita dengan simpul senyum di wajah bahkan saat kita berkendara. Selain ramah, mereka juga suka berbagi. Entah karena posisi kami sebagai anak asuh mereka atau ada alasan lain. Sering saat saya berkunjung ke rumah tempat singgah temanku, saya pun ditawari makan, meski telah kenyang. Hingga pernah, dalam sehari saya makan hingga 9 kali. Betapa luar biasanya. Di rumah makan. Di luar rumah makan.

Masyarakat Temajuk banyak yang menjadi nelayan. Bahkan yang tadinya bukan nelayan pun, saat musim ubur-ubur dan ikan, pada akhirnya ikut melaut pula. Di musim-musim landas seperti sekarang, saat melaut masih belum begitu bagus karena gelombang di laut masih tinggi, banyak yang kemudian bekerja di kebun. Diantara mereka banyak yang memiliki kebun-kebun yang ditanami sayuran, buah, rempah-rempah seperti lada, bahkan pohon seperti karet. Saat saya diajak ke kebun milik pak Rinto, beliau menunjukkan luas kebun miliknya yang bila diukur mungkin sekitar seratusan meter panjangnya. Lalu beliau tunjuk sebuah bukit yang menjadi batas tanah milik ayahnya. Kami memanggilnya aki Bi'in. Sungguh sangat luas. Lima ratusan meter jaraknya dari tempat kami berdiri barangkali ada. Belum pula tanah milik pak Rinto dan yang lainnya di daerah lain seluas 900 x 500 meter. Benar-benar seperti tuan tanah. Meski rumah-rumah disini banyak yang sederhana: terbuat dari kayu, semen dan bata, atau gabungan keduanya, namun aset yang dimiliki seperti tanah, kebun, dan lain sebagainya sangat banyak. Bisa dibilang mereka kaya secara aset. Namun aset adalah simpanan jangka panjang. Belum lagi penghasilan pada bulan-bulan melaut. Pendapatan kotornya bisa mencapai puluhan juta. Sebab sekali melaut, mereka bisa menjaring hingga ratusan kilo bahkan ton. Namun terkadang, bisa juga sepulang melaut tak mendapat apa-apa, minimalnya hanya impas antara bensin dan pendapatan ikan. Melaut memanglah sebuah pekerjaan tanpa kepastian.

Yang unik disini, motor-motor seringkali ditinggal dengan kunci masih menancap padanya. Hal yang akan mengundang musibah bila dilakukan di kota-kota besar, sebab dapat dipastikan motor akan hilang. Namun disini, motor yang ditinggal dengan kunci tetap di motor tidak hilang. Bahkan motor pretelan (yang "casingnya" telah dicopot), ditinggal seminggu di tepi jalan pun tetap aman. Sebab, kata bapak, ada hukum adat yang akan diberlakukan bila tertangkap basah mencuri.

Di Temajuk, keindahan alami masih dapat kita temui dan rasakan. Ditambah, masyarakat Temajuk yang ramah menjadi daya tarik tersendiri yang khas mencirikan Indonesia disini. Saya sendiri, telah sekitar dua minggu menetap disini dan saya betah. Suasana nyaman dan tenang khas perkampungan pesisir dan jauh dari hiruk pikuk kota memang menjadi alasan logis dan tepat untuk menghabiskan waktu mencari inspirasi saat di kota tak lagi ditemui.

2 komentar :

Anonim mengatakan... 31 Januari 2018 pukul 00.16
Masyaallah produktif sekali~
Nyekripsi gih (abis baca ini mesti menye2 kebayakan alesan).

Km gabikin tulisan ttg anak kkn mas? Tentang ......

Posting Komentar

Cancel Reply