Asa No Hikari –sebuah cerpen


A S A   N O   H I K A R I
(Cahaya di pagi hari)
CAHAYA pagi bersinar dari ufuk yang menyinar langit dengan warna merah. Awan-awan masih tipis bergelayut hendak mengiring munculnya sang surya. Sementara burung-burung sibuk berkicau menyemarakkan bergantinya pagi. Aku, tentu saja sudah sedari tadi bangun dan sholat Shubuh. Aku telah tersadar dari istirahatku setelah semalam kakiku menginjakkan diri di atas bumi Allah yang lain, kota tempat temanku menuntut ilmu baru. Ya, aku sedang berlibur di luar kota. Di kota yang belum begitu kukenal kecuali lewat makanan, pakaian, dan bahasanya yang berbeda dari daerahku.

Kumelangkah keluar rumah kontrakan tempat temanku itu tinggal. Udaranya cukup segar meski sekitar tigaratusan meter dari tempat ini adalah jalan raya yang cukup ramai. Pagi ini aku diajak jalan-jalan keliling kampus temanku itu. Sebenarnya bukan cuma aku, ada empat orang yang akan jalan-jalan.

Suasana kampus itu ternyata sangat nyaman. Selain sejuk, banyak rerumputan, juga karena tak jauh dari –entah itu disebut bukit atau gunung. Dari tempatku berdiri saja aku bisa memandang luas cakrawala. Tapi bukan ini yang ingin kuceritakan. Dibalik perjalanan ini, tergores luka dari sebuah ungkapan yang terselip rasa cinta. Namun sejatinya tak pernah tersampaikan.

Setelah puas jalan-jalan, kami kembali ke rumah kontrakan temanku setelah sebelumnya membeli lauk untuk sarapan. Hari pertamaku ini tak begitu berkesan bagiku. Kami cuma melakukan hal seperti aktivitas sehari-hari biasa.

Suatu saat di hari pertamaku ini, aku dan ketiga temanku ingin jalan-jalan keliling kota naik motor. Karena hanya ada dua helm, makanya kami harus pinjam dua helm lagi. Satunya kami pinjam dari temannya temanku yang juga mengontrak rumah satu kompleks dengan yang ditinggali temanku, satunya lagi kami pinjam dari seorang akhwat teman SMA yang juga kuliah disana. Aku dan satu temanku yang punya kontrakan ini yang disuruh meminjam kepadanya, setelah sebelumnya lewat SMS kami meminta.

Sampai di kampus, aku cuma menunggu di luar parkir, sementara yang mengambil adalah temanku itu. Sebenarnya kalau pun aku yang mengambil juga bisa, tapi, aku merasa tak mau. Ada sebuah rasa yang menghalangi, namun bukan benci.

Kami akhirnya jalan-jalan keliling kota. Setelah Dhuhur kami baru pulang. Itu pun karena temanku merasa capek. Kalau enggak, pasti bakal sampai sore. Maklum, kesempatan langka untuk jalan-jalan begini.

Kulewati hari ini dengan perasaan biasa saja, layaknya hari-hari normal lainnya. Aku bahkan menikmatinya, dan merasa nyaman disana.

Hari berganti. Ini hari keduaku. Mentari kembali menyingsing mengingatkan setiap jiwa akan tugas dan tanggungjawabnya hari itu. Burung-burung kembali menyanyikan melodi dan terbang diantara awan-awan. Hari ini pun, kami punya rencana lagi. Kami ingin mengunjungi sebuah masjid yang desain arsitekturnya sangat unik. Masjid itu berdindingkan semacam batako dan diselipkan banyak ventilasi yang dicat hitam membentuk kalimat “Laa ilaaha illallah”. Sangat sederhana namun bermakna. Lampunya berjumlah 99 dan disetiap ujungnya terdapat satu asma Allah. Sementara pada mihrabnya, di depannya terdapat kolam dan sebuah benda terbuat dari besi berbentuk bulat yang dilubangi membentuk kata Allah. Sungguh sangat indah masjid itu. Disampingnya pun terdapat Islamic Centre dan tempat pendidikan. Kami hanya foto-foto disana, selain juga sholat sunnah.

Setelah beberapa jam kami pun pulang. Mulai dari sini lah kisahku yang sebenarnya. Sorenya, saat aku sedang mandi, karena iseng, temanku mengambil HP ku dan mengirimkan SMS kepada akhwat yang kemarinnya meminjamkan helm itu.

“ Assalamu’alaikum. Sebelumnya aku minta maaf kalau aku harus mengatakannya. Aku sudah sejak lama merasakannya, dan aku ingin mengungkapkannya padamu. Kita tahu bahwa pacaran itu dilarang, makanya aku hanya ingin mengatakannya bahwa aku sebenarnya sayang padamu. Terserah setelah ini kamu mau menerimanya atau tidak, tapi hatiku sekarang lega. Aku cuma tak mau terjebak dalam pacaran. Mmm, tapi satu hal, kita masih berteman kan?”


Sekilas terlihat islami. Sekilas terlihat bijak. Tapi aku bilang, ini sama sekali bukan hal yang benar. Aku tak pernah menyangka akan seperti ini jadinya. Karena ini bukan sesuatu yang menjadi kebiasaanku. Aku tak pernah menyatakan perasaan pada lawan jenis, meski ia kusukai.

Aku tercekat. Apa yang harus kukatakan setelah itu. Entah, aku bingung. Aku terdiam. Sebenarnya aku sudah berusaha mencegahnya, tapi temanku itu bersekongkol untuk melakukan ini padaku. Bahkan setelah SMS itu pun, HP ku masih disembunyikan mereka. Aku jadi merasa malas berurusan dengan itu. Akhirnya aku tak mepedulikannya. Malam harinya, setelah HP ku dikembalikan, aku buka twitter. Kulihat dari tweet temanku si akhwat ini, ia barusan menangis. Aku jadi merasa bersalah. Aku ingin mengatakan yangs sebenarnya, tapi mereka menghalangiku. Katanya, agar tidak melukai hatinya kalau sampai tahu yang sebenarnya. Sigh, aku batalkan niatku memberitahunya. Sebenarnya inilah kegalauanku. Jujur, aku memang sejak SMA menganggapnya istimewa, tapi aku tak pernah ada niat melakukan hal ini. Aku menyesal karena tak menjaga HP ku dengan baik. Aku sudah berusaha meminta maaf padanya. Tapi kurasa, dia akan lama memaafkanku. Dia akan sulit menerima ini. Jika maaf telah terkata, maaf telah diterima, namun sikap tak seperti sediakala, hati mana yang tak bertanya, ada apa? Inilah yang kurasa. Sejak itu ia berubah sikap padaku.

Pagi terakhir di kota itu. Semenjak kejadian semalam, mentari terlihat tak secerah biasanya. Brung-burung seolah cuma asal bunyi. Dan awan-awan terlihat mendung mengiring kepulanganku. Kami pagi-pagi sekali harus sudah berangkat ke stasiun karena jadwal keberangkatan pukul enam pagi.

Aku duduk di pinggir jendela. Wajahku tampak sayu, tak secerah biasanya. Aku hanya memandangi sawah-sawah dan rerumputan dari balik jendela kereta. Temanku mencoba menghiburku, tapi tak kugubris, karena aku merasa ini memang salah mereka.

Asa no hikari, cahaya pagi, kau bersinar tak seperti biasanya
Asa no hikari, kau mengiring kepulanganku bersama kegundahan hati
Asa no hikari, andai kau tahu bahwa ini akan terjadi, aku takkan pernah pergi kesini
Asa no hikari, andai kau dapat kirimkan maafku kepadanya
Asa no hikari, mngkin memang kata maaf tak pernah ckup tuk obati luka hati

Aku tak pernah tahu bagaimana kelanjutan kisahku ini. Setelah kejadian itu, semuanya menggantung. Tapi satu hal yang kutahu, dia marah padaku. Meski malam hari setelah aku di rumah, aku telah katakana yang sebenarnya, namun ia akan tetap sulit menerimanya. Aku sendiri, sejak itu selalu terpikirkan masalah ini.

Dalam diam kubersedih
Dalam tawa kumenangis
Dalam sujud kutersedu
Dalam do’a dan munajat kumengadu
Hanya kepadaMu segala kucurahkan, kukeluhkesahkan
Namun tak kuperlihatkan pada orang lain karna ini masalah hati
Meski kugontai, kucoba tuk tetap terlihat tegar
Meski kusedih, namun tetap kucoba tuk perlihatkan ceria

Aku hanya ingin membuat hubungan baik dengan orang lain. Aku cuma ingin bersahabat tanpa gangguan. Aku cuma ingin mengatakan ,aku senang untuk bisa mengenalmu. Bahkan ketika dirimu sering mengejekku, aku lebih senang akan hal itu. Aku rindu dirimu yang dulu. Aku lebih menyukai dirimu yang lalu. Yang ceria kepadaku. Yang tak pernah berpusing menanggapi perkataanku. Meski, apa yang kurasakan ini belum bisa tersampai, karena memang bukan saatnya mengutarakannya. Meski, sudah sejak lama kupendam.
Memang, hati tetaplah hati. Hanya kita dan Allah yang tahu. Yang rahasia dari hati, akan tetap rahasia sampai Allah tunjukkan. Namun selagi Allah tak singkapkan, aku ingin menutupnya, dan menjalani hari-hariku seperti biasa. Seperti cahaya di pagi hari yang menyinar tanpa membedakan siapa pun.


–Siapa pun yang membaca ini, fahamilah. Aku hanya ingin menceritakan, bahwa cinta itu tak sekadar masalah ‘aku cinta kamu’ atau ‘kamu cinta aku’, namun ia lebih berat, ia harus dibawa dengan tanggungjawab. Bukan asal diungkap saja. Karena begitu asal diungkap, entah, siapa tahu, ia akan melukai hati yang dituju, atau hati-hati lain. Kemudian ia akan menjadi beban jiwa karena merasa bersalah atau tersalah. Percaya atau tidak, cinta adalah pengorbanan. Semakin ia mencintai, semakin ia melepaskan, bukan merangkul dengan erat. Karena Islam mengajarkan cinta dengan ikhlas,yang harus ikhlas dilepas bila yang memiliki, yaitu Allah, memintanya kembali. Karena ia hanya titipan. Titipan bagi sebuah hati kepada hati yang lain. Kau tahu, hati sangat sensitif dengan istilah cinta ini. Sampai, ada seseorang dalam hidupmu yang ketika ia pergi, ia membawa serta hatimu. Karena kau merasa ia bagian dari dirimu, karena kau mencintainya. Maka saat ia hilang, kau sakit. Seperti sakitnya kehilangan anggota tubuh, bahkan mungkin lebih. Maka pesanku, berhati-hatilah dalam menangani cinta. Jangan sampai cinta melukai orang lain. Juga dirimu.

0 komentar :

Makna Syahadat



[الشّهادة] AsySyahadah merupakan sebuah persaksian. Namun bagi seorang Muslim yang memahami seperti apa aqidah Islam itu, ia akan lebih menjiwai dan menganggap bukan sekedar sebuah persaksian belaka. Lalu apa makna dari syahadah?
                Asy Syahadah memiliki tiga pengertian, yakni Al I’lan [الإعلان], Al Qasam [القسم], dan Al ‘Ahdu [العهد].Ketiga hal inilah yang mendasari terbentuknya iman seseorang. Al I’lan berarti mempersaksikan. Maksudnya, ia mempersaksikan kepada orang lain bahwa dirinya adalah seorang Muslim. Ia mempertunjukkan kepada orang lain bahwa ia tak sedikit pun ragu atau malu dengan statusnya itu. Ia mantap dalam kondisinya sebagai seorang Muslim.
Al Qasam berarti sumpah. Seorang Muslim yang bersyahadat, tentu saja dengan otomatis ia bersumpah bahwa ia hanya akan menjadikan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang disembah, satu-satunya Dzat yang mendominasi hidupnya dengan segala aspek tingkah perbuatannya. Ia juga bersumpah untuk membela agama ini (Islam) dan berjuang meninggikan Islam. Maka tentu dengan itu ia akan bersungguh-sungguh dalam ia beriman dan melaksanakan segala konsekuensinya sebagai Muslim.
Al ‘Ahdu berarti janji. Seorang Muslim yang bersyahadat, berarti ia juga berjanji kepada dirinya sendiri maupun kepada Allah. Ia berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ia hanya akan menyembah kepada Allah, dan ia berjanji kepada Allah bahwa hanya Dialah satu-satunya yang akan disembah. Ia patuh dan taat dengan segala perintahNya dan tak mau melanggar laranganNya.
Dari tiga pengertian itulah muncul iman. Maka tak salah dikatakan jika syahadat adalah ibarat kunci, maka gigi-giginya ibarat konsekuensi-konsekuensinya dalam ber-Islam. Karena memang keimanan berakibat memunculkan konsekuensi-konsekuensi dirinya sebagai Muslim yang harus ia jalankan, seperti sholat, puasa, membaca Al Qur’an, menjadikan Allah sebagai tujuan hidup, rela mengorbankan harta dan diri untuk agama (Islam), dan sebagainya.
Iman memiliki konsekuensi. Ada tiga konsekuensi yang harus ia lakukan tanpa meninggalkan satu dari yang lainnya. Konsekuensi pertama adalah ia benarkan dengan hatinya [تصديق بالقلب]. Memang, inti dari keimanan sendiri adalah kepercayaan. Artinya, jika seseorang memiliki iman dalam dirinya, ia akan mempercayai apa yang diyakininya. Maka inilah yang kemudian mendorong hati untuk membenarkan apa yang dipercayainya. Seorang Muslim tentu mempercayai terhadap Allah, sehingga ia akan membenarkan semua yang Allah perintahkan. Tak peduli itu akan membuatnya sakit atau bahkan mati, ia percaya bahwa yang ia lakukan adalah benar dan membawanya ke Surga. Maka termasuk aneh jika seorang Muslim yang beriman kepada Allah masih merasa takut terhadap musuh-musuh, atau percaya dengan hal-hal mistik yang tidak jelas seperti takhayul, atau bahkan masih suka meramal-ramal masa depannya, rezekinya, atau jodohnya. Padahal Allah yang menggenggam semua itu. Ia tak perlu cemas. Seorang Muslim sejati sejatinya memiliki keimanan yang ia tanam dalam hati dan menghujam jauh ke dasarnya. Ia tak gentar berhadapan dengan apapun dan selalu mantap dalam melangkah, meski langkahnya terlihat beraral tajam sekali pun. Ia tetap teguh dan yakin bahwa hanya kepada Allah ia gantungkan harapan dan berpasrah, sehingga ia memiliki kekuatan yang lebih karena ia hanya bergantung kepada Sang Pemberi Kekuatan. Kemudian yang kedua ia ikrarkan dengan lisannya [إقرار با للسان]. Keimanan itu bukan hanya soal meyakini, namun juga soal bagaimana ia melafadzkan kebenaran yang telah Allah ilhamkan kepadanya. Ia menyerukan kebaikan dan mengajak orang lain mengerjakannya bersama-sama dirinya. Selama ia bisa menyerukan kebaikan apapun itu, sekecil apapun itu, ia akan lakukan. Sehingga ia akan lebih tegar kala tak seorang pun mau mendengar seruannya. Karena ia yakin Allah yang menggenggam hati, Allah yang kuasa memberi hidayah, sedangkan dirinya hanya menyampaikan kebenaran saja. Yang terakhir, konsekuensinya adalah dilaksanakan dalam perbuatannya [عمل بالأركان]. Maka seperti yang telah dikatakan, tak hanya sekedar mempercayai, namun butuh realisasi dalam tindakan nyata. Jihad, haji, sholat, puasa, merupakan sebagian dari realisasi nyata dari keimanan seseorang itu. Semakin baik amalan-amalan/perbuatannya, maka semakin menunjukkan baiknya kualitas iman seseorang. Karena tak ada kekuatan yang mampu mempertahankan amalan secara terus-menerus dan berkesinambungan selain kekuatan keimanan.
Keimanan yang baik akan menimbulkan keistiqamahan. Istiqamah berarti ia mampu menjaga apa yang diperbuatnya, terus saja ia kerjakan tanpa tergoyah oleh godaan apapun. Ia tak peduli orang-orang di sekitarnya menghinanya seperti apapun, yang ia pikir hanya satu, berbuat baik sebisa mungkin karena Allah.
Jika seseorang telah berhasil istiqamah atas apa yang ia kejakan –maksudnya istiqamah dalam kebaikan, maka ia akan memiliki tiga sifat ini, yaitu keberanian [الشّجاعة], ketenangan [الإطمئنان], dan optimis [التّفائل]. Ketiga sifat ini tentu merupakan efek panjang dari keimanan yang membuahkan keistiqamahan. Seseorang yang memiliki keistiqamahan yang kuat, tentu ia akan berani menghadapi walau rintangan begitu banyak menanti. Ia tak gentar bahkan mundur. Yang ia pikirkan hanya terus maju, karena ia menyadari bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Sehingga ia berani mengambil resiko menghadapinya. Begitu juga ketenangan, dalam menghadapinya tentunya ia akan merasa tenang, tidak panik, karena hatinya selalu tersambung dengan Sang Maha Pengatur Segala Urusan. Ia sangat yakin bahwa Allah pasti akan menolongnya. Maka ia tak pernah berfikir buruk terhadapNya. ia selalu optimis menatap takdir yang Allah tetukan untuknya. Sehingga dengan hal itu, ia akan selalu berusaha membersihkan hatinya dari sifat-sifat buruk yang Allah tak suka. Ia akan berusaha menjaga hatinya agar Allah selalu meridhainya. Maka dari hal itu, timbullah kebahagiaan. Maka sesungguhnya, kebahagiaan sejati bukanlah berasal dari luar diri kita, bukan dari harta kita, bukan dari jabatan kita, namun berasal dari keimanan kita kepada Allah yang melahirkan dorongan untuk terus memperbaiki diri.
Sebagai seorang Muslim yang memahami Islam, syahadat kita bukan hanya berarti “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah”, namun menjadi “Aku bersaksi, aku bersumpah, dan aku berjanji, bahwa tiada Tuhan yang mendominasi hidupku kecuali Allah”, sebagai wujud pemahaman yang baik dari syahadat itu. Meskipun begitu, jangan samapai mengganti lafadznya, karena itu sudah ditetapkan Allah dan RasulNya sebagai lafadz syahadat, hanya saja pemahaman kita yang lebih dalam dalam memaknai kalimat itu.
أشهدأن لا إله إلاّالله وأشهدأنّ محمّد عبده ورسوله

0 komentar :

Lawu keduaku


Sekitar seminggu-an lalu –atau mungkin lebih, aku dan tiga orang temanku pergi muncak ke Lawu. Sebenernya yang berangkat ada lima orang, dan berangkatnya rencananya sore, tapi ternyata ada halangan. Satu temenku ternyata besoknya ada ujian di kampus, dan malemnya aku dan satu temanku itu ada liqo’. Jadi, setelah melakukan debat dan diskusi lama, maka diputuskan tetep ikut liqo’ dan temenku itu –yang mau ujian gak jadi iku tmuncak. Jadi tinggallah empat orang termasuk aku yang muncak.
Tiga temenku udah berangkat duluan dan nunggu aku di warung mas aris di deket pos pendakian Lawu via Cemoro Kandang. Sementara aku liqo’ dan baru selesai pukul 22.00 WIB. Setelah itu aku langsung meluncur dianter temenku ke lokasi. Butuh waktu kira-kira dua jam sampe ke tempat temen-temenku dari Pajang, Solo. Jadi gak heran sampe sana udah tengah malem. Sepi. Dingin.
Sebelum sampe lokasi, ada kejadian menarik. Saat itu udah memasuki wilayah Tawangmangu. Entah kenapa temenku yang nganterin aku tiba-tiba jadi agak gak keliatan jelas jalannya –disamping emang gak ada penerangan yang memadai di pinggir jalan semacam lampu. Tau gak habis itu kenapa? Karena jadi kabur, waktu belok kanan temenku malah jalan agak lurus sehingga nabrak bagian kiri jalan dan motornya jadi nyungsep ke selokan. Sementara dia guling-guling di rerumputan. Tapi agak sial buatku, terlempar ke tengah jalan dan ndlasar. Alhasil, tangan kananku lecet-lecet, celanaku sobek dikit, juga jaketku ikut-ikutan. Sementara motor temenku paling parah, lampu depannya pecah, jadi gak bisa nyorot jalan lagi.
Setelah acara jatuh itu, kami tetep nekat melanjutkan perjalanan ke pos pendakian. Untuk itu, temenku lebih pelan dan hati-hat iwaktu mengendarai. Sementara untuk menyorot jalan, aku pake senterku yang nyalanya putih trus aku arahkan ke jalan di depannya. Tapi sialnya, gas motornya temenku itu gak beres, kadang bisa kadang enggak. Gasnya nyantol. Kadang tiba-tiba mati sendiri, jadi aku harus turun dan ndorong motornya, dan kadang itu terjadi pas di tanjakan.
Sekitar jam setengah satu-an, aku sampe. Dan ternyata aku dapet kabar temenku yang duluan itu juga tadi mengalami kecelakaan. Duh… Ban motor temenku pecah. Trus di belakangnya ada mobil, bis, berjejer. Alhasil, gara-gara itu, ada tubrukan beruntun, tapi untungnya enggak ada korban jiwa kok…
Setelah persiapan agak lama, sekitar jam satu kami berangkat dan menuju Jawa Timur ke pos pendakian Cemoro Sewu. Hehe, sebenernya juga cuma 5-10 menit dari Cemoro Kandang tempat kami ketemuan.
Setelah sampai, kami siap-siapdan langsung berangkat menuju puncak. Tentu itu setelah ijin dan ngasih absen sama penjaga di base camp yang terpaksa kami bangunin. Perjalanan pun kemudian dimulai. Jalan... Jalan... Dan jalan terus.

Kita sampe di jalan antara pos 2 dan pos 3 itu udah Shubuh, bayangin... Lama banget jalannya. Pake brenti-brenti juga sih. Habis itu sholat shubuh dulu di situ. Kebetulan pas itu sepi, jadi jarang ketemu orang di jalan. cuma ada 3 atau 4 kelompok pendaki.
 Sholat Shubuh. Aku yang pake jaket item :D

Selesai sholat jelas foto-foto dulu, namanya juga anak muda, hahahah... Setelah itu kami jalan lagi. Sebenernya sih di jalan gak ada hal-hal yang begitu wow... cuma hal biasa. Kecuali, kami sempet salip-menyalip sama kelompok dari Madiun kalo gak salah.
Sampe pos 3 kami istirahat sebentar dan bikin makanan. Cuma mie rebus, gak mewah kok... habis itu, aku tidur sebentar trus jalan lagi.
Sampe di antara pos 3 dan pos 4 aku mulai gak nyante. Udaranya lebih dingin, kabut mulai turun, dan saya mulai merasa gak ganteng, hahaha... Udah lama kalo itu... Oke, jadi waktu itu aku sempet ada pikiran pengen turun aja, soalnya kondisi gak aku suka, dih! Tapi temenku tetep nyuruh lanjut aja, ya udah...
Akhirnya sampe pos 4 juga. Disana istirahat lagi dan bikin makan siang. Gileee... pertama kali aku nge-sop sama temen-temen si gunung. Selain sop –yang menurutku aneh karena pake bumbu mie segala, kita juga goreng tempe dan nanak nasi. Saking terbatasnya alat, kami sampe goreng tempe di atas nesting. Tapi yang paling fantastis dari semua itu, akhirnya gak ada ang dimakan, kecuali tempe yang ternyata berasa agak pait! Ya Allah, tiwas aku nggowo berass....!! Dibuang semua itu... Gak ngehargai, hih!
 Masak

Akhirnya kami semua gak jadi makan siang. Kita juga tentu tak lupa sholat Dhuhur dan 'Ashar, di jama' qashar pula.
Sholat Dhuhur dan 'Ashar

Pukul 12.30 an hujan mulai turun dan kami tak mau tinggal disana selamanya. Makanya kami siap-siap buat melanjutkan perjalanan. Tau gak, pas itu udaranya dingin sampe-sampe dari mulut bisa keluar uap kayak di film-film korea itu... Wkwkwkwk..
Sampe pos 5. Kami kedinginan karena harus menembus hujan, jadi kami minta dibuatkan teh anget sama penjual warung di pos 5 –beli maksudnya. Eh gaktaunya, malah kita disuruh bikin sendiri. Eh, apaan itu... Ya udah gak jadi...!! 
Kami lanjutkan lagi jalannya. Akhirnya karena tak punya pilihan, kami terpaksa naik lewat bukit yang jalannya udah berair dan agak licin kalo gak biasa jalan di tempat gituan. Nah, ini mulai deh... Gara-gara aku haus, sementara minumnya ada di tas carrier yang kupake. Dan tasnya di dalem jas hujan model baju yang aku pake, jadi otomatis susah buat ngeluarin, karena harus ngelepas jas hujan dulu, jadilah aku minum air dari tetes hujan yang ada di ujung daun. Uh, enaknya... Serasa jadi mas Tyo di acara Survival Trans7 (dulu jejak petualang survival), hahaha...
Pukul 14.15 kira-kira, kita sampe puncak. Dan, cuaca cukup lembab karena lagi hujan.
Puncak Hargo Dumilah 3265 mdpl

Hmm......

Pose orang-orang capek...

Nemu jejak pendahulu juga, hehe...

Keadaan disana waktu itu

Setelah 15 menit-an foto-foto, kami turun. Singkat cerita, aku dan satu temenku turun pertama, mendahului mereka. Sementara dua sisanya masih terbelakang. Sampe bawah aku langsung lepas jas hujannya, trus ke kamar mandi ganti baju karena basah kena hujan. Setelah itu aku dan temenku itu sholat Maghrib dan Isya' sambil nunggu yang belum dateng.
Setelah swmua sholat, kami bersiap pulang. Aku pulang dengan hanya memakai kaos. Uih, di jalan dingin walaupun aku cuma mbonceng. Sampe di daerah sebelum Sukuh –kalo dari arah Solo, kami berhenti. Temenku ini udah ngantuk parah, jadi suruh nggantiin aku yang nyetir, padahal aku juga ngantuk waktu itu. Terpaksa deh aku melek-melekin. di depan aku menggigil kedinginan gara-gara aku pake jaket basah. Mau gimana lagi, aku gak pake juga dingin nantinya, ya udah aku pake aja. di jalan aku ngantuk-ngantukan. Sampe suatu saat pernah hampir nabrak gara-gara ketiduran pas nyetir... What?? Tapi beneran... Bahkan aku pas nyetir juga ngerasa kayak ber-halusinasi. Dan yang ngalamin halusinasi bukan cuma aku, tapi temen-temenku juga. Wiih... Ada apa ini...
Akhirnya sampe rumah dengan selamat...

0 komentar :

The only one strong spirit

It's only one I want to tell you. My wish, my passion. I am, in seventeen years old, maybe its rather late to say, but no problem. It started from my hesitation about my subject in civil engineering. Until I confused like a boy in battlefield. So, I started to talked to my parents, then my teacher, and my friends. But, its merely waste time. So, I thinked deeply. My egoism and their ask raging in my mind. Then, there is my friend's advice to me and it made my path brighter and clear. I got it and made it as my advice and my spirit to hold out. He said that if I can hold out in the place I stand, its not impossible to me to going to Gaza. Build a school, hospital... And, I feel glad to hear it. After that, I said to myself, just to remembering what the purpose of my study in my lovely campus, University of Sebelas Maret, Surakarta. Its only one from many decision I have to hold out.

All of you who read this posting, please pray for me in order to achieve my dream. :)

::Gomen ne, sorry because my english is not as well as you think::

CMIIW; Correct Me If I Wrong :)

0 komentar :

Wortel gak bagus buat mata

Eits, jangan keburu emosi dulu, baca dulu sampe selesai...

Menurut laporan yang kami terima, dan sudah kami konfirmasi, memang terbukti bahwa wortel dan berbagai bentuk olahannya memang tak bagus untuk mata. Hal ini juga disetujui oleh banyak ilmuwan, meski awalnya mereka mengernyitkan dahi seolah tak percaya. Berdasar penelitian, kandungan vitamin A pada wortel memang baik untuk mata. Namun, di samping itu bentuk fisik dari wortel tersebut malah tak bagus untuk mata, bahkan bisa dibilang merusak mata pada beberapa kasus. Saat dilakukan percobaan lab terhadap tikus, perlakuan keras terhadap tikus dengan wortel terhadap mata membuat tikus buta. Kalau tikus saja buta, bagaimana manusia?
Wortel memang tak baik untuk mata. Jika wortel anda berikan pada mata, maka mata akan sakit karena terkena fisik wortel, apalagi perlakuannya kasar. Lebih lagi dengan jus wortel jika diberikan pada mata, akan sakit. Bagusnya wortel itu diminum, bukan diberikan langsung pada mata.

1 komentar :

Engkau siapa?

Engkau siapa?
Perlahan mengusikku
Perlahan menarikku
Aku tak kenal dirimu sebelumnya
Tak pernah bayangkan sosokmu sebelumnya
Engkau siapa?
Datang dalam ruangku
Membuka pintu hatiku yang sebelumnya tertutup
Membangunkanku dari tidurku
Engkau siapa?
Tak ada kisah cerita seperti ini
Tak ada cerita pangeran dan putri seaneh ini
Engkau siapa?
Datang dalam mimpi-mimpiku
Namun tak pernah menyapaku
Datang dalam hidupku
Namun tak memberi kesan padaku
Datang lalu pergi
Menyisakan tanda tanya
Engkau siapa?
Mengukir cerita rumit dalam episode mudahku
Melukis kisah teka-teki dalam kanvas masa mudaku
Engkau siapa?
Berputar-putar dalam bilik lingkunganku
Tersenyum, tertawa, sedih, menangis
Namun tak kutahu alasan pastimu
Engkau siapa?
Berjalan melangkah di depanku
Kadang di belakang
Kadang di samping
Namun tak pernah serasi berdampingan
Masih tanda tanyakah?
Engkau siapa?
Setiap bait nadaku terselip dirimu
Setiap gores karyaku terinspirasi olehmu
Engkau siapa?
Lama kumerenung
Ah, dirimu ternyata
Kawanku
Lama tak bersua

0 komentar :

Puisi untuk ayah

Engkau laksana karang yang kokoh pada pijakannya
Meski beribu masalah mendera
Engkau laksana rembulan pada malam gulita
Yang menunjukkan jalan kehidupan
Membimbing menuju kedewasaan
Untuk bekal hidup anakmu kelak
Meski lelah sering kau rasa
Namun senyum tetap terkembang
Tanpa terkurang, kepada kami
Meski matamu menatap sayu
Namun pandangmu kepada kami sangat hangat
Pandangan penuh harap
Agar kelak kami jadi penerusmu
Jadi mujahid-mujahid di zamannya
Meski guratanmu bertambah seiring waktu bergulir
Namun langkahmu tetap kokoh
Semangatmu tetap sama seperti saat muda
Karna kau hanya ingin tuk tunjukkan ketegaran
Meski tak jarang tangismu sendu
Dalam hening malam, dalam sujudmu
Kau bersimpuh menangis pada Penguasa alam
Ketika semakin renta tubuhmu dimakan usia
Kau berdo'a tuk kuatkan punggung menahan beban
Beban yang mungkin anakmu belum sanggup memikulnya
Namun kau tetap tegar
Ajarkan banyak hal dalam hidup
Hingga kelak kami dewasa
Kami kan berterima kasih atas jasamu
Kebaikanmu, biarlah Allah ganti surga

0 komentar :

Puisi untuk ibu

Selintas guratan itu bak seni lukis di atas kanvas
Wajahmu, kehidupanmu yang mulai menua
Sepintas warna putih itu laksana benang-benang jahit yang terburai dari lilitannya
Menyebar, mengurai masa yang berputar dan silih berganti
Senyummu, tak tersilaukan mentari
Tangismu, tak tertutupi rintik hujan, andai ia berguguran turun dari tempatnya
Nasehatmu, tak lekang oleh waktu, tak terdinding dimana kaki berpijak
Nafasmu adalah gelora semangat pejuang
Yang tak kenal kata menyerah kecuali kepada Tuhan
Dalam malammu, dalam sujudmu, dalam tangismu, kau curahkan hati kepada Ilahi
Mohonkan kebaikan tuk anakmu
Meski seringkali luka tergores, diiringi maaf melantun
Entah sengaja atau tidak pun, kau ikhlaskan
Demi sang hati yang terus tumbuh dewasa
Terkadang engkau rela tertusuk duri
Terkadang engkau rela tertatih lemas
Menahan derita dalam tepi yang terbias
Engkau relakan masamu tuk anakmu
Engkau ikhlaskan langkah jauhmu menuntun anakmu
Karna hanya kebaikan yang kau impikan pada kami
Namun hanya terimakasih dari kami

0 komentar :