Sajak Pelangi

Hujan terus menerus mendera bumi yang kering kerontang. Tetes demi tetes terus menghujam membasahi tanah tandus itu. Deras. Seolah bumi begitu kehausan akan air dan Tuhan memberikannya minum hingga puas. Aku memandang dengan seksama tetes-tetes itu yang terus terjatuh membentur setiap jengkal tanahnya. Aku tersenyum. Entah, karena apa. Namun jiwaku terasa puas, senang dengan kehadirannya. Tiba-tiba terlintas begitu saja pikiran bersama sosok yang telah lama terpendam dalam hatiku itu. Sebuah sosok yang kukenal baik, yang kini kami pun tak pernah saling sapa karena jauh jarak dan sibuknya masing-masing kami.

Hujan terus menetes deras, membawa kenangan yang semakin menguat. Dua tahun lalu kupikir, aku sempat merenda indahnya hubungan bersama, persahabatan. Meski jika dikata, sekarang pun kami masih dan tetap akan bersahabat, tapi yang kumaksud adalah bercanda dan berbagi bersama. Sebuah pemandangan indah jika dilukiskan, ibarat pelangi selepas hujan di tengah padang rumput hijau yang luas.

Aku tertegun. Tak lama hujan pun juga berhenti. Aku menatap langit. Langit yang berawan, sedikit keabu-abuan. Terlihat beberapa garis sinar di langit siang ini, membentuk sebuah 'jalan cahaya'. Indah, kupikir. Di sudut mataku yang lain, aku mendapati sebuah objek yang tak kalah indahnya, pelangi. Melengkung dengan anggunnya dalam balutan warna-warni yang menawan. Aku teringat kembali memori lamaku. Sebuah pesan singkat yang sebenarnya pun biasa jika diucapkan, namun bagiku itu sangat berarti karena pesan itu dikatakan sebelum perpisahan kami. Dia berkata, bahwa di setiap hujan dan badai, akan selalu muncul pelangi setelahnya jika cahaya menyinarinya. Maksudnya, masalah seperti apapun juga ketika kita hadapi dengan 'cahaya' atau kebaikan, maka akan berujung kebaikan juga. Itu yang kuingat.

Aku tersenyum getir. Menunggu suatu saat dimana kami bisa bertemu kembali. Suki dayo... itsumo...

1 komentar :

syahdu akh ...
by wiwit "jin botol" setiaji

Posting Komentar

Cancel Reply