Kepada yang Cinta Menyelimutinya


Sekali lagi kutulis untaian kata mengenainya, agar yang dilanda tak sengsara merasakannya, agar tiap kata diselami dalam makna, dan agar iman tak layu tertunduk dibawa nafsu.
Adalah cinta yang merubah segalanya, begitu kata Nicholas Saputra dalam sebuah iklan Line. Ya, memang dari cintalah segalanya bermula. Dari cintalah semua kebahagiaan terlukiskan, pun demikian setiap kesedihan yang datang.
Adalah cinta yang merubah segalanya, merubah yang baik menjadi buruk, serta kebalikannya, yang buruk menjadi baik. Merubah seorang temperamen menjadi penyabar, dan yang antipati menjadi empati.
Adalah cinta yang merubah segalanya, yang menjadikan makan lebih nikmat, atau makan tak bersemangat. Yang menjadikan tidur dengan nyaman, atau menjadi resah gelisah. Yang mewarnai hari menjadi cerah, atau kelam bak mendung.
Maka, adakah engkau tahu definisi mengenai cinta? Setiap pikiran memiliki pendapatnya masing-masing. Namun, perhatikanlah bahwa cinta mempengaruhi jiwa. Itulah mengapa kita diwajibkan untuk memilah cinta, bukan asal, namun dengan akal. Tidakkah engkau banyak mendengar dan membaca kisah diceritakan mengenai manusia-manusia pecinta, yang berujung pada sengsara maupun bahagia? Maka ambillah hikmahnya…
Seorang raja Mesir, karena cintanya pada kedudukan, menyebabkan syahadatnya di tenggorokan tak sampai kepada Allah, Fir’aunlah julukannya. Dia mati tenggelam dalam kehinaan. Karena melenceng cintanya kepada sesama, maka Allah balikkan bumi beserta isinya, atas menjadi bawah, bawah menjadi atas, kaum Sodom dan Gomorah yang dimaksud. Begitu cintanya dengan ajaran nenek moyang, menjadikan Abu Lahab tak menginginkan ada iman kepada Allah dalam hatinya, hingga dia dilaknat olehNya, termaktub dalam surah Al Lahab. Karena cinta pula, hubungan antara Arthur dan Lancelot yang merupakan kawan baik harus hancur lebur karena perselingkuhan Lancelot dengan istri Arthur, Guineverre. Atau pula, kisah cinta Cleopatra dan Mark Antony, yang pada akhirnya berujung kematian keduanya.
Jika kita mau jujur, kita menyadari bahwa cinta dapat membius seseorang. Ia bisa menajamkan atau menumpulkan akal manusia, tergantung bagaimana ia digunakan. Berapa banyak yang akhirnya membatalkan hijrah atau mengikuti hijrah ke Madinah hanya karena mengejar wanita yang dicintainya? Bahkan paman Rasulullah sendiri pun, meski dia begitu menyayangi Nabi, tak menjadikannya lantas masuk Surga karena dalam hatinya dia masih menduakan cintanya. Maka selayaknyalah, gunakan akal untuk memilih cinta. Jangan pernah perturutkan nafsu untuk membimbing hati menemui cinta. Karena di balik nafsu itu, rajanya kedengkian sedang mengintai kelengahan, Iblis. Hanya akal dan nurani yang cemerlang, yang tak ternodai kepentingan nafsu semu, yang akan mampu membaca cinta dan kemana arahnya. Maka lihatlah, orang-orang yang mampu menggunakannya dan akhirnya menjadi laksana bintang-bintang di langit. Imam Syafi’I, Imam Hanbali, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, mereka adalah orang-orang yang mampu mengarahkan cintanya dengan akal dan kebaikan hingga mendapat predikat imam. Disamping itu, kecintaannya terhadap ilmu menjadikan eksaltasi untuk terus menuntutnya sepanjang hayat. Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Ibnu Rusyd, juga merupakan orang-orang yang tak dibutakan cinta rendahan. Mereka mencintai ilmu seperti mencintai orang-orang, hingga melahirkan penemuan-penemuan menakjubkan yang menjadi pegangan orang-orang masa kini. Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nawawi, Ibnu Hazm, dan sebagainya, kecintaan mereka terhadap Nabi membuat tekad mereka kuat untuk terus menjaga sunna-sunnahnya, hingga tercatat bagi mereka sebagai amal jariyah sepanjang masa. Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khaththab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, keempat Khulafa’ur Rasyidin yang karena kecintaannya kepada Islam membuat mereka dengan segera menyebarluaskan ajaran Islam ke berbagai pelosok negeri. Indonesia adalah salah satu negeri yang ditujunya, yang menyebabkan kita merasakan Islam saat ini. Shalahuddin Al Ayyubi, yang karena kecintaannya kepada Islam dan tanah Palestina, membuatnya bergerak untuk merebut kembali Palestina dari tentara salib. Dan Muhammad Al Fatih, karena kecintaannya kepada jihad dan penakhlukan, menyebabkan banyak negeri futuh di tangannya dalam naungan Islam di bawah kepemimpinan Khilafah Utsmaniyyah.
Lihatlah. Sekali lagi lihatlah, bacalah, renungkanlah. Betapa banyak cerita cinta yang menggambarkan keagungan cintanya kepada Ilahi, menyebabkannya menjadi pahlawan di zamannya. Dan lihatlah, betapa banyak cinta yang diremehkan dan diperturutkan dalam nafsu menjadikannya hina di tengah pusaran zaman.
Jika engkau masih menangisi cintamu, atau malah tertawa bahagia dalam cintamu, maka lihatlah ke dalam, untuk siapa engkau menangis dan bahagia? Apakah itu hanya ekspresi dari kekosongan jiwamu akan suatu hal yang tak pernah kau dapatkan? Ataukah itu mengalir dari perasaanmu kepada Tuhanmu? Jika tangis dan bahagiamu atas nama Tuhanmu, maka berbahagialah, karena hatimu telah terpaut kepadaNya. Cinta yang melibatkan Allah, takkan pernah menjadi sia-sia. Meski sekecil apapun, meski manusia lain memandang rendahnya, atau meski tak ada seorang pun yang mempedulikannya, namun bagi Allah, cinta itu bernilai.

Imam Ghazali pernah berkata dalam bukunya Raudhatul Muhibbin, bahwa tak ada dua cinta dalam satu hati, sebagaimana tak ada dua sesembahan di atas langit. Maka cinta yang kau miliki itu pun, seharusnya adalah cinta yang berlandaskan atas pemahaman. Pemahaman mengenai hakikat cinta yang paling mendasar. Dengan kata lain, cintanya seorang Muslim akan berujung kepada cintanya kepada Allah, karena bagi seorang Muslim, tak ada yang paling dia cintai selain Allah sang pemilik cinta. Jika pemikiran ini sudah kuat, maka takkan ada lagi yang mampu membuatnya menangisi cinta melainkan ketika jiwanya menjauh dariNya. Sebuah pepatah mengatakan, sejauh mana cintamu kepada Allah, maka sejauh itu pula cintaNya kepadamu. Entah benar atau tidak, hal yang bisa kita ambil adalah, selalulah perbarui cinta kita kepadaNya, seperti engkau memperbarui niat, karena kecintaan kita kepadaNya akan mengantarkan kita kepada kecintaan melakukan perintahNya. Kecintaan melakukan perintahNya akan mengantarkan kepada kecintaan kepada orang-orang yang mencintaiNya. Kecintaan kepada orang-orang yang mencintaiNya akan melahirkan ukhuwwah dan pada tingkatan tertinggi adalah atsar. Bukankah itu indah? Ketika engkau saling berkorban untuk saudara seimanmu? Ketika engkau lebih mementingkan urusan saudara seimanmu ketimbang dirimu? Bukankah itu juga merupakan cinta? Maka, cintamu kepada lawan jenis hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan puzzle cinta. Jika susunan utama telah terbentuk kuat, maka yang lain akan mengikuti dengan mudah. Seperti halnya sebuah rumah, ketika pondasi telah kokoh berdiri, maka bagian atasnya akan ikut kokoh. Karena itu, pahamilah cinta. Sebab karenanya, ada manusia yang menjadi mulia, dan ada yang menjadi hina. Sebab karenanya, ada yang masuk Surga, dan ada yang terperosok neraka. Sebagaimana engkau ingin menjadi kuat, maka jangan abaikan cinta, karena para pahlawan Islam pun melegenda di atas cinta kepada Tuhannya.

Ya Allah, jadikanlah kecintaanku kepadaMu menjadi cinta tertinggiku
Ya Allah, jadikanlah aku mencintaiMu serta mencintai beribadah kepadaMu
Ya Allah, jadikanlah aku mencintai orang-orang yang mencintaiMu
Sehingga Engkau memperkenankan cinta mereka kepadaku
Sehingga Engkau memberikan kenikmatan dalam setiap ibadahku
Sehingga Engkau menjadi alasan setiap perbuatankuya Allah, aku memohon cintaMu...

0 komentar :

Posting Komentar

Cancel Reply