Tentang Menikah

Tentang menikah. Bahwa sesungguhnya menikah itu merupakan salah satu bagian yang disebut Mitsaqan Ghalidha, perjanjian atau ikrar yang kokoh. Bahwa sesungguhnya, menikah bukanlah sebatas penyatuan antara dua insan. Namun ia adalah penyatuan dua sisi dari dua insan.

Maka dalam menikah, tak hanya kita membicarakan yang indah-indah, karena pernikahan adalah bahtera yang berlayar di samudera yang terkadang diterjang ombak ganas, terkadang diterpa angin dan hujan, dan terkadang berada di lautan tenang dengan cahaya mentari menghangatkan. Maka dalam menikah, pilihannya adalah mencari yang terbaik. Nabi isyaratkan dengan empat pilihan, harta, nasab, agama, dan rupa. Namun yang utama adalah agama. Karena ia adalah bahan bakar terawet dengan gaya dorong terbesar untuk mengarungi samudera kehidupan pernikahan.

Maka dalam menikah, bukan soal kita nikahi yang kita cintai, tapi bagaimana kita mencintai yang kita nikahi. Meski kata Nabi, tak ada penawar yang lebih baik bagi dua insan yang saling mencintai selain pernikahan, yang berarti kita boleh menikahi orang yang kita cintai. Namun yang lebih penting lagi adalah, menyiapkan hati untuk memberi ruang kepada cinta kita. Karena sesungguhnya menikah adalah membangun cinta.

Dalam membangun, tentu terdapat proses penyatuan. Batu bata akan menempel kuat satu sama lain ketika dilekatkan dengan semen. Pun demikian rumah tangga, akan menjadi kokoh ketika dilekatkan dengan cinta.

Layaknya membangun rumah, dasar pondasi harus diletakkan pada tanah keras. Maka dalam rumah tangga nantinya, pondasi rumah tangga juga harus diletakkan pada dasar yang kuat, yaitu keimanan. Sehingga ia akan kokoh tak goyah.

Jika kita ibaratkan, keimanan adalah tanah keras, maka pondasi di atasnya adalah pondasi yang terbuat dari semen. Sedangkan semen merupakan perekat layaknya cinta. Jadi, cinta yang dilandaskan pada keimanan, seperti pondasi yang ditumpukan pada tanah keras, ia akan membuat rumah lebih kokoh berdiri. Maka seperti yang dikatakan di atas, bukan soal kita menikah dengan siapa, tapi soal bagaimana kita memupuk kecintaan kepada pasangan kita. Agar nantinya rumah tangga kehidupan kita akan kokoh.

Demikian pula seperti yang disebutkan di atas, bahwa menikah adalah penyatuan dua sisi insan. Sehingga, menikah bukan sekedar menyatukan laki-laki dan perempuan, tapi lebih jauh dari itu, ia adalah penyatuan dua keluarga dengan segala keunikannya, budayanya, kulturnya, sifat-sifatnya, atribut sosialnya, dan sebagainya. Ia adalah penyatuan dua visi misi manusia. Ia adalah penyatuan dua cita-cita dan tujuan hidup. Ia adalah penyatuan dua karakter. Ia adalah penyatuan dua yang terpisah. Dan ia adalah penghalalan status haram. Sehingga menikah, kelak akan mempertemukan mengapa dengan karena, bagaimana dengan caranya, dan apa dengan adalah.

Maka sebenarnya yang perlu dipersiapkan adalah kesiapan kita. Karena menikah tak sebercanda film komedi. Ia adalah langkah serius untuk membuka gerbang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Sehingga, dalam pemilihan partner hidup pun, bukan seasal mengambil kocokan arisan. Butuh pertimbangan matang dan mendasar untuk menetapkan yang terbaik bagi kita. Patokannya sudah dijelaskan di atas, yang utama adalah agama. Selanjutnya silakan pilih sesukamu asal bisa mempertanggungjawabkan dan tidak berpikir untuk menyesal. Karena kelak ketika telah menikah, sesungguhnya keindahannya terletak pada pengertian dan kesediaannya untuk bersyukur dan bersabar. Bersyukur dengan apa yang dimiliki, dengan apa yang telah Allah beri, dan sabar atas ujian dariNya. Pasangan yang bisa saling menguatkan tanpa celaan, mereka akan merasakan manisnya pernikahan. Maka seperti yang dikatakan di atas, yang perlu disiapkan adalah kesiapan kita. Sudah benarkah? Atau itu hanya sekedar justifikasi dari ketergesa-gesaan kita? Karena tanda kesiapan adalah kemantapan dan ketenangan hati.

Akhirnya, ada dua fakta yang ingin kusebutkan disini. Pertama, saya masih jomblo. Eh single. Kedua, saya menyukai seseorang. Maka, siapapun yang ditakdirkan menikah dengan yang dicintainya, dia buka lembar pernikahan dengan syukur ke hadiratNya. Dan siapa yang dinikahkan dengan yang harus dicintainya, maka sebenarnya Allah ajarkan makna cinta sejati. Dia awali pengajaran dengan kesabaran untuk saling mengenal dan mencari titik yang dapat ia mulai untuk dicinta. Mana yang lebih baik? Keduanya sama baiknya jika landasannya sama, yaitu keimanan. Sehingga, cintamu kepada pasanganmu adalah cinta yang melibatkan Allah. Sesang ketika Allah engkau libatkan dalam urusanmu, maka takkan ada sesal di penghujungnya. Ia akan bahagia. Bermuara di surgaNya.


Ditulis tersebab penulis suka digoda dan dikompor-kompori untuk segera menikah(i) (dia).
Semoga jadi ingatan untuk kita semua. Aamiin.

0 komentar :

Posting Komentar

Cancel Reply