Aozora (Blue Sky)
Siang
terasa lebih lama dari biasanya. Mungkin ia ingin mendengar kisahku, kisah masa
laluku 9 tahun silam. Sebuah perang yang hamper-hampir membuatku putus asa.
A.D.
2025
Saat
itu usiaku 20 tahun. Usia anak kuliahan. Perang yang terjadi ini adalah
lanjutan dari perseteruan antara pemerintah dengan kelompok antipemerintah
berjulukan Zero, sebuah gerakan yang berusaha menghentikan otoritas
pemerintahan tirani ini. Aku, yang pada awalnya tak begitu peduli dengan
masalah itu, pada akhirnya juga terlibat. Aku, dan mereka, hanya menginginkan
keadilan, karena pemerintah telah lama bertindak sewenang-wenang. Dan inilah
puncaknya, Perang.
***
Aku terbangun untuk sholat tahajud.
Dingin memang. Lagipula ini di kamp, angin malam bias masuk kapan saja dari
mana saja. Selesai sholat, aku tertidur.
Suara iqamah membangunkanku. Aku
kaget. Segera saja kususul untuk sholat Shubuh berjamaah. Selesai sholat, sang
imam sekaligus pemimpin tertinggi gerakan kami, Ust. Abdulloh, mengumpulkan
kamiuntuk member pengarahan.
“Assalamu’alaikum
Wa Rohmatullohi Wa Barokatuh.” ucapnya penuh wibawa.
“Wa’alaikumussalam
Wa Rohmatullohi Wa Barokatuh.” jawab kami penuh semangat.
Kemudian beliau berkata, “Wahai
saudara-saudaraku, sudah sejak seminggu lalu pasukan pemerintah terus mencari
dan mengejar orang-orang berpenampilan seperti kita. Saya tegaskan disini,
jangan kalian takut! Jangan kalian gentar! Sungguh, Insya Alloh kita di jalan
yang benar, sementara mereka yang membunuh saudara-saudara kita, mereka
berjalan di kegelapan. Oleh karena itu, tetaplah bertahan seperti ini, bahkan
jika kematian sekalipun menjemput kita. Kita menyerang karena diserang, kita
berperang karena melindungi hak-hak kita. Luruskan niat kita untuk mencari
ridhoNya. Semoga Alloh senantiasa merahmati langkah kita.”
“Alloohu
Akbar!!” terdengar suara pekik takbir.
“Saudaraku,
ini adalah negeri kita, tanah air kita, tanah kelahiran kita, sehingga jika ada
ketidakadilan dan kedzoliman disini, maka kita harus membersihkannya. Pesan
saya, sebelum berperang, ajaklah mereka berdiskusi, jika ia mau kembali kepada
agama Alloh, maka janganlah kalian perangi, namun jika ia menolak, baru kalian
boleh perangi.” Imbuh sang imam.
***
Pagi mulai menjelang siang. Saat itu
aku sedang di universitas saat tiba-tiba sebuah Schwert, codename dari salahsatu robot militer pemerintah
menembakkan amunisinya mengenai bangunan tak jauh dari tempatku. Universitas
kemudian memberikan instruksi untuk meliburkan mahasiswanya demi menghindari
korban jiwa.
Aku dengar-dengar dari kabar yang
beredar, pemerintah dalam waktu dekat akan melakukan cara apapun untuk
mempertahankan posisi mereka. Bahkan mereka meminta bantuan Negara lain dan
memberikan instruksi umum bahwa mereka diberi kebebasan untuk membunuh siapa
saja yang melawan mereka. Ini sungguh gila, dan takmanusiawi sama sekali!
Kami hanya bertawakal kepadaNya.
Kami serahkan urusan kami ini kepada Alloh. Kami hany berusaha menurut
kemampuan kami untuk menegakkan yang haq. Kami hany menginginkan kebaikan. Kami
hanya ingin ank-cucu kami berkesempatan melihat langit biru, menghirup udara
segar, merasakan air sejuk tanpa ada rasa takut. Biarkan kami yang dipenjara,
disiksa, atau mati, asal mereka tidak.
***
Suatu siang saat istirahat dan
sembunyi, kulihat seorang tentara sekarat. Kuhampiri ia, nampaknya ia ketakutan
melihatku. Rupanya ia terluka dan kehausan. Untungnya aku bawa minum dan P3K
darurat. Kuobati lukanya dan kuberi ia minum. Setelah itu kami bercerita satu
sama lain, dalam suasana perang, di tengah deru peluru dan mesin-mesin perang.
Saat itulah, seorang musuh melihat kami dan menembakkan missile antitank kearah
bangunan di belakang kami. Tentu saja kami terkejut bukan main dan berusaha
sekuat tenaga menghindari reruntuhannya. Namun takdir berkata lain. Aku yang
sedikit terlambat menyadari terpaksa menerima kenyataan tertimpa reruntuhan.
Sesaat sebelum tertimpa, kulihat ia-yang tadi kutolong-sempat menembaki musuh
itu hingga tewas. Tangan kiriku mati rasa seketika, kemudian aku tak sadarkan
diri.
Aku pingsan. Saat aku bangun,
katanya aku sudah pingsan selama sekitar 8 jam di rumah sakit. Ternyata orang
yang kutolong tadi balik menolongku. Nyawaku selamat, tapi tangan kiriku
hilang. Masya Alloh. Saat kulihat, tangan kiriku sudah berubah menjadi tangan
prostetik. Aku hamper-hampir tak mempercayainya. Aku terdiam lama.
Sehari setelah peristiwa itu, aku
mendapat kabar kematian ayahku saat berusaha melindungi seorang anak kecil yang
akan dianiyaya tentara pemerintah. Aku semakin terkejut. Aku ingin marah dan
menangis. Sungguh, kabar itu benar-benar menyakitkan setiap yang mendengarnya.
Bagaimana bisa mereka menjelma menjadi setan berwujud manusia yang tak berhati
nurani yang ingin melukai anak kecil tak berdosa. Terlebih, mereka juga
membunuh ayahku. Aku kini terdiam seharian di kamp. Sebenarnya aku ingin balas
dendam, tapi aku ingat kisah dulu saat Ali r.a. dalam perang, kemudian ia
diludahi musuhnya yang ingin dia bunuh, hingga akhirnya Ali tak jadi
membunuhnya karena dia marah karena diludahi. Aku sadar, perang memang menguras
seluruh emosi, namun jika aku harus berperang karena menuruti nafsuku, aku akan
kalah suatu saat nanti. Aku terus bersedih dan terdiam. Kemudian seorang
temanku mendekatiku dan bertanya, “Apa kau sedih atas kesyahidan ayahmu?”
Aku terperanjat. Ia barusan berkata
hal yang menyadarkanku. Sejenak aku berfikir bahwa memang benar ayahku
meninggal, tapi bukankah ia meninggal di jalanNya? Lalu kenapa aku sedih?
“
Kau benar. Ayahku meninggal karena ingin mewujudkan cita-cita bersama ini. Jika
ayahku tak bisa mewujudkannya, kita yang akan mewujudkannya!” aku mulai bangkit.
Jika para pemimpin itu menghendaki
tirani dan kekufuran, maka akan kami halangi dan patahkan dengan cahaya Islam.
Akan kami kembalikan negeri kami seperti dulu saat Islam menelusupi hinggake
rumah-rumah kami.
***
Sebulan
kemudian, sebelum perang benar-benar berakhir, aku didatangi tentara dan
ditanyai, “Kenapa kalian terus melawan?”
“Karena
negeri kami ini, Islam telah diinjak-injak disini. Kami ingin menegakkannya
kembali!” jawabku.
“Dengan
apa? Bagaimana jika kalian terbunuh?” tanyanya.
“Dengan
iman. Jika memang kami terbunuh, ituadalah sebuah nikmat jika kami mati masih
di jalan Islam.” Kataku.
“Lalu
apa motivasi yang membuatmu sampai sekarang tetap seperti itu?” tanyanya lagi.
“Ucapan
Abu Bakr Ash Shidiq, ‘takkan kubiarkan Islam digerogoti selama aku masih
hidup’, dan pesan ayahku, ‘hanya hari ini saja milikmu’, sehingga kumaksimalkan
usahaku hari ini, tanpa harus risau esok hari.” jelasku.
“Hmmm…..baiklah,
boleh aku bergabung?” tanyanya kemudian, “Kulihat disini aku akan menemukan
kebaikan yang banyak.”
Aku
tersenyum. Lalu kubawa ia menghadap Ust. Abdulloh.
***
Tak lama, pasukan keamanan United
Nation dating untuk menyelesaikan konflik ini dan sebagai mediator. Sebagai
keputusan akhir dan tuntutan rakyat negeri kami, akhirnya para gembong
kekacauan itu dihukum mati. Kami pun merasa lega dan bersyukur pada Alloh.
***
A.D.2025
Suara adzan ‘Ashar berkumandang.
Dari dalam terdengar suara istriku memanggil mengajak sholat. Aku
sejenakmemandang langit biru dan bergumam, inilah yang ayahku dan orang-orang
inginkan. Sebuah kedamaian baru untuk kami semua.
3 komentar :
Formulir Kontak
Labels
berbagi
(189)
curhat
(93)
inspirasi
(91)
nasehat
(89)
Agama
(70)
Cerita
(70)
Opini
(58)
Renungan
(43)
Tulisan Serius
(32)
Introspeksi
(31)
iseng
(27)
Kampus
(26)
Motivasi
(25)
Pengetahuan unik
(18)
Pengetahuan umum
(16)
Sejarah
(14)
cerpen
(13)
Pengetahuan Teknologi
(12)
puisi
(12)
Tidak jelas
(11)
Lirik
(8)
Konspirasi
(7)
Peradaban
(7)
Teknik
(6)
humor
(6)
Tips
(5)
Batas Negeri
(4)
FSLDK
(4)
Lomba
(4)
Temajuk
(4)
Arsitektur
(3)
Poster
(3)
resep makanan
(3)
Berita
(2)
Sipil
(2)
palestina
(2)
ASUSROGID
(1)
Game
(1)
IPA
(1)
KAMMI
(1)
ROG
(1)
WEAREROG
(1)
freeletics
(1)
Popular Posts
-
Ini tugas btw... Tugas kuliahku, wkwk... Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, term...
-
Di dalam agama Kristen, tanggal 25 Desember merupakan hari raya mereka yang disebut hari Natal atau kelahiran Yesus. Namun, be...
-
Pernah terpikir, atau mungkin sekedar terbersit, mengapa hati mesti melabuhkan pilihan pada brand bernama Asus ini? Dulu sewaktu SMA,...
-
Entah kenapa judulnya begitu, hahaha... Tapi keliatan keren aja pake judul gitu. Ini adalah kisah pendakian sebenarnya. Beberapa hari lalu...
-
Hati-hati dengan ilmu sihir sigil, karena ia merupakan simbol-simbol untuk menyampaikan pesannya, hal ini seperti yang dilakukan free...
-
Beberapa waktu lalu, ketika kami sedang berkumpul dan berdiskusi (kalau itu disebut diskusi), guru kami membacakan kembali sebuah hadits yan...
-
Original After modding Kita semua bisa merubah tampilan menu standard itu dengan tangan kita sendiri, artinya.. gak perl...
-
Dalam menghadapi masalah, tak jarang, dan sering mungkin, kita membalutnya dengan keluh-kesah tak berkesudahan. Kita sering mendramatisir...
-
#Bagian 11 Aku, bahkan sempat terbayang tentang kematian dalam game seperti anime SAO. Tapi itu anime, kartun, cerita buatan. Sangat berbe...
-
Ada hal lucu saat saya sekali me reply cuitan salah satu kanal media alternatif di Twitter, Tirto . Saat itu Tirto membuat cuitan dari art...
Posting Komentar