Jejak Petualang - Dari Masjid ke Masjid
Entah kenapa judulnya begitu, hahaha... Tapi keliatan keren aja pake judul gitu.
Ini adalah kisah pendakian sebenarnya. Beberapa hari lalu, tepatnya Sabtu, 25 April 2015, aku dan dua orang temanku berusaha keras mencapai tempat dimana kami akan mendaki gunung, ehm maksudku bukit. Berada di Magelang, tempat itu merupakan tempat yang baik (menurutku) melihat keindahan Jawa Tengah. Yah, walaupun bukan yang terbaik, tapi saat kau berada di atas sana, sesuatu yang indah akan tampak jelas ketika cerah.
Gunung Andong, begitu orang-orang menyebutnya. Tegak berdiri dengan ketinggian 1726 meter, Gunung Andong merupakan salah satu tempat 'piknik' menyenangkan. Sayangnya, awal piknik-ku ini kurang menyenangkan, tapi berkesan sih.
Kami bertiga berangkat dari Kentingan, Solo (kampus UNS) setelah Ashar, ya kira-kira pukul 4 lah kami pergi. Perjalanan sebenarnya hanya memakan waktu 2 jam, tapi karena kami dihujani air yang begitu deras, perjalanan menambah waktu lebih lama. Yang membuatku ingat adalah, selama perjalanan, aku mengendarai motor temanku (karena motorku kurang fit, oli mesin hampir waktunya diganti). Di perjalanan, lampu sein yang harusnya nyala tiba-tiba mati. Maka akhirnya aku harus mengekor di belakang temanku. Padahal saat itu baru jam 5 sore dan berada di Boyolali. Perjalanan bertambah lama karena di daerah Ampel, Boyolali, jalanan padat, hampir macet. Kami harus jalan pelan-pelan atau nyelip sana-sini. Akhirnya setelah sekian lama nyelip, kami bisa juga lolos dan terus maju sampe ke Salatiga. Yang agak serem, kondisi saat itu hujan, lampu depan motorku mati, dan jalanan nggak ada penerangan. Makanya aku harus benar-benar fokus liat jalan. Kalo nggak ada motor temanku di depan dan nggak ada kendaraan lain yang melintas, mungkin aku nggak akan bisa liat jalan. Bahkan untuk sekedar memberi tanda kalo disitu ada motorku yang lagi lewat, aku harus menyalakan lampu riting kiri terus menerus. Buat tanda aja sih daripada nggak ada sama sekali. Soalnya aku lupa juga bawa senter. Alhamdulillah Allah masih menyelamatkanku. Di jalan, untuk menenangkan pikiran (karena panik, kalo-kalo ketinggalan, hahaha...) aku motoran sambil ngaji. Ya beberapa surat di juz 29 doank sih. Trus sambil istighfar dan sebagainya. Itu aku ingetnya karena dulu pernah liat temanku naik motor sambil mulutnya gerak-gerak gitu, pasti dia lagi dzikir atau ngaji. Trus kutiru deh... Kamu harus coba!
Kami lewat perempatan Kopeng, terus ambil ke kiri ke arah Kopeng (tapi nggak ke arah Merbabunya), lalu ngikutin jalan terus sampe akhirnya kami nemu masjid. Ini masjid pertama, eh kedua ding. Yang pertama masjid kampus. Di masjid yang namanya masjid Aisyah Radhiyallahu Anha, kami bermalam. Setelah sholat Maghrib dan Isya dijama', kami istirahat di masjid sekalian makan malam di deket situ. Mie ayam doank sih, tapi enak. Dagingnya manis. Kamu harus coba!
Malamnya, aku tidur sambil kedinginan karena kaos yang kupakai basah di bagian depan agak bawah dan lengannya. Belum lagi jaketku yang basahnya lebih parah dan keringnya lebih lama. Akhirnya aku tidur tanpa selimut apa-apa, cuma kaosan dan berbantal matras. Syedih, kedinginan gini... Beberapa kali aku kebangun gara-gara menggigil. Pas kebangun, kulihat dua temanku enak banget tidurnya. Satunya berselimut jaket, satunya lagi sarungan. Heuu...
Paginya, setelah sholat Shubuh, kami langsung packing dan bersiap menuju lokasi pendakian. Sekitar setengah jam kemudian, kami sampai. Trus parkir, trus bayar tiket masuk dan parkir, total 3 orang dengan 2 motor adalah Rp 15.000,-. Tak disangka, ternyata parkirannya rame banget. Mungkin karena 'cuma' bukit dan pas hari libur, jadinya rame. Kami mulai mendaki sekitar pukul 6 pagi. Udara masih begitu sejuk. Ditambah keramahan orang-orang desa Girirejo menambah pagi itu lebih menyenangkan.
Dari kaki bukit kami bisa melihat puncak bukitnya. Waw... Kami mulai mendaki dengan meniti tangga yang terbuat dari bambu dan tanah (bingung ya bayanginnya?). Oya, kami naik lewat jalur pendakian Sawit. Sebenarnya ada beberapa jalur, tapi aku lupa nama-namanya.
Setelah beberapa meter naik, setelah beberapa langkah naik, kok ternyata aku capek. Heuu... Ternyata fisikku bener-bener down waktu itu. Mungkin jarang latihan lagi jadinya begitu. Hasilnya, aku paling sering berhenti. Naik dikit berhenti, naik dikit berhenti, begitu terus. Akhirnya yang tadinya naik bertiga, jadi naik sendiri-sendiri. Aku, tentu saja paling belakang. Jalan nyantai, sambil sesekali minum dan makan permen. Bisa foto-foto pula.
Di tengah jalan, aku sempat roboh. Nggak kuat, dan akhirnya tergeletak di atas batu besar. Kenapa? Kamu gakpapa? Ngarep banget ada yang nanya gitu... -_- . Nggak nyangka ternyata aku masuk angin di saat begitu. Parah banget coy. Sampe mau muntah segala. Mungkin karena semaleman terpapar dingin dan perut kosong belum sarapan nasi. Akhirnya aku istirahat sebentar, makan roti dan minum air. Setelah beberapa saat kondisi mulai stabil lagi, aku lanjutkan jalan. Jalan sendiri, di hutan, tanpamuuu~
Di tengah jalan, seperti biasa, aku ketemu beberapa pendaki lain dan saling sapa, "mari mas...", "monggo mas...", "puncake tesih tebih mboten?". Di tengah jalan itu pula, aku melihat pemandangan yang sangat mengagumkan, kalo kata temenku, pemandangannya cantik. Apa? Gunung Merbabu yang puncaknya dilingkupi awan tebal. Ntar kukasih liat fotonya.
Ternyata, di jalan aku nemu kran air. Bayangin, baru kali ini aku ndaki nemu kran air di pinggir jalannya. Mungkinkah itu yang dimaksud dengan sumber air? Sumber air sudekaaaat~
Sampai di tikungan apalah itu, aku ketemu temanku, ternyata dia nunggu aku, hiks :') . Ternyata minta difoto -_- . Tapi gakpapa, aku dikasih Tolak Ang*n kok. Saat sruputan terakhir, ada mba-mba yang nawarin ke aku sambil bawa kantong plastik item gede, intinya nawarin mau sekalian sampah bungkus Tolak Ang*nnya dibuang nggak. Ya sekalian aja donk, daripada nyampah. Aku kan pecinta alam :3 .
Setelah beberapa waktu akhirnya sampai juga di puncak. MasyaAllah, aku bener-bener takjub. Ini puncak apa kamp pengungsian? Apa pasar? Ramenya kebangetan. Mungkin bisa dibilang selalu ada orang setiap jarak minimal 30 cm dari dirimu. Saking ramenya. Bahkan ada warung pula di atas.
Aku dan temanku tadi nyari-nyari temenku satunya yang udah duluan naik. Ketemu juga, kirain hilang, hahaha... . Yah, walaupun nggak dapet sunrise, tapi ternyata pemandangan setelah sunrise bagus juga. Di atas sana, aku benar-benar terhenyak, ternyata manusia itu sekecil ini. Terus kenapa masih sombong? Bahkan ketika aku masih menyusuri jalur ndakinya, puncak keliatan sepi, tapi nggak taunya serame itu, karena nggak keliatan dari bawah walaupun puncaknya keliatan. Sungguh, ini benar-benar lukisan Allah yang sempurna.
Di atas sana, aku melihat lekukan punggung bukit yang sangat bagus. Lereng-lereng yang menghijau menambah keindahan bukit Andong. Eh gunung Andong. Ah sama aja. Belum lagi deretan awan-awan yang bergerombol seperti kapas. Sampai-sampai aku kepikiran kalo aku punya gantole, aku akan terbang ke awan-awan itu. lalu di kejauhan tampak gunung-gunung berjajar dengan megahnya. Di arah matahari terbit (timur ya berarti), terlihat tiga gunung yang selalu menemani keberangkatanku ke sekolah dulu sewaktu SD. Ya, Gunung Merbabu yang paling dekat, lalu belakangnya Gunung Merapi, dan paling jauh Gunung Lawu (urutannya dari kiri adalah Gunung Lawu, Merbabu, Merapi). Lalu ke arah matahari terbenam ada Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Prau, dan Gunung Slamet. Gunung Slamet terlihat paling kecil. Di arah Barat Laut ada Gunung Ungaran (kata temenku). Bentuknya kayak gunung-gunung di film-film bertema medieval macam The Hobbit, Lord of the Ring, dan semacamnya. Jadi dari atas itu kita bisa ngeliat 8 gunung di Jawa Tengah. Indah sekali. Kamu harus coba!
Yang unik adalah, di atas sana HP-ku masih bisa menerima sinyal. Bahkan di titik tertentu sinyal internetku bisa HSDPA+. Wow banget kan...
Kami habiskan pagi itu untuk menikmati indahnya ciptaan Allah dan makan makanan yang kami bawa dari rumah. Kami pulang dengan hati riang, jika saja bayang-bayang tugas tak muncul dalam benak pikiran... Di jalan, kami mampir lagi di masjid buat sholat Dhuha dan buang air kecil. Sekalian istirahat sebentar. lalu pulang. Di jalan, daerah Boyolali-Kartasura, kami lagi-lagi berhenti di masjid. Sholat Dhuhur dan istirahat lagi sebentar. Lalu seriusan ini pulang...!
Satu hal sebagai penutup, bahwa perjalanan, sepanjang apapun itu, bukanlah jauhnya yang membedakan, tapi dengan siapa kamu melakukan perjalanan itu yang membedakan. Maka carilah teman perjalanan yang bisa membuatmu berkesan baik, misalnya kamu, iya kamuuu, yang ada disana, yang lagi berjuang belajar, yang entah kapan kembaliiii~
Nah, sekarang mari kita lihat hasil foto-fotoku dengan kamera HP Asus Zenfone 4, ngahahaha...
Ini adalah kisah pendakian sebenarnya. Beberapa hari lalu, tepatnya Sabtu, 25 April 2015, aku dan dua orang temanku berusaha keras mencapai tempat dimana kami akan mendaki gunung, ehm maksudku bukit. Berada di Magelang, tempat itu merupakan tempat yang baik (menurutku) melihat keindahan Jawa Tengah. Yah, walaupun bukan yang terbaik, tapi saat kau berada di atas sana, sesuatu yang indah akan tampak jelas ketika cerah.
Gunung Andong, begitu orang-orang menyebutnya. Tegak berdiri dengan ketinggian 1726 meter, Gunung Andong merupakan salah satu tempat 'piknik' menyenangkan. Sayangnya, awal piknik-ku ini kurang menyenangkan, tapi berkesan sih.
Kami bertiga berangkat dari Kentingan, Solo (kampus UNS) setelah Ashar, ya kira-kira pukul 4 lah kami pergi. Perjalanan sebenarnya hanya memakan waktu 2 jam, tapi karena kami dihujani air yang begitu deras, perjalanan menambah waktu lebih lama. Yang membuatku ingat adalah, selama perjalanan, aku mengendarai motor temanku (karena motorku kurang fit, oli mesin hampir waktunya diganti). Di perjalanan, lampu sein yang harusnya nyala tiba-tiba mati. Maka akhirnya aku harus mengekor di belakang temanku. Padahal saat itu baru jam 5 sore dan berada di Boyolali. Perjalanan bertambah lama karena di daerah Ampel, Boyolali, jalanan padat, hampir macet. Kami harus jalan pelan-pelan atau nyelip sana-sini. Akhirnya setelah sekian lama nyelip, kami bisa juga lolos dan terus maju sampe ke Salatiga. Yang agak serem, kondisi saat itu hujan, lampu depan motorku mati, dan jalanan nggak ada penerangan. Makanya aku harus benar-benar fokus liat jalan. Kalo nggak ada motor temanku di depan dan nggak ada kendaraan lain yang melintas, mungkin aku nggak akan bisa liat jalan. Bahkan untuk sekedar memberi tanda kalo disitu ada motorku yang lagi lewat, aku harus menyalakan lampu riting kiri terus menerus. Buat tanda aja sih daripada nggak ada sama sekali. Soalnya aku lupa juga bawa senter. Alhamdulillah Allah masih menyelamatkanku. Di jalan, untuk menenangkan pikiran (karena panik, kalo-kalo ketinggalan, hahaha...) aku motoran sambil ngaji. Ya beberapa surat di juz 29 doank sih. Trus sambil istighfar dan sebagainya. Itu aku ingetnya karena dulu pernah liat temanku naik motor sambil mulutnya gerak-gerak gitu, pasti dia lagi dzikir atau ngaji. Trus kutiru deh... Kamu harus coba!
Kami lewat perempatan Kopeng, terus ambil ke kiri ke arah Kopeng (tapi nggak ke arah Merbabunya), lalu ngikutin jalan terus sampe akhirnya kami nemu masjid. Ini masjid pertama, eh kedua ding. Yang pertama masjid kampus. Di masjid yang namanya masjid Aisyah Radhiyallahu Anha, kami bermalam. Setelah sholat Maghrib dan Isya dijama', kami istirahat di masjid sekalian makan malam di deket situ. Mie ayam doank sih, tapi enak. Dagingnya manis. Kamu harus coba!
Malamnya, aku tidur sambil kedinginan karena kaos yang kupakai basah di bagian depan agak bawah dan lengannya. Belum lagi jaketku yang basahnya lebih parah dan keringnya lebih lama. Akhirnya aku tidur tanpa selimut apa-apa, cuma kaosan dan berbantal matras. Syedih, kedinginan gini... Beberapa kali aku kebangun gara-gara menggigil. Pas kebangun, kulihat dua temanku enak banget tidurnya. Satunya berselimut jaket, satunya lagi sarungan. Heuu...
Paginya, setelah sholat Shubuh, kami langsung packing dan bersiap menuju lokasi pendakian. Sekitar setengah jam kemudian, kami sampai. Trus parkir, trus bayar tiket masuk dan parkir, total 3 orang dengan 2 motor adalah Rp 15.000,-. Tak disangka, ternyata parkirannya rame banget. Mungkin karena 'cuma' bukit dan pas hari libur, jadinya rame. Kami mulai mendaki sekitar pukul 6 pagi. Udara masih begitu sejuk. Ditambah keramahan orang-orang desa Girirejo menambah pagi itu lebih menyenangkan.
Dari kaki bukit kami bisa melihat puncak bukitnya. Waw... Kami mulai mendaki dengan meniti tangga yang terbuat dari bambu dan tanah (bingung ya bayanginnya?). Oya, kami naik lewat jalur pendakian Sawit. Sebenarnya ada beberapa jalur, tapi aku lupa nama-namanya.
Setelah beberapa meter naik, setelah beberapa langkah naik, kok ternyata aku capek. Heuu... Ternyata fisikku bener-bener down waktu itu. Mungkin jarang latihan lagi jadinya begitu. Hasilnya, aku paling sering berhenti. Naik dikit berhenti, naik dikit berhenti, begitu terus. Akhirnya yang tadinya naik bertiga, jadi naik sendiri-sendiri. Aku, tentu saja paling belakang. Jalan nyantai, sambil sesekali minum dan makan permen. Bisa foto-foto pula.
Di tengah jalan, aku sempat roboh. Nggak kuat, dan akhirnya tergeletak di atas batu besar. Kenapa? Kamu gakpapa? Ngarep banget ada yang nanya gitu... -_- . Nggak nyangka ternyata aku masuk angin di saat begitu. Parah banget coy. Sampe mau muntah segala. Mungkin karena semaleman terpapar dingin dan perut kosong belum sarapan nasi. Akhirnya aku istirahat sebentar, makan roti dan minum air. Setelah beberapa saat kondisi mulai stabil lagi, aku lanjutkan jalan. Jalan sendiri, di hutan, tanpamuuu~
Di tengah jalan, seperti biasa, aku ketemu beberapa pendaki lain dan saling sapa, "mari mas...", "monggo mas...", "puncake tesih tebih mboten?". Di tengah jalan itu pula, aku melihat pemandangan yang sangat mengagumkan, kalo kata temenku, pemandangannya cantik. Apa? Gunung Merbabu yang puncaknya dilingkupi awan tebal. Ntar kukasih liat fotonya.
Ternyata, di jalan aku nemu kran air. Bayangin, baru kali ini aku ndaki nemu kran air di pinggir jalannya. Mungkinkah itu yang dimaksud dengan sumber air? Sumber air sudekaaaat~
Sampai di tikungan apalah itu, aku ketemu temanku, ternyata dia nunggu aku, hiks :') . Ternyata minta difoto -_- . Tapi gakpapa, aku dikasih Tolak Ang*n kok. Saat sruputan terakhir, ada mba-mba yang nawarin ke aku sambil bawa kantong plastik item gede, intinya nawarin mau sekalian sampah bungkus Tolak Ang*nnya dibuang nggak. Ya sekalian aja donk, daripada nyampah. Aku kan pecinta alam :3 .
Setelah beberapa waktu akhirnya sampai juga di puncak. MasyaAllah, aku bener-bener takjub. Ini puncak apa kamp pengungsian? Apa pasar? Ramenya kebangetan. Mungkin bisa dibilang selalu ada orang setiap jarak minimal 30 cm dari dirimu. Saking ramenya. Bahkan ada warung pula di atas.
Aku dan temanku tadi nyari-nyari temenku satunya yang udah duluan naik. Ketemu juga, kirain hilang, hahaha... . Yah, walaupun nggak dapet sunrise, tapi ternyata pemandangan setelah sunrise bagus juga. Di atas sana, aku benar-benar terhenyak, ternyata manusia itu sekecil ini. Terus kenapa masih sombong? Bahkan ketika aku masih menyusuri jalur ndakinya, puncak keliatan sepi, tapi nggak taunya serame itu, karena nggak keliatan dari bawah walaupun puncaknya keliatan. Sungguh, ini benar-benar lukisan Allah yang sempurna.
Di atas sana, aku melihat lekukan punggung bukit yang sangat bagus. Lereng-lereng yang menghijau menambah keindahan bukit Andong. Eh gunung Andong. Ah sama aja. Belum lagi deretan awan-awan yang bergerombol seperti kapas. Sampai-sampai aku kepikiran kalo aku punya gantole, aku akan terbang ke awan-awan itu. lalu di kejauhan tampak gunung-gunung berjajar dengan megahnya. Di arah matahari terbit (timur ya berarti), terlihat tiga gunung yang selalu menemani keberangkatanku ke sekolah dulu sewaktu SD. Ya, Gunung Merbabu yang paling dekat, lalu belakangnya Gunung Merapi, dan paling jauh Gunung Lawu (urutannya dari kiri adalah Gunung Lawu, Merbabu, Merapi). Lalu ke arah matahari terbenam ada Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Prau, dan Gunung Slamet. Gunung Slamet terlihat paling kecil. Di arah Barat Laut ada Gunung Ungaran (kata temenku). Bentuknya kayak gunung-gunung di film-film bertema medieval macam The Hobbit, Lord of the Ring, dan semacamnya. Jadi dari atas itu kita bisa ngeliat 8 gunung di Jawa Tengah. Indah sekali. Kamu harus coba!
Yang unik adalah, di atas sana HP-ku masih bisa menerima sinyal. Bahkan di titik tertentu sinyal internetku bisa HSDPA+. Wow banget kan...
Kami habiskan pagi itu untuk menikmati indahnya ciptaan Allah dan makan makanan yang kami bawa dari rumah. Kami pulang dengan hati riang, jika saja bayang-bayang tugas tak muncul dalam benak pikiran... Di jalan, kami mampir lagi di masjid buat sholat Dhuha dan buang air kecil. Sekalian istirahat sebentar. lalu pulang. Di jalan, daerah Boyolali-Kartasura, kami lagi-lagi berhenti di masjid. Sholat Dhuhur dan istirahat lagi sebentar. Lalu seriusan ini pulang...!
Satu hal sebagai penutup, bahwa perjalanan, sepanjang apapun itu, bukanlah jauhnya yang membedakan, tapi dengan siapa kamu melakukan perjalanan itu yang membedakan. Maka carilah teman perjalanan yang bisa membuatmu berkesan baik, misalnya kamu, iya kamuuu, yang ada disana, yang lagi berjuang belajar, yang entah kapan kembaliiii~
Nah, sekarang mari kita lihat hasil foto-fotoku dengan kamera HP Asus Zenfone 4, ngahahaha...
Gunung Andong tapi fotonya kabur ya... Ini pas mau naik dari basecamp |
Merbabu yang dilingkupi awan yang aku bilangin tadi |
Sindoro, Sumbing, Prau, Slametnya mana ya? Gak kliatan |
Bukit apa aku tak tauuu~ |
Lereng yang hijau. Coba cari bapak-bapak lagi ngarit rumput di foto ini, ada lho, seriusan! |
Punggung bukit yang aduhai, kalo nggak salah ini yang disebut Geger Sapi (Punggung Sapi) |
Noh, tendanya sebanyak itu, kayak lagi ngungsi kan... |
Finally, Andong Peak!! |
Awan yang kayak kapas :3 |
Ini rumput, jelas-jelas rumput. Ada yang mau bilang ini kodok? |
Cuma asal foto, kurang bagus sih, soalnya yang berdiri disana bukan aku |
Jalan kembali |
Coba tiap pagi liatnya beginian, tugas numpuk mah...... tetep numpuk kalo nggak dikerjain! |
Pertanian di daerah Magelang |
Gua ganteng kalo dari blakang ya... |
0 komentar :
Formulir Kontak
Labels
berbagi
(189)
curhat
(93)
inspirasi
(91)
nasehat
(89)
Agama
(70)
Cerita
(70)
Opini
(58)
Renungan
(43)
Tulisan Serius
(32)
Introspeksi
(31)
iseng
(27)
Kampus
(26)
Motivasi
(25)
Pengetahuan unik
(18)
Pengetahuan umum
(16)
Sejarah
(14)
cerpen
(13)
Pengetahuan Teknologi
(12)
puisi
(12)
Tidak jelas
(11)
Lirik
(8)
Konspirasi
(7)
Peradaban
(7)
Teknik
(6)
humor
(6)
Tips
(5)
Batas Negeri
(4)
FSLDK
(4)
Lomba
(4)
Temajuk
(4)
Arsitektur
(3)
Poster
(3)
resep makanan
(3)
Berita
(2)
Sipil
(2)
palestina
(2)
ASUSROGID
(1)
Game
(1)
IPA
(1)
KAMMI
(1)
ROG
(1)
WEAREROG
(1)
freeletics
(1)
Popular Posts
-
Ini tugas btw... Tugas kuliahku, wkwk... Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, term...
-
Di dalam agama Kristen, tanggal 25 Desember merupakan hari raya mereka yang disebut hari Natal atau kelahiran Yesus. Namun, be...
-
Pernah terpikir, atau mungkin sekedar terbersit, mengapa hati mesti melabuhkan pilihan pada brand bernama Asus ini? Dulu sewaktu SMA,...
-
Entah kenapa judulnya begitu, hahaha... Tapi keliatan keren aja pake judul gitu. Ini adalah kisah pendakian sebenarnya. Beberapa hari lalu...
-
Hati-hati dengan ilmu sihir sigil, karena ia merupakan simbol-simbol untuk menyampaikan pesannya, hal ini seperti yang dilakukan free...
-
Beberapa waktu lalu, ketika kami sedang berkumpul dan berdiskusi (kalau itu disebut diskusi), guru kami membacakan kembali sebuah hadits yan...
-
Original After modding Kita semua bisa merubah tampilan menu standard itu dengan tangan kita sendiri, artinya.. gak perl...
-
Dalam menghadapi masalah, tak jarang, dan sering mungkin, kita membalutnya dengan keluh-kesah tak berkesudahan. Kita sering mendramatisir...
-
#Bagian 11 Aku, bahkan sempat terbayang tentang kematian dalam game seperti anime SAO. Tapi itu anime, kartun, cerita buatan. Sangat berbe...
-
Ada hal lucu saat saya sekali me reply cuitan salah satu kanal media alternatif di Twitter, Tirto . Saat itu Tirto membuat cuitan dari art...
Posting Komentar