Berkah Amal Sholih : Bersama Kesulitan Ada Kemudahan

Ini adalah kisah nyata. Pengalaman yang kualami sendiri. Bukan bermaksud sombong, tapi hanya ingin bercerita yang semoga bisa dijadikan sebuah pelajaran.

Saat itu adalah liburan semester 6, tepatnya setelah Idul Fitri. Suatu ketika, di suatu pagi setelah sehari sebelumnya aku membayar uang kuliahku untuk semester 7, aku mencoba untuk melakukan registrasi online di sistem akademikku. Tapi saat itu aku dikejutkan dengan sebuah tulisan : Akun Anda diblokir. Silakan hubungi bagian Pendidikan Pusat. Kira-kira begitu tulisan yang tertulis setelah aku melakukan input nomor induk mahasiswaku. Tertulis jelas dengan warna merah. Aku panik. Terkejut karena ini baru pertama kalinya terjadi. Tentu saja ini membuatku bingung, terlebih waktu itu aku tidak tahu kapan tanggal pengambilan mata kuliah. Takut telat ambil sehingga dianggap 0 sks.

Aku diam sejenak. Lalu berwudhu dan sholat istikharah. Aku saat itu benar-benar tak tahu harus melakukan apa, karena itu satu-satunya jalan yang kutahu adalah dengan memohon kepada Allah. Selesai sholat aku berdoa agar diberikan kemudahan dan kelancaran dalam urusan kuliahku yang memang sedikit bergelombang. Mungkin jika dianalogikan, jika kuliah adalah sebuah truk, maka teman-temanku kuliah dengan melalui jalan tol, sedangkan aku kuliah dengan melalui jalan perbatasan yang biasanya bergelombang dan tidak rata. Hal ini pun terjadi bukan begitu saja, tapi akar masalahnya jauh sebelum aku masuk ke kampus. Oke selesai sampai disini.

Beberapa hari berlalu, bahkan telah lewat dari seminggu sejak aku mengetahui akunku diblokir. Kemudian aku putuskan untuk menemui pembimbing akademikku. Pukul 16.40 aku menemui beliau di ruangannya di lantai 3 gedung 5 fakultas Teknik. Aku sampaikan apa yang terjadi kepadaku. Waktu itu aku menyampaikan masalahku dengan sedikit mbrebes, karena pikiranku sudah melayang kemana-mana membayangkan hal-hal yang negatif duluan. Kemudian beliau menyarankan memang harus ke bagian pendidikan pusat universitas.

Seminggu kemudian aku baru mengurusnya, padahal batas waktu input mata kuliah tinggal 5 atau 6 hari. Sebelumnya, setelah aku menemui pembimbingku, sore itu juga aku segera ke rumah temanku yang kuliahnya juga bermasalah. Entahlah apa sebenarnya masalahnya, entah karena kendala biaya atau karena masalah kesehatannya atau masalaha lain yang tak kutahu, tapi aku mencoba mencari tahu di rumahnya. Mungkin diantara teman-teman seangkatanku yang jumlahnya 100-an itu, akulah yang paling kenal dan paling tahu apa yang dia alami sampai dia menghilang 3 semester kemarin. Niatku sih, aku kesana sekalian mau mengajaknya untuk mengurus kuliahnya, mumpung masih ada waktu. Ayahnya pun sudah menyuruh untuk segera membayar kuliahnya.

Sekitar seminggu setelah aku silaturrahim ke rumah temanku itu, aku baru niat untuk ngurus masalahku. Kebetulan saat itu hari Jum'at. Setelah sholat Jum'at, aku ngobrol-ngobrol sebentar dengan teman satu jurusanku di masjid kampus. Dari dia, aku dapat informasi ternyata seniorku di organisasi juga ada yang mengalami masalah serupa. Lalu aku datangi dia dan bertanya. Kemudian dia sarankan untuk segera diurus di bagian pendidikan fakultas. Loh? Fakultas? Iya...

Aku pinjam sepatunya, soalnya sepatuku hilang. Lalu segera aku ke bagian pendidikan fakultas. Aku kesana bersama temanku yang mau menanyakan masalah KKN. Ketemu di jalan. Yaudah sekalian. Sampai disana, bayanganku soal dimarah-marahi sama karyawannya hilang. Hahahaha... Ternyata bapaknya baik juga, dan sabar. Kemudian aku dibuatkan surat permohonan untuk membuka akunku yang diblokir. Oiya, akunku diblokir, kalau di keterangannya karena status belajarku rendah, hahaha. Tapi... baca aja dulu deh...

Setelah suratnya dapat, aku segera menuju ke ruang pembimbing akademikku untuk minta tanda tangan. Tapi sayangnya, sampai disana beliau belum datang, baru datang sekitar jam 3 kurang dikit. Lah, aku harus jemput adekku kalo gitu. Akhirnya aku batalkan untuk minta tanda tangan hari itu, dengan konsekuensi, waktuku tinggal 2 hari untuk mengurus dan mengambil mata kuliah di siakad (sistem akademik). Aku ambil konsekuensinya, karena toh kalau tetap dipaksakan tak ada jaminan bahwa kantor bidang pendidikan akan tetap buka setelah aku dapat tanda tangan.

Malam harinya, aku dan beberapa teman di teknik silaturrahim ke rumah pembimbing akademikku, hha... Kebetulan sekali ya? Enggak juga, semua sudah diatur. Disana kami ngobrolin masalah perkembangan dakwah di fakultas, wesseeeehh... Ya kan ini temen-temenku orang-orang sholih semua.

Niatnya aku ingin sekalian minta tanda tangan beliau, tapi lagi-lagi aku batalkan karena momennya tidak pas. Kemudian paginya di hari Sabtu aku SMS beliau untuk tanya kapan ada waktu luangnya untuk minta tanda tangan. Awalnya beliau bisa sore harinya, tapi kemudian beliau SMS lagi untuk besok Senin saja di kantor jam 08.30. Aku iyakan, mau bagaimana lagi...

Senin, seperti kata beliau sebelumnya, aku segera menuju kampus. Jam 08.40 aku sampai di lantai 3, dan bertepatan juga ketika beliau datang. Jadi kita ketemu di luar kantor beliau. Segera aku erahkan suratnya, karena waktu itu beliau mau nguji mahasiswa yang mau pendadaran. Tapi belum juga ditandatangani, aku ditanya, "Mas, kalau gini ini berarti yang mengajukuan saya? Bukan kamu? Coba deh ditanyakan dulu ini maksudnya gimana...". Duh... lalu aku tanyakan ke bagian pendidikan. Disana, tak lupa juga aku bertanya soal kasus temanku yang sampai saat itu belum membayar (itu, temanku yang kemarin aku kunjungi ke rumahnya). Aku turun ke lantai 1, lalu pergi dari gedung 5 ke gedung 3. Lalu setelah dapat penjelasan, aku ke gedung 2 lalu naik sampai lantai 3 dan menyeberang lewat jembatan penghubungnya ke lantai 3 gedung 5. Sampai disana, aku harus menunggu dulu, agak lama juga sampai aku ngantuk-ngantuk sambil baca buku tentang Sholahuddin Al Ayyubi. Akhirnya aku tertunduk, ngantuk banget, nggak kuat melek, lha kenapa ya? Hmm...

Setelah lama menunggu, akhirnya aku bisa bertemu beliau. Lho, tapi beliau dari kamar mandi. Berarti tadi pas keluar ke WC aku lagi merem. Setelah aku jelaskan, kemudian beliau tandatangani. Yes, berhasil. Alhamdulillah. Setelah itu aku bergegas menuju ke pendidikan pusat universitar. Nah ini ternyata maksudnya, jadi diurus ke bagian pendidikan fakultas dulu, baru dibawa ke bagian pendidikan pusat. Disana, aku ketemu temanku yang mengalami masalah hampir sama, alhamdulillah ada kawan. Setelah mengantri dengan antrian yang tidak jelas yang agak lama, akhirnya aku maju ke mas-mas yang mengurusi bagian registrasi dan pembayaran. Disana aku berikan surat itu dan sedikit menjelaskan masalahnya. Masnya dengan enteng cuma bilang, "Oh, ini autodebetnya gagal mas... Jadi kita nggak bisa macem-macem...". Aku melongo. Kok autodebet? "Jadi semua masalah yang akun diblokir ini karena autodebetnya gagal ya mas?". Kata masnya iya. Terus aku diberi nota BTN (karena universitasku pakai BTN-Bank Tabungan Negara untuk pembayaran kuliah). Setelah itu aku muter lagi menuju ke BTN kampus yang kukira masih di tempat yang sama. Sampai disana aku tanya satpam, ternyata BTN sudah pindah ke depan kampus, di kompleks Pusdiklat. Lalu aku segera kesana. Sampai sana aku bertanya ke pak satpamnya yang mukanya rada-rada mirip artis Korea tapi iteman dia, "Pak kalo mau ngurus akun yang diblokir karena katanya autodebetnya gagal gimana ya?". Kata bapaknya ngurus lagi di bank. Tapi sayangnya waktu itu aku nggak bawa buku tabunganku dan jam sudah menunjukkan pukul 2 lebih sekian, padahal banknya tutup sekitar jam 3. Duhdek...

Lalu pak satpamnya menyarankan untuk ke bank yang terdekat saja. Aku akhirnya balik ke rumah. Sampai rumah, aku menelan obat sebentar, lalu pergi lagi. Ibuku heran. Ya biar. Terus aku ke bank yang lebih dekat. Disana banknya hampir tutup karena aku sampai disana hampir jam 3. Omaigat... Kemudian aku ceritakan apa masalahku kepada ibu-ibu pegawai disana, lalu ini momen yang menyentuh. Disana terdapat 4 orang; satu satpam laki-laki, satu ibu-ibu, satu namanya mba Ihda Azizah (semoga namanya bener), satu lagi namanya mba Dyah. Kemudian mereka berempat membantuku untuk menyelesaikan urusanku. Awalnya ibu-ibu itu yang mendengar ceritaku, lalu mba Ihda dimintai tolong untuk mengurus uang pembayaran yang ternyata belum disetor ke kampus karena gagal tadi. Lalu mba-nya mencoba membantu mendebet uangnya. Tapi ternyata, karena uangnya diatas satu juta, maka harus pakai ATM. Sayangnya karmas (kartu mahasiswa) punyaku ATM-nya tidak kuaktifkan. Akhirnya aku harus membuat ATM baru dulu. Pembuatan ATM dibantu oleh mba Dyah ini. Setelah jadi, mba Ihda mendebetkan uang di tabunganku dengan ATM baruku yang biaya untuk mengganti pembuatannya Rp 15.000,-. Tak apa, it's okay...

Selesai. Tabunganku berhasil didebet dan uangnya sudah masuk universitas. Aku lega. Satu simpul keruwetan telah diurai. Kemudian aku ucapkan terima kasih kepada semua yang ada disitu dengan senyum yang lebar dan bahagia. Saat itu aku merasa, disitulah tangan-tangan Allah menggerakkan hati-hati orang-orang di BTN itu untuk membantuku. Padahal saat itu bank akan segera ditutup, bahkan pintu besi (namanya apasih aku lupa) yang biasa dipakai kayak di toko-toko dan swalayan itu sudah ditutup setengahnya.

Keluar dari bank aku lega. Sangat lega. Kemudian aku menuju ke sekolah adekku untuk menjemputnya. Sebelum itu, aku mampir ke sebuah masjid tak jauh dari sekolah adekku untuk sholat Ashar. Selesai sholat, aku benar-benar bersyukur. Aku menangis. Aku merasakan betapa nikmatnya sholat dengan perasaan penuh syukur itu. Kemudian aku segera ke sekolah adekku untuk menjemputnya dan pulang. Di rumah, aku baru bercerita apa masalah yang kualami kepada kedua orang tuaku. Sebelumnya, aku sama sekali tak menceritakan apa-apa karena kupikir nanti hanya akan membuat mereka panik. Aku hanya bercerita setelah masalahku mulai beres. Dan terakhir, saat aku akan mengumpulkan KRS-ku ke pengajaran fakultas, saat di fotokopian, saat aku memfotokopi nota pembayaran dari bank, masnya dengan muka datar bilang, "udah bawa aja...", karena mungkin cuma 1 lembar, jadi sekalian aja nggak usah dibayar. Begitu.

Selasa, 25 Agustus, adalah batas terakhir input data mata kuliah. Setelah semalam aku lega karena berhasil mengaktifkan status mahasiswaku, paginya aku dibuat galau lagi dengan gagalnya loginku ke siakad. Tak kehabisan akal, aku kemudian menuju ke bagian pendidikan pusat lagi. Disana aku tanyakan kepada ibu-ibu tentang kegegalanku masuk siakad. Ternyata pin yang biasa kugunakan login telah berganti. Pin 6 digit yang sejak semester 1 kupakai sudah tak bisa digunakan, diganti pin baru 6 digit. Aku catat pinnya di tanganku, karena waktu itu mau mencatat di hp kelamaan. Lalu aku menuju spot wifi favoritku, masjid kampus, tepatnya di kamar takmirnya. Lalu disana aku login ke siakad dengan pin baru. Alhamdulillah berhasil. Aku segera mengisi Kartu Rencana Studi (KRS) milikku. Yang membuatku lebih terkejut adalah, ternyata IP-ku meningkat lagi. Jika dibuat grafik, IP-ku sejak semester 1 hingga 6 adalah naik grafiknya, tentu saja itu karena IP di semester awal jeblok, sangat-sangat jelek sampai kalau ditanya orang lain aku jawab "Aku lupa...". Alhamdulillah, aku bisa mengambil SKS lebih banyak lagi. Tapi kali ini sengaja tidak aku ambil full, karena aku takut akan kewalahan untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Akhirnya dari 21 SKS, aku ambil 7 SKS saja. Yang lebih bikin seru lagi, setelah salah satu kakak tingkatku yang luar biasa kutanyai, aku dikirimi file Excel yang isinya tentang pemanajemenan SKS dan waktu untuk lulus. Itu yang dia lakukan sehingga dia bisa mengontrol akademiknya. Oiya, btw, kenapa kakak tingkatku ini luar biasa adalah karena dia lulus cumlaude 4 tahun dengan IPK 4. Bulet 4. Terlebih, riwayat organisasinya segudang, dan dia juga peraih beasiswa aktivis. Luar biasa. Namanya, kami sering memanggilnya Mas Mantas. Rian Mantasa. Legenda baru di fakultas teknik, bahkan mungkin universitas. Tapi yaah, aku tak mungkin bisa sepertinya saat ini, karena sudah terlambat. Tapi, tentu saja ada jalan cerita lain yang bisa menjadi cerita heroik untuk diceritakan kemudian setelah aku lulus dari kuliahku ini nanti.

Disinilah cerita itu berakhir untuk saat ini. Maksudku, cerita bagaimana perjuanganku untuk mengembalikan status kuliahku yang mengambang menjadi aktif kembali. Sebuah hikmah besar yang kuambil adalah, bahwa amal-amal sholih kita membawa keberkahan di dalamnya. Aktivitas kita, ketika itu diiringi amal sholih, akan membawa kebaikan yang bahkan tak disangka-sangka. Aku benar-benar merasakan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan adalah disini. Dimana Allah turut campur membantu mengatasi masalah yang kuhadapi. Tentu hal itu bukan tana sebab, karena sebelumnya, aku juga memohon dengan sangat kepadaNya. Suatu malam aku pernah terbangun, kemudian sholat Tahajjud. Setelahnya, aku memohon, berdoa kepada Allah bahkan hingga menangis untuk sekedar memudahkan urusan duniaku ini. Kemudian, aku juga berusaha untuk berinfaq sebisaku. Sebelumnya, aku membaca sebuah threat di internet, seseorang yang memiliki masalah dengan kuliahnya. Kemudian kawan-kawannya mengomentari dan salah satu yang paling membekas untukku adalah dengan melakukan amal sholih itu. Temannya itu berpesan untuk menjaga sholatnya, berinfaq, berdzikir, dan sebagainya. Kemudian aku teringat juga dengan sebuah cerita, seorang direktur yang bangkrut habis-habisan. Kemudian dia berjualan nasi bungkus. Di depan warungnya dia membuat spanduk dengan tulisan bahwa dia akan berinfaq 100 juta. Sungguh ajaib bahwa akhirnya dia mampu berinfaq 100 juta pula. Kemudian dia tingkatkan menjadi 1 miliar. Luar biasa.

Yang ingin kukatakan disini adalah, bahwa jangan pernah berburuk sangka kepada Allah. Jangan pernah kamu menilai suatu masalah dengan sudut pandang negatif, karena masalah ada untuk diselesaikan. Dan jika kamu bisa menyelesaikan suatu masalah, maka itu tanda bahwa kamu pantas untuk naik tingkat. Semakin tinggi tingkat itu, semakin rumit masalahnya. Namun, bagi para pejuang dengan jiwa-jiwa yang kokoh, masalah itu tak lebih besar dari keagungan Tuhannya. Maka, jika mereka tertimpa masalah, jika mereka diuji dengan masalah, maka mereka mendekat kepada pemberi masalah, Allah. Karena hanya dariNya pula mereka akan mendapatkan jalan keluar. Mereka mengetahui bahwa diri mereka lemah, sehingga dengan begitu mereka menguatkan sandaran mereka kepada Allah. Ya, manusia itu lemah. Tapi bukan berarti manusia tak mampu menyelesaikan sebuah masalah. Jika dia kalah dengan masalah, maka dia lebih lemah dari masalah itu. Karena itu, bagi para pejuang, jiwanya adalah jiwa pemenang. Sekeras apa usaha yang dia lakukan, sebesar itu pula kemenangan atau kegagalan yang dia dapat. Ingatkah tentang nasehat, "man jadda wajada", siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapatkan (apa yang dia usahakan). Maka bagi para pejuang berjiwa pemenang, yang dipikirkannya bukan bagaimana menghindari masalah, tapi bagaimana dia bisa mencari jalan menyelesaikan masalah. Dan inilah hikmah besar yang kuambil, sebuah benang merah antara amal sholih hingga mencapai keberhasilan adalah bahwa amal sholih yang dilakukan tanpa tercampuri niat buruk akan memberikan keberkahan kepada pelakunya. Ketika dia ditimpa ujian kesulitan, maka seperti kata Allah, Dia iringkan kesulitan itu dengan kemudahan. Maka jika dia bersungguh-sungguh menghadapi kesulitan itu, Allah bukakan jalan kemudahan untuknya, bahkan dari arah yang tak diduganya. Jika sudah begitu, takkan ada yang bisa menghalangi. Dan itulah keberkahan bagi para pelaku kebaikan.

Hanya satu, dari masalah ini yang belum bisa kuselesaikan dan membuatku sedih, adalah bahwa aku gagal menolong temanku untuk bisa kembali kuliah. Jika saja aku lebih serius menolongnya, mungkin dia bisa kembali kuliah. Tapi, itu sudah berlalu. Semoga ada kesempatan lain untukku menolongnya.

Adapun ketika aku menyebutkan kebaikan apa yang sudah kulakukan, bukan bermaksud untuk sombong atau pamer, tapi hanya semata-mata untuk saling berbagi dan memberikan pelajaran bahwa amal-amal kebaikan seperti itu mampu menolongmu menghadapi masalah. Temanku pernah berkata bahwa ketika kita dilanda masalah, coba carilah amal-amal unggulanmu, sehingga dengannya menjadi perantara Allah menolongmu keluar dari masalah. Bahkan, ketika kutahu bahwa dosa-dosaku masih menggunung, Allah seakan tak peduli dan tetap memberikan nikmatnya seluas lautan. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Sungguh malu.

Tak lupa, kepada semua pihak yang sudah bersedia membantuku, dari temanku yang memberikan info, temanku yang meminjamkan sepatu, pak satpam di BTN, ibu-ibu pegawai, mba Ihda, mba Dyah, pembimbing akademikku, mas-mas dan bapak-bapak di bagian pendidikan fakultas maupun universitas, bahkan pegawai pom bensin yang mengisikan bensin ke motorku, dan semua yang Allah gerakkan untuk membantuku, kuucapkan terima kasih semua atas pertolongannya. Tak ada yang bisa kulakukan selain mendoakan kebaikan-kebaikan untuk kalian.

Semoga, kelulusanku kelak membawa berkah...

Semoga bisa diambil hikmahnya...

0 komentar :

Posting Komentar

Cancel Reply