Tanpa Cinta, Dakwah adalah Dusta

#NtMs

Sesungguhnya catatan singkat ini lebih berupa tulisan penyadaran kepada diri sendiri. Karena merasa betapa masih jauhnya diriku dari sosok yang bisa memberi teladan dan inspirasi. Betapa jauhnya diriku dari figur yang dapat mengayomi. Betapa jauhnya diriku dari profil seorang da'i, sementara di lain sisi tugas membina selalu hadir di sekitarku, entah kepada teman, kepada adik tingkat, kepada kakak tingkat, kepada saudara, atau kepada siapapun. Dan di lain sisi pula sebuah kalimat yang sejak dulu digaungkan dalam hampir tiap pertemuan, نحن الدّعاة قبل كلّ شيع; "kalian adalah da'i sebelum menjadi yang lainnya", hampir selalu membayangi. Betapa berat kan tugas kita? Hingga gunung yang besar pun undur diri dari amanah itu. Hingga tiada makhluk yang berani mengembannya melainkan manusia.

Menjadi da'i, mungkin itu adalah predikat yang tidak semua orang mau menggenggamnya, bahkan aku juga. Aku tidak suka jika harus dipanggil ustadz, kiai, orang alim, dqn semacamnya. Sungguh, itu adalah embel-embel yang berat konsekuensinya. Namun bukan berarti tugas da'i kita tinggalkan. Mengajak tak mesti menjadi yang terbaik dahulu. Menasehati tak mesti menjadi yang paling suci dahulu. Justru, karena kita ingin menjadi terbaik, karena kita ingin menjadi lebih suci (hati dan perilakunya-red), maka kita mengajak dan menasehati. Karena kita masih peduli. Dan karena kita yakin apa yang kita bawa bukanlah kesalahan. Maka biarlah setiap kali ada yang nyinyir dan menghina. Karena kita takkan mati karena itu.

Menjadi da'i, seperti kata-kata diatas, kita adalah da'i sebelum menjadi yang lainnya, adalah sebuah tanggung jawa besar. Tanggung jawab atas nama jiwa-jiwa yang sadar dan ingin merubah. Oleh karena itu, diam bukanlah solusi. Rasul sendiri berkata, sampaikan dariku walaupun satu ayat. Maka, bukan soal berapa banyak yang sudah kau pelajari, tapi berapa banyak yang sudah kau sampaikan dari yang kau miliki. Karena dalam dakwah, memberi adalah keniscayaan. Kau akan berikan, bukan saja ilmumu, hartamu, tapi juga waktumu, pikiranmu, tenagamu, bahkan nyawamu jika perlu. Semakin besar yang kau beri, semakin besar pula balasan dari Allah. Nah, sedangkan kita? Kadang meluangkan waktu saja masih malas. Astaghfirullah...

Menjadi da'i memang bukan tugas mudah. Ia hanya bisa diemban jiwa-jiwa yang tangguh, mental-mental tahan banting, fisik-fisik yang kuat, dan pikiran-pikiran cemerlang. Maka selalulah asah diri ini untuk itu. Karena takkan sia-sia pada akhirnya nanti.

Hanya saja, satu hal dasar yang mesti diingat dalam menjadi seorang da'i -atau orang-orang yang ingin mengajak kepada kebaikan- adalah bahwa landasan dalam kita bertindak adalah cinta. Tanpa cinta, dakwah yang kita lakukan adalah dusta. Karena inti dari ajakan kita adalah untuk menyelamatkan mereka dari jebakan kesalahan dan dosa. Maka jika engkau harus benci, bencilah apa yang mereka lakukan, bukan siapa yang melakukan. Karena sejatinya, mereka belum tahu bahwa itu salah, atau hati mereka belum tergerak untuk meninggalkannya.

Ya, tanpa cinta, dakwah adalah dusta. Agama ini adalah agama cinta, yang mengajarkan kedamaian dan kasih sayang. Agama ini adalah agama rahmat, yang keberadaannya memakmurkan alamnya, memberikan manfaat dan kebaikan penduduknya. Maka jika suatu saat kau dengar ada yang buruk dari Islam, maka salahkan pelakunya, bukqn Islamnya. Teroris, pembunuh, pencuri, koruptor, dan sebagainya, jika mereka katakan bahwa mereka Islam, maka adili mereka, bukan adili agamanya. Karena sejatinya mereka kehilangan cinta dalam agama ini.

Maka, tugas da'i adalah membimbing kembali mereka meraih cintanya. Namun bukan dengan kebencian, melainkan dengan kasih sayang. Sebenci-bencinya seorang da'i kepada mereka pelaku kejahatan, mereka harus tetap mengutamakan sabar dalam memberikan nasehatnya, agar hawa nafsu tak menguasai pikirannya sehingga keputusan yang diberikan akan salah langkah. Seorang da'i harus mampu mengendalikan dirinya, mampu meredam hal-hal buruk dalam dirinya sehingga pancaran kebaikan yang keluar dari dirinya mampu menyilaukan dan merasuki jiwa objek dakwahnya. Memang tidak mudah, bahkan berat, karena itu makhluk lain tak ada yang mampu menanggungnya. Hanya manusia yang diberi kelebihan akal untuk berpikir dan hati untuk merasai yang mampu memanfaatkan semua itu untuk kebaikan dirinya dan orang lain.

Dan, jika dakwah adalah cinta, maka setiap langkah kakinya, hela nafasnya, detak jantungnya, lantun suaranya, dan berbagai aktivitas lainnya, semua adalah keikhlasan. Karena cinta akan selalu menuntut pecintanya kepada kerelaan, bukan paksaan. Maka orang-orang yang mengambil cinta Tuhannya, tiada pengharapan terbesar selain keridhaan Tuhannya. Keluhnya berganti dzikir, diamnya adalah munajat, dan tuturnya adalah kebaikan. Mereka adalah orang-orang yang menggadaikan dunianya untuk sesuatu yang lebih kekal abadi, Surga. Dan mereka ingin membagi surga itu kepada orang-orang yang dicintainya.

Sedangkan aku?

0 komentar :

Posting Komentar

Cancel Reply