Titik Kulminasi

Sudah hampir seperempat abad tepat aku hidup. 26 hari lagi sejak sekarang, aku resmi menyandang usia 25 tahun. Usia dimana telah masanya memasuki fase baru; membentuk lingkaran keluarga baru. Rasulullah di usia 25 pula pertama kali menikahi Khadijah. Karena itu, kupikir usia segitu bukanlah sebuah keterlambatan untuk menjejakkan kaki ke dalamnya. Lagipula, targetku juga memang di usia itu.

Akhir-akhir ini, keinginan untuk hal itu makin bertambah. Namun, urusan perkuliahanku yang belum usai harus membuatku menangguhkan sebentar keinginan untuk menikah itu. Jujur saja, sesungguhnya aku menyukai seseorang, meski kita belum lama kenal. Cerita di ujung batas mengawali semuanya. Dia sedikit banyak mirip ibuku, terutama dari segi wajah, heheh. Bisa masak juga. Bahkan kemarin kupikir-pikir, tingginya nggak jauh beda. Dari sifat ada beberapa yang mirip juga. Oke cukup deskripsi singkatnya.

Dulu, aku pernah membuat biodata untuk lamaran. Ini diminta oleh guru ngajiku. Saat itu, aku menulis banyak hal sampai 16 halaman. Dan standar wanita yang kutulis disana, kupilih yang paling tinggi menurutku. Artinya, standar yang kutulis adalah standar keinginan tertinggiku. Sebenarnya, jika pun yang nanti kudapatkan tidak sesuai dengan apa yang kutulis, aku tidak masalah. Sebab, di beberapa hal, hal itu bisa kukompromikan. Aku bukanlah orang yang perfeksionis yang jika menginginkan ini haruslah ini. Malah aku lebih kepada tipikal yang, "kalau memang tidak bisa dapat ini yasudah tidak apa-apa dapat yang begitu". Karena aku sadar, membebani pasangan dengan keinginan-keinginan yang terlalu berlebihan akan sangat membebaninya. Kasihan.

Aku bukanlah orang perfeksionis. Yang kuinginkan ketika aku bersanding denganmu adalah ketenangan batin. Aku hanya ingin memiliki orang yang bisa menjaga hatiku. Dengan begitu, aku juga bisa menjaga hatimu. Aku hanya ingin memiliki rumah tangga yang tenang dan harmonis. Sehingga aku dan dirimu, kita sama-sama bisa saling belajar. Aku tidak butuh pasangan yang bisa berdalil fasih, bisa mengisi kajian, dan semacamnya. Yang kuinginkan adalah pasangan yang bisa mendidik anak-anak nantinya. Karena tujuan menikah, diantaranya untuk sama-sama berproses, terus menjadi baik dari waktu ke waktu. Asalkan dirimu mau terus memperbaiki diri, mau menerima kelebihan dan kekuranganku, dan menjadi pasangan yang menenangkan hati, itu lebih dari cukup bagiku. Aku ini pencemburu. Karena itu, aku ingin memiliki seseorang yang bisa menjagaku dari tersulutnya api cemburu. Aku sudah puas dengan hal itu. Untuk menjadi baik, aku ingin sama-sama menggandengmu, berjalan bersama, hingga Surga.

Teruntuk dirimu, mohon mengertilah. Kita telah sama-sama di titik kulminasi, yang mungkin membuat kita telah jenuh. Namun bersabarlah sebentar lagi. Jika diberi kesempatan, aku akan menjemputmu.

0 komentar :

Posting Komentar

Cancel Reply