Love of the Light - sebuah cerpen
Senja
berganti malam diiringi semburat merah yang kian memadam. Kulangkahkan kakiku
menuju tempat wudhu karena Allah telah memanggilku untuk menghadap padaNya.
Kemudian aku bergegas menuju rumahNya untuk mendirikan tiang agama ini berjama’ah.
Usai dari
masjid, aku segera pulang. Seperti biasa, kebiasaanku adalah membaca Al Qur’an
selepas shalat maghrib. Suatu saat saat membaca, aku sampai pada sebuah ayat
yang berbunyi, “zuyyina linnaasi hubbusysyahawaati minannisaa’i wal baniina…… -ila
akhir” (QS. Ali Imran :14). Sesaat setelah membacanya, aku berhenti. Kulirikkan
mataku untuk mencari terjemahan ayat itu yang memang terasa familiar di telinga,
“dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia, cinta terhadap apa yang
diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang
bertumpuk-tumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat
kembali yang baik.”. Lalu aku terdiam. Ingatanku kuaduk-aduk untuk mencari
potongan episode sebuah kejadian siang tadi. Aku pun menghela nafas,
geleng-geleng kepala mengingat kejadian siang tadi yang tak habis pikir.
***
Saat itu
aku sedang ada di taman di fakultasku. Kebetulan sedang kosong, jadi aku bisa
santai-santai dulu disana. Aku sedang baca buku. Kemudian selang 5 menit-an
datang temanku. Kami pun ngobrol-ngobrol agak lama. Kebetulan juga dia teman
yang cukup dekat denganku, jadi antara aku dan dia enak ngomongnya. Awalnya
kita cuma ngobrol sekedar materi kuliah, namun lama-lama pembicaraan mengarah
juga ke hal-hal yang lebih sensitif buatku. Aku sedikit terkejut juga, tapi
kemudian aku sadar, dia memang manusia biasa, bukan nabi yang maksum. Aku sadar
juga, dia bukan berasal dari lingkungan sepertiku, yang dikenalkan agama sejak
kecil, yang dikenalkan agama secara jelas dan benar. Awalnya aku memang tak
habis pikir, namun kumaklumi kemudian melihat latar belakangnya yang jauh
berbeda dariku. Mungkin inilah yang kukatakan prinsip. Saat orang-orang lainnya
bangga dengan apa yang mereka lakukan –tak peduli apakah itu salah atau benar,
aku disini sibuk memilah mana yang benar untuk kulakukan dan mana yang harus
kutinggalkan. Seperti halnya ini juga, ketika dia dengan enteng dan rasa tak
bersalahnya bicara di depanku seperti seorang anak polos, aku, hatiku, tentu
tak pernah mengizinkan ragaku membenarkan perbuatan itu, karena jiwaku telah
faham bahwa itu tidak benar. Sesaat kemudian aku terdiam. Tatapanku seolah
tajam menatap ke bawah, padahal sebenarnya aku bingung mau jawab apa.
“Gimana,
menurut kamu aku cocok kan pacaran sama si Ina itu??” Tanya temanku ini.
“Emm…
gimana yaa…?? Aku gak bisa bilang kamu cocok sih… soalnya…” Aku jawab
terbata-bata.
“Ooohh…..
enggak cocok ya… dimananya?” Tiba-tiba temanku ini buru-buru menyela
perkataanku yang belum kutuntaskan.
“Nggh….
di itunya, anu, di…” Aku bingung mau jawabnya, “kurasa kalian emang
enggak cocok deh… hehe…”
“Gitu
ya…” Balasnya singkat. Entah, apa yang dia pikirkan setelah kukatakan
barusan. Tapi dari sorot matanya itu, kupikir dia tak setuju dengan
pernyataanku.
Tulilit…
Tulilit…
Tiba-tiba
terdengar dering HP. Mungkin ada SMS.
“Ah,
maaf ya… Aku pergi dulu, mau ketemuan sama temenku dari FISIP.” Jelasnya dengan wajah tersenyum setelah
membuka HP-nya.
“Mau
ngapain??” Tanyaku dengan nada selidik. Enggak, bukannya aku su’udzan, aku
cuma mau memastikan aja.
”Mau bikin
rancangan usaha buat diajukan ke universitas. Kita mau bikin usaha…” Kata
temanku itu.
“Oh, PKM
ya?” Tanyaku.
“Iya…” Jawabnya
sambil berlalu.
Tinggallah
aku sendiri lagi. Sebenarnya di tempat itu bukan aku sendirian sih, ada
beberapa orang juga yang istirahat disitu, atau sedang mengerjakan tugas.
Kebetulan aja aku lagi enggak ada tugas, jadi bisa nyantai. Aku lanjutkan lagi
baca bukunya.
Tak lama, aku pun mulai merasa bosan. Juga, lama-lama baca
buku bikin aku jadi ngantuk. Akhirnya, tanpa sadar aku pun tertidur disana.
Sebenarnya ini bukan pertama kalinya aku tertidur disana. Beberapa kali aku
sempat ketiduran disana karena selain memang tempatnya yang teduh dan sejuk,
juga suasananya mendukung. Bahkan, kalau kuingat-ingat lagi, aku pernah sampai
nggak ikut kuliah tiga kali gara-gara ketiduran. Dan menyebalkannya, yang dua
kali itu karena temanku gak ada yang mbangunin aku, yang satu karena mereka
nggak tau ternyata itu aku, yang satu lagi karena iseng menjahiliku. Hih!
***
Sedikit tersenyum kalau kuingat-ingat lagi kejadian tadi
siang. Meski, aku juga harus menghela nafas dengan sikap temanku itu. Tapi mau
gimana lagi, inilah dunia perkuliahan. Kamu tak bisa mengharapkan semua jadi
cocok sesuai keinginanmu. Aku cuma bisa bersabar membimbng dan ngingetin dia.
Kali aja suatu saat, dia sadar atas kekhilafannya, terus berubah 180 derajat
jadi orang baik, bahkan melebihiku. Siapa tau…
Tiiing……..
Aku kenal suara itu. Itu adalah suara kalau ada SMS masuk
HP-ku. Segera kuperiksa, ternyata SMS dari temanku siang tadi. Mataku
terbelalak membaca SMS itu, tersenyum sedikit namun kemudian beristighfar. Apa-apaan
ini…
Friend, kurasa ap yg kmu ktkan siang td bner. Aku egk co2k
sma dy. Sore td aku liat dy jlan breng sma cwok lain, kliatn msra bgt.
Yaudhlah, aku tnggalin aj. Tp brita bgusny, aku dpet gntinya looh… Orngnya jg
baik, mlah lbih prhtan sma aku… Oke, bsok aku critain…
Ya Allah… baru enam jam kurang dia udah bisa move on. Sempat
aku membatin, apa dia ini playboy yak? Ah, sudahlah… Lalu kubalas SMS-nya.
Ya Allah, kmu msih jg mkirn pcran? Hri gni… tgas msih bnyk
bro, blm lg praktkum, acara2, ah lo… msa’ pcran mulu yg dpkir… Negara jg donk…
ummat :P
Sengaja kubuat terlihat agak bercanda, agar dia enggak
tersinggung. Lagian, aku males juga sih kalo sekedar dicurhatin tentang cewek.
Emang gue apaan… Mending-mending kalo ditanyain masalah fiqh, walau pun karena
itu aku harus pontang-panting kesana-kemari nyari jawabannya. Okelah, setelah
itu aku nggak buka HP lagi. Aku pergi ke ruang makan. Mau ngapain? Ya mau
makanlah, masa’ mau mandi… -,-
***
Malam kian larut. Sayup-sayup suara lalu lalang kendaraan
kian menyepi digantikan semilir bayu malam. Sejenak aku mendudukkan diriku di
kursi teras rumah, memandangi halaman kecil yang tampak remang-remang dalam
cahaya lampu kuning. Indah memang dipandang, namun bukan itu yang
ingin kupikirkan. Aku putar balik memori seharian ini, dan kutemukan pecahan
episode menggelikan namun juga menyedihkan. Tentang temanku. Jujur, tentu aku
merasa akulah yang paling bertanggungjawab atas dirnya, karena aku adalah orang
terdekatnya. Aku terdiam lama di atas kursi itu. Semakin lama hingga kantuk
menyerangku dari kesadaran. Karena itu, aku pun kembali ke kamarku dan
siap-siap tidur.
Pagi. Cahaya mentari pagi ini terlihat begitu memukau.
Seperti pantulan dari sinar yang mengenai intan berlian. Perasaanku sedang
bagus hari ini. Entah, seperti aku melupakan kejadian kemarin begitu saja. Hari
ini aku kuliah pagi, jadi aku berangkat lebh pagi, sekitar pukul tujuh.
Selama kuliah pun sebenarnya tak ada hal-hal yang beda dari
biasanya, sama saja, ordinary daily activities. Hingga suatu saat saat jam
kosong, lagi-lagi aku nganggur dan duduk di taman fakultasku. Dan lagi-lagi aku
didatangi temanku itu. Dan, lagi-lagi dia membahas soal perempuan. Haduh, males
bener aku.
“Eh, kemarin aku udah cerita belum aku jadian sama si
Dina?” Tanyanya membuka pembicaraan.
“Udaaaaaah…..” Jawabku sekenanya.
“Kenapa lo? Kok kayak gak semangat gitu, tumben banget…”
Tiba-tiba da mengalihkan pembicaraan.
“Ah, enggak apa-apa kok…” Balasku.
“Oh, kirain lagi sakit. Eh, tau nggak,kemarin itu aku
nembak dia, dan gaktaunya, ternyata dia mau sama aku. Wah, keren bener, padahal
kukira gak bakal diterima…” Lanjutnya nyeritain kisahnya.
“Oh, selamat deh…” Balasku sinis. Biarin, orang paling
males diajak bicara gitu, malah dia ngajak bicara masalah gitu. Jadilah bête.
“Tau gak kemaren aku bilangnya gimana? Aku cuma bilang,
DOR! Kamu kutembak yah…, eh dia malah jawab, Wah, aku ditembak, terima gak
yaah? Terima deh… gitu…” Sambungnya.
Eh buset nih anak. Aku dibikin kaget. Dia pacaran dengan
modal SMS gratisan, nembaknya murahan pula. Parahnya lagi, si ceweknya nerima.
Oh Ya Allah, zaman sekarang emang banyak yang murahan, bahkan gratisan yaa… Aku
nggak habis pikir bakal kayak gitu kejadiannya. Bakal segampang itu ceritanya.
Murahan banget ceweknya, pikirku. Tapi yah, begitulah orang awam agama
bertindak. Bukan maksudku mengejek, namun inilah realitanya. Siapa sangka,
bakal ada yang lebih menggelikan lagi nantinya.
Aku sempat nahan ketawa, walaupun akhirnya lepas juga tawaku.
Bwahahaha, siapa sangka mulanya dari hal sepele dan rendah begitu, dan gak
bakal heran juga kalau nantinya berakhirnya juga dengan hal sepele dan
rendahan.
“Eh, kenapa malah ketawa sih?” Tanyanya setelah
melihat reaksiku.
“Enggak kenapa-kenpa, cuma lucu aja… habis, bisa-bisanya
kamu jadian modal nekat gitu, gak mutu lagi SMS-nya…” Kataku.
“Yeeeeh, itu sih namanya kreatif. Kamu sendiri, kenapa gak
nyoba nyari kayak aku? Eh, bukannya si Ina itu sekarang juga lagi jomblo ya?
Sana gih dideketin…” Nasehatnya. Yah, belum tau dia siapa gue. Gue kan anti
pacaran bro.
“Yah, buat apa dideketin? Mau morotin duitnya? Hahaha…”
Celetukku padanya.
“Ya bukanlah dodol. Kamu deketin, kamu jadiin temen akrab.
Nah, kalo kamu beruntung, dia bisa jadi pacar kamu. Atau gini, kamu langsung
tembak dia aja… Pasti langsung mau, apalagi kamu kan ganteng… Ckckck…”
Balasnya sambil menggodaku. Ih, homo ya?
“Aah, apaan sih… Kenapa kamu nyuruh aku pacaran?”
Tanyaku.
“Ah lo bro, masa’ hari gni nggak pacaran? Siapa ntar yang
nemenin kita? Siapa ntar yang khawatirin kita kalo sakit? Siapa ntar yang bisa
kita ajak curhat? Kasian ntar jadi jomblo…” Dia berargumen. Namun sayang,
argumen itu patah sebelum nyampe otakku. Aku sudah jauh-jauh hari menyadarinya.
Makanya, aku nggak terpengaruh sama kondisi seperti yang temanku alami ini.
Terseret gelombang. Terlalu mainstream. Lah, aku kan gak suka yang mainstream
kayak gitu. Makanya, aku pasti beda sendiri dari yang lain.
“Jomblo? Bagus donk… Daripada pacaran akhrnya putus… hayo…
Mending jomblo tapi bahagia. Kalo masalah siapa yang nemenin, siapa yang
khawatirin, siapa yang bisa diajak curhat, itu masih banyak selain pacar. Ada
bu, bapak, keluarga, temen lainnya, dosen, guru-guru kita dulu, ngapain pusing…
Kita kan hidup disini gak cuma berdua sama orang yang kamu juluki pacar itu…”
Jawabku menjelaskan. Yah, berharap aja dia mau berfikir setelah ini, dan
berubah tentunya.
“Tapi kan…” Dia menyergah.
“Nah, gini deh…” Aku memotong sergahannya, “sekarang
aku mau tanya, kamu itu suka apa cinta sama dia? Beda lho ya suka sama cinta
itu… Kalo suka itu karena liat, interaksi sekali dua kali… Kalo cinta itu
karena kita udah bener-bener kenal sama dia. Nah, sekarang gini, kamu udah
kenal dia berapa lama?”
“Yaa… Aku cinta sama, walaupun baru 9 jam-an kenalan…”
Katanya kemudian sambil agak berfikir.
“Yelah… Baru juga 9 jam kenal, udah bisa bilang cinta. Itu
namanya suka bro… Cinta itu beda, lebih dalem lagi… Nah, sekarang aku mau tanya
lagi, kalo dia kena masalah besar, misalnya rumahnya disita rentenir gitu, kamu
mau nggak bayarin dia?” Tanyaku selidik.
“Iya maulah…” Jawabnya meyakinkan.
“Yakin? Kalo misalnya 100 juta harus dbayar har in, mau
juga?” Tanyaku lagi.
“Iyaa, tapi dia kan masih punya keluarga besarnya. Pasti
dia bisa minta bantuan kesana…”
Kayaknya ini dia mulai mengelak.
“Nah loh, sekarang malah mengelak. Katanya cintaa, tapi
kok gak mau bantuin…” Sergahku, “inget bro, cinta tu lebih
berkonsekuensi, lebih berat, butuh pengorbanan, gak cuma bicara, jangan cuma
NATO, No Action Talk Only…”
“Tapi kan aku masih sekolah, jadi belum bisa ngasih
penghasilan donk… Ntar kalo aku udah kerja, pasti aku bantu… Apapun…”
Balasnya gak mau kalah. Lagaknya janji-janji begitu kayak calon pemimpin negara
yang sedang kampanye.
“Nah, kalo gitu jangan cinta dulu. Sekolah dulu. Cinta
ntar urusan belakangan… Apalagi pacaran, saranku, udah deh, tinggalin aja.
Putusin aja, daripada ntar ujung-ujungnya nambah beban kamu.” Nasehatku.
“Tapi kan suka itu gak salah… Suka kan fitrah, iya kan…”
Sanggahnya lagi. Wah, ini anak kayaknya masih bandel deh.
“Nah ketauan kan, suka doang ternyata. Iya, emang suka itu
gak salah, itu wajar. Suka itu fitrah. Tapi yang gak wajar itu apa yang
sesudahnya. Kalo kamu nyatakan suka itu sekarang, itu yang gak wajar
sebenernya. Kenapa? Karena belum waktunya. Nah, belum waktunya kok udah kamu
percepat. Ibaratnya kayak buah yang belum mateng, terus kamu petik, enak nggak?
Enggak kan… Nah, kenape emang kok buru-buru? Santai ajalah, nikmati
perjalanannya. Kalo kita sabar, insyaAllah, janji Allah itu gak akan
diingkariNya. Semua past akan ndah pada waktunya.” Jelasku perlahan dan
dalam agar dia paham.
“Enggak, bukan gitu. Sebenernya aku cuma pengen punya
sahabat deket aja, yang bisa ngertiin aku…” Tiba-tiba dai membuat pengakuan
yang menurutku aneh, dan tentu saja menyimpang dari yang pertama dikatakannya.
“Nah, kalo gitu kenapa enggak jadi sahabat aja? Kenapa
malah jadi pacar? Toh yang kamu butuhin sahabat kan… Bro,inget, aku juga masih
disini. Kapanpun kamu butuh bantuanku, aku pasti akan nolongin…” Kataku sok
bijak begitu, hehe…
“Aaaah, iya-iya aku ngaku deh… Sebenernya... Sebenernya...
Aku emang bener-bener suka dia, aku takut kalo dia nantinya pergi ke orang
lain. Aku ngerasa dia sangat sempurna untukku. Aku takut kalo ternyata dia
nantinya bukan jodohku, jadi…” Kata-katanya terdengar lebih menyedihkan
sekarang. Lebih menyedihkan dari wajahnya.
PLOK…!!
“Brooo… Haduh, sejak kapan kamu jadi cowok galau nan rapuh
begini…?? Ayolah, kamu itu laki-laki, masa’ gara-gara begitu doang jadi lembek
sih…” Kataku sambil memegang pundaknya, memberinya semangat.
“Tapi…” Dia tertunduk, namun kemudian dia mengangkat
kepala lagi, “eh tapi, kenapa kamu nggak kebingungan? Kalo si Ina diambil
orang gimana lhoh… Ntar nyesel… Menurutku dia orang yang baik kok, kamu
harusnya bisa dapetin dia, apalagi kamu juga orangnya baik. Kalo ntar butuh
bantuan, aku bantu deh…”
Seolah mengalihkan kegelisahannya barusan. Dia tiba-tiba
menstimulusku untuk melakukan seperti apa yang dia lakukan. Ah, gilee nih anak,
kirain mulai sadar. Terrrrnyataaaaaaa……………
“Sob, gini deh… Tadi kamu keliatan kayak orang paling
sedih sedunia gitu. Sesaat kemudian tiba-tiba berubah jadi kayak salesman
nawarin produk. Kenape nih? Gini yaa aku kasih tau, jodoh tuh udah ada yang
ngatur. Jadi kita gak usah sok sibuk nyari-nyarinya lagi. Kalo udah waktunya
ntar, Allah pasti ngasih tau, gak usah dicari lagi, tapi dijemput. Tapi yang
lebih penting adalah, sebelum masa itu tiba, jadikan dirimu lebih baik dulu.
Bukan dengan pacaran, namun dengan baca Qur’an, bukan dengan bergaya, namun
dengan sholat Dhuha, bukan dengan pamer harta, namun dengan puasa, bukan dengan
ngrokok dan sok jagoan, namun dengan bertingkah sopan. Maksudnya, perbaiki
apapun dari dirimu yang masih kurang baik, jadikan itu lebih baik dan lebih
dicnta Allah. Gak usah peduliin apa kata mereka, tapi pikirin aja Allah suka
begini apa kagak. Nah, percuma kan kalo ngejar-ngejar si dia sampe jatuh bangun
berkali-kali, akhirnya tetep nggak dapet. Atau udah pacaran selama empat taun
lebih, tapi ujung-ujungnya putus juga. Gak ada yang menjamin pasangan hidup
kita itu dari garis silsilah pacar. Mending kan kamu fokus belajar biar sukses,
bisa bahagiain orang tua. Yaah??” kataku panjang ngasih pendapat dari
pemikiranku sendiri. In nh yang sejak kemaren sebenernya pengen kuungkpin ke
dia. Nunggu tming yng pas aja, hhoho…
“Tapi bro, aku mau nanya nih… Kamu kok gak terpengaruh
sama temen-temen lain yangpunya pacar gitu? Emang enak jomblo gitu?”
Tanyanya penasaran.
“Heeeh, udah kubilang kan, jodoh itu udah ada yang ngatur.
Ngapain juga aku masih kut-ikutan pacaran, kayak aku nggak bakal laku aja…
hehehe… Lagian enak jomblo gini, mau pergi kemana-mana gak ribet, gak usah
sok-sok pamit ke pacar, gak usah ngajakin pacar, bebas kayak burung…”
Jawabku.
“Ooh… gitu… Beneran kamu nggak khawatir sama sekali dengan
jodoh? Kamu punya orang special nggak? Maksudku, kayak orang yang kamu sukai
gitu, selain keluarga tentunya…” Tanyanya lagi.
Eh, apaan ini? Kok tiba-tiba nanya gitu. Aku mau jawab apa
lagi… Aku diam sejenak. Menerawang ke atas. Pertanyaan barusan membuatku ingat
masa-masa SMA. Ah, itu udah cerita masa lalu. Meski begitu, sebenarnya aku
masih menyimpan potongan-potongan cerita itu. Sebuah potongan kisah yang masih
teringat jelas di ingatanku. Kisah antara aku dan dia. Namun aku berusaha
menutup tu dalam-dalam. Bukan membenci, justru aku menyukainya. Namun aku
takut, itu juga yang akan mnghempaskanku ke bawah dengan keras.
“Hufft… Punya, kenapa? Mau tau…?” Balasku.
“Iya, kalo kamu mau ngasih tau…” Jawabnya, “terus,
perasaan kamu sekarang gimana?”
“Yaa nggak gimana-gimana. Orang namanya suka, ya gak bisa
mengelak juga. Cuma yang membedakanku dari kebanyakan adalah cara menyikapiku.
Aku gak mau terjebak dalam jurang cinta palsu, makanya aku tetap rahasiakan
masalah ini dari siapapun. Cuma Allah yang tau hal ini sebenarnya. Dan kalo
curhat, aku curhat sama Allah, bukan sama orang lain. Aku cuma berharap, kalo
emang dia bukan untukku, maka hilangkan rasa ini, tapi kalo da kelak bersamaku,
maka jagalah hati ini. Itu aja… Eh kok aku ikutan mellow gini sih…” Jawabku
diakhiri gurauan. Semoga in menyadarkannya.
“Oh, yayaya…” Dia mengangguk-angguk tanda faham.
Langit siang begitu panas menyengat. Namun bukan berarti
langkahku terhenti. Aku naik motor menuju masjid kampusku tercinta, untuk
istirahat melepas lelah dan ketemuan sama ikhwah-ikhwah lain disana. Tak lama,
aku dapat SMS dari temanku itu dan bertanya dimana posisiku berada. Ah, tumben
jam-jam segini nanyain.
Dia datang dengan wajah lebih cerah, kurasa. Ada apa?
Bebannya hIlang? Atau pkirannya melayang? Hehehe… Kemudian dia cerita lagi soal
perempuan dsan. Tapi kali ini membuatku antusias mendengarkan. Entah, apa yang
memotivasinya, dia dengan yakin berubah total seratus delapan puluh derajat
menjadi seperti diriku. Anti pacaran. Dia baru saja memutuskan pacarnya.
Katanya, bikin dia nggak tenang, takut di-selingkuhi. Hehehe, aku cuma
terkekeh. Tapi dibalik itu, aku tau ada I’tikad dan azzam yang sangat kuat
untuk berubah. Dia bilang, dia ma masuk SKI kampus. Waah, kebetulan juga, aku
juga mau masuk situ. Yuk, sama-sama berkomtmen, menjadi lebih baik. J
3 komentar :
Formulir Kontak
Labels
berbagi
(189)
curhat
(93)
inspirasi
(91)
nasehat
(89)
Agama
(70)
Cerita
(70)
Opini
(58)
Renungan
(43)
Tulisan Serius
(32)
Introspeksi
(31)
iseng
(27)
Kampus
(26)
Motivasi
(25)
Pengetahuan unik
(18)
Pengetahuan umum
(16)
Sejarah
(14)
cerpen
(13)
Pengetahuan Teknologi
(12)
puisi
(12)
Tidak jelas
(11)
Lirik
(8)
Konspirasi
(7)
Peradaban
(7)
Teknik
(6)
humor
(6)
Tips
(5)
Batas Negeri
(4)
FSLDK
(4)
Lomba
(4)
Temajuk
(4)
Arsitektur
(3)
Poster
(3)
resep makanan
(3)
Berita
(2)
Sipil
(2)
palestina
(2)
ASUSROGID
(1)
Game
(1)
IPA
(1)
KAMMI
(1)
ROG
(1)
WEAREROG
(1)
freeletics
(1)
Popular Posts
-
Ini tugas btw... Tugas kuliahku, wkwk... Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, term...
-
Di dalam agama Kristen, tanggal 25 Desember merupakan hari raya mereka yang disebut hari Natal atau kelahiran Yesus. Namun, be...
-
Pernah terpikir, atau mungkin sekedar terbersit, mengapa hati mesti melabuhkan pilihan pada brand bernama Asus ini? Dulu sewaktu SMA,...
-
Entah kenapa judulnya begitu, hahaha... Tapi keliatan keren aja pake judul gitu. Ini adalah kisah pendakian sebenarnya. Beberapa hari lalu...
-
Hati-hati dengan ilmu sihir sigil, karena ia merupakan simbol-simbol untuk menyampaikan pesannya, hal ini seperti yang dilakukan free...
-
Beberapa waktu lalu, ketika kami sedang berkumpul dan berdiskusi (kalau itu disebut diskusi), guru kami membacakan kembali sebuah hadits yan...
-
Dalam menghadapi masalah, tak jarang, dan sering mungkin, kita membalutnya dengan keluh-kesah tak berkesudahan. Kita sering mendramatisir...
-
Original After modding Kita semua bisa merubah tampilan menu standard itu dengan tangan kita sendiri, artinya.. gak perl...
-
#Bagian 11 Aku, bahkan sempat terbayang tentang kematian dalam game seperti anime SAO. Tapi itu anime, kartun, cerita buatan. Sangat berbe...
-
Ada hal lucu saat saya sekali me reply cuitan salah satu kanal media alternatif di Twitter, Tirto . Saat itu Tirto membuat cuitan dari art...
hmm.. hanya Allah yg tau???????
Posting Komentar