Membalas Orang Tua
Hari
ini, nanti, pukul 14:15 WIB adalah tepat 21 tahun aku menghirup udara dunia.
Apakah tu spesial? Tidak, kecuali satu alasan bahwa Allah telah menunjukku
untuk terlahir ke dunia. Namun pada prakteknya, kelahiran tak selalu beriringan
dengan harapan besar. Setidaknya begitulah yang kurasakan sampai saat ini.
Harapan besar orang tuaku yang dititipkan pada namaku, hingga saat ini aku
belum bisa memenuhinya. Ya, karena manusia itu pada dasarnya lemah. Dia mudah
sekali terseret dalam kesalahan. Karena itulah, manusia harus memperkuat
dirinya dengan do’a-do’a, seperti do’a yang orang tuaku titipkan pada namaku.
Bicara
mengenai orang tua, tentu kita akan selalu berkata bahwa jasa mereka takkan
pernah terbalas. Seperti halnya guru. Aku takkan menyangkal itu, karena memang
orang tua adalah sosok pahlawan tanpa tanda jasa yang sesungguhnya. Beda dengan
guru –terutama guru-guru sekarang yang banyak mengejar gaji dan sertifikasi,
entahlah, orang tua, biar bagaimanapun kondisinya, akan selalu berusaha member
yang terbaik tanpa memikirkan balasan dari anak-anaknya.
#Disitukadangsayamerasasedih (ini nggak tau hashtag dari mana kok kayaknya
mulai populer akhir-akhir ini), iya, sedih, karena biar bagaimanapun usaha yang
kita lakukan, kita takkan pernah bisa membalas apa yang orang tua pernah dan
terus berikan kepada kita. Sama sekali. Jika dibahasakan dalam matematika, maka
jasa orang tua terhadap kita itu seperti satu dibagi nol. Semua takkan
terhingga.
Coba
renungkan, mulai sejak ibu mengandung hingga kita bisa membuat artikel seperti
ini, berapa banyak jasa yang telah diberikan mereka kepada kita? Bahkan kita
sering lupa seberapa besarnya itu. Maka benarlah kata Allah dalam surah An Nahl
: 18, “dan jika kamu hitung-hitung nikmat Allah, maka niscaya kamu takkan
sanggup menghitungnya.”. Dan sungguh, jasa-jasa kebaikan orang tua adalah
salah satu nikmat dari Allah untuk kita. Makanya Allah sampai perintahkan “dan
Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya.”,
surah Luqman : 14.
Makanya, ketika
melihat diriku sendiri, aku sendiri sangat malu. Betapa banyak waktu yang
kubuang untuk tidak berbakti kepada orang tua. Betapa banyak waktu yang
kusia-siakan untuk marah-marah demi memfasilitasi egoku, sedangkan mereka hanya
sabar mendengarnya. Dulu, aku pernah menangis sejadi-jadinya meratapi sikapku.
Namun mungkin itu yang disebut air mata buaya. Maksudku, mengapa harus sampai
menangis jika harus kuulangi lagi. Aku mulai merasa gagal. Terlebih selepas
masa SMA, aku merasa banyak sekali penurunan sejak saat itu. Mungkin karena
terbiasa dikontrol dan diingatkan, kemudian dilepas sedikit menjadi lupa.
bahkan aku merasa ‘gagal’ di kuliahku pula. Dua tahun yang kuhabiskan ini
rasanya sia-sia belaka. Aku tak pernah merasa sefutur ini. Memiliki
pandangan yang hampa, tertawa kosong, menjalani hari dengan senyum palsu, menitikkan
air mata sesal, menjalani kesalahan berulang-ulang, dan hilangnya
tradisi-tradisi kebaikan yang kulakukan di waktu kecil, semua begitu menekan dan
membuat frustasi. Hampir-hampir aku berharap untuk dilahirkan kembali, atau
mengulang waktu untuk memperbaiki yang hilang. Tapi semua harapan tak berarti
itu takkan terwujud nyata. Semua terlah terjadi. Namun dari keputusasaan
pengharapan itu, dari gelapnya jurang kesusahan, selalu ada titik cahaya yang
menelisik masuk menembus awan-awan kelabu sembari berucap, walaa tay’asuu
mirrouhillaah, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, karena hanya
orang-orang yang kafir yang akan berputus asa dari perngharapan kepada Tuhan
semesta raya. Karena itu, selama Allah masih menitipkan nyawa untuk
dipergunakan di dunia, maka selama itu pula Dia masih memberikan kesempatan
kedua untukku. Dan karena itu pula, akan selalu ada kesempatan memperbaiki
diri. Bukankah sebaik-baik pendosa adalah dia yang segera bertaubat dan
memperbaiki diri?
Kemudian aku
berpikir, jika memang tak bisa jasa orang tua itu dibalas. Maka seperti konsep
energi, tak bisa dilenyapkan. karena itu, kebaikan orang tua juga takkan bisa
dilenyapkan. Namun bukan berarti kebaikan itu tak bisa disebarkan. Aku akan
selalu meyakini konsep perputaran kebaikan, bahwa kebaikan itu akan selalu
berputar sejak dari kita dan akan kembali kepada kita suatu saat nanti.
makanya, ketika kita tak bisa membalas orang tua, yang bisa dilakukan adalah
memberikan kebaikan itu kepada orang lain di sekitar kita. Itulah satu-satunya
(menurutku) yang bisa dilakukan seorang anak anak untuk membalas kebaikan orang
tua, yaitu dengan memberikan kebaikan kepada orang lain. Mungkin memang benar
dua tahun ini menjadi tahun sia-sia nilaiku, namun dua tahun ini pula yang
mengajariku belajar banyak hal dan belajar menerima banyak hal. Nilai-nilai yang
takkan kudapatkan di bangku perkuliahan kudapatkan di lingkungan sekitar.
Bertebaran. Karena itu, aku ingin menebus kesalahan-kesalahanku dua tahun lalu
dengan menjadi harapan bagi orang tuaku dan semua orang yang telah berharap
kepadaku. Aku berterimakasih kepada mereka semua yang menitipkan cita-citanya
kepadaku, sehingga menjadikanku tersadar dan tergerak untuk maju. Terimakasih
karena tidak menolak keberadaanku. Terimakasih karena bahagia aku disekitarmu. Dan terimakasih karena kau menyukai pilihanku.
Mimpi-mimpi yang
entah tertulis, terucap, atau terbersit dalam hati adalah do’a-do’a panjang
kalian kepadaku. Satu hal yang kupahami dari harapan orang tuaku adalah bahwa
mereka menginginkan kesuksesan kepadaku, sehingga dengannya aku bisa lebih
banyak berbuat. Entah harapan-harapan itu tersampaikan kepadaku atau tidak,
namun yang kutahu, selama mereka meridhoiku, itu berarti aku berada pada jalan
harapan mereka. Aku sangat menyesal ketika di awal kuliah dulu memberontak
dengan kasar untuk meninggalkan pilihanku. Hingga kemudian Allah tunjukkan
tanda-tanda yang menuntunku kembali pada jalan yang semula kutempuh. Aku
bersyukur bahwa Allah masih mau mendengar kebingungan hambaNya dan mau
memberinya petunjuk untuk melangkah kembali. Namun sayang, keburukan apa yang
merasukiku hingga kelalaian memakan jiwaku. Karena itu, selagi masih ada waktu,
aku kembali mengobarkan cita-cita yang sempat terkubur. Hingga suatu saat nanti,
aku bisa dengan bangga berkata bahwa keberhasilan yang kucapai, adalah berkat
dorongan, semangat, harapan, dan cita-cita semua orang yang selalu memberikan
senyumnya kepadaku, terlebih orang tuaku. Jika saat ini aku masih menjadi anak
bandel, maka tunggulah lima hingga sepuluh tahun lagi, kalian akan bangga
dengan usaha-usaha yang selama ini kalian lakukan. Biarlah ini menjadi catatan
permulaan kembali bangkitnya diriku yang tertidur. Dan lalu aku akan mewujudkan
mimpi-mimpiku yang terpenggal kesadaran di penghujung tidurku. Bismillah,
Allah menyertai langkah kita…
Bermimpilah, karena mimpi itu tak dipungut
biaya.
Berjuanglah, karena kita akan menjadi pemimpin,
bukan sekedar pemimpi.
Berkorbanlah, karena tak ada keberhasilan dalam
berjuang tanpa pengorbanan.
Dan beranilah, karena semua akan sia-sia tanpa
keberanian.
-Al Faatih-
Di sudut kamar di rumah di Makamhaji, 21 Februari 2015, 10:32
0 komentar :
Formulir Kontak
Labels
berbagi
(189)
curhat
(93)
inspirasi
(91)
nasehat
(89)
Agama
(70)
Cerita
(70)
Opini
(58)
Renungan
(43)
Tulisan Serius
(32)
Introspeksi
(31)
iseng
(27)
Kampus
(26)
Motivasi
(25)
Pengetahuan unik
(18)
Pengetahuan umum
(16)
Sejarah
(14)
cerpen
(13)
Pengetahuan Teknologi
(12)
puisi
(12)
Tidak jelas
(11)
Lirik
(8)
Konspirasi
(7)
Peradaban
(7)
Teknik
(6)
humor
(6)
Tips
(5)
Batas Negeri
(4)
FSLDK
(4)
Lomba
(4)
Temajuk
(4)
Arsitektur
(3)
Poster
(3)
resep makanan
(3)
Berita
(2)
Sipil
(2)
palestina
(2)
ASUSROGID
(1)
Game
(1)
IPA
(1)
KAMMI
(1)
ROG
(1)
WEAREROG
(1)
freeletics
(1)
Popular Posts
-
Ini tugas btw... Tugas kuliahku, wkwk... Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, term...
-
Di dalam agama Kristen, tanggal 25 Desember merupakan hari raya mereka yang disebut hari Natal atau kelahiran Yesus. Namun, be...
-
Pernah terpikir, atau mungkin sekedar terbersit, mengapa hati mesti melabuhkan pilihan pada brand bernama Asus ini? Dulu sewaktu SMA,...
-
Entah kenapa judulnya begitu, hahaha... Tapi keliatan keren aja pake judul gitu. Ini adalah kisah pendakian sebenarnya. Beberapa hari lalu...
-
Hati-hati dengan ilmu sihir sigil, karena ia merupakan simbol-simbol untuk menyampaikan pesannya, hal ini seperti yang dilakukan free...
-
Beberapa waktu lalu, ketika kami sedang berkumpul dan berdiskusi (kalau itu disebut diskusi), guru kami membacakan kembali sebuah hadits yan...
-
Original After modding Kita semua bisa merubah tampilan menu standard itu dengan tangan kita sendiri, artinya.. gak perl...
-
Dalam menghadapi masalah, tak jarang, dan sering mungkin, kita membalutnya dengan keluh-kesah tak berkesudahan. Kita sering mendramatisir...
-
#Bagian 11 Aku, bahkan sempat terbayang tentang kematian dalam game seperti anime SAO. Tapi itu anime, kartun, cerita buatan. Sangat berbe...
-
Ada hal lucu saat saya sekali me reply cuitan salah satu kanal media alternatif di Twitter, Tirto . Saat itu Tirto membuat cuitan dari art...
Posting Komentar