Syarat-Syarat Meraih Kemenangan

Pernahkah kita berpikir sejenak, mengapa kita umat Muslim mengalami berbagai kekalahan di berbagai bidang dan lini? Bahkan Rasulullah sampai menggambarkan umat Muslim ibarat buih di lautan, banyak namun segera tercerai berai saat menghantam ombak dan hilang saat mencapai daratan. Atau ibarat makanan di meja makan yang diperebutkan oleh orang-orang yang lapar. Kata Rasul, hal itu karena adanya al wahn yang hinggap di hati-hati kaum Muslim. Cinta dunia dan takut mati merupakan satu akar penyebabnya. Hal ini mirip dengan kondisi umat Muslim sebelum perang salib. Berbagai perpecahan yang terjadi di dalam tubuh kekhalifahan menyebabkan kekhalifahan melemah karena pada akhirnya kekhalifahan terbagi menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Hal inilah yang menyebabkan kaum Muslim menjadi sasaran empuk kaum Kristen saat itu. Belum lagi adanya pengkhianat yang memihak Kristen, dan kondisi umat Kristen Eropa yang saat itu sedang bangkit dari zaman kegelapannya (Renaissance). Maka puncaknya adalah direbutnya Jerusalem dari genggaman kaum Muslim. Itu terjadi saat Perang Salib I. Maka adalah Imam al Ghazali yang kemudian merumuskan satu solusi utama sebagai prasyarat untuk meraih kemenangan dalam seruan jihad. Solusi itu adalah jihad an nafs, jihad melawan diri sendiri. Maka al Ghazali melakukan apa yang disebut “reformasi moral” untuk mengakhiri “degradasi spiritual” umat Muslim. Barulah setelah itu dapat dilakukan penggalangan kekuatan umat Muslim untuk bersatu di bawah satu panji melawan pasukan Salib.

Dalam buku Shalah Ad Din Al Ayyubi; Bathal Hiththin wa Muharrir Al Quds Min Ash Shalibiyyin karya Dr. Abdullah Nashih ‘Ulwan yang diterjemahkan ke dalam buku Sultan Shalahuddin Al Ayyubi Penakluk Jerusalem, disebutkan ada lima rahasia dan sebab-sebab kemenangan atas pasukan salib. Lima poin ini sebetulnya dapat pula kita tarik ke masa sekarang mengingat posisi kaum Muslim saat ini banyak yang mengalami penindasan dan penyiksaan di berbagai negeri. Kelima poin ini dapat diterapkan untuk sedikit demi sedikit mengangkat kekalahan kaum Muslim menuju kemenangan yang hakiki. Rahasia pertama adalah bertaqwa kepada Allah dan menghindari kemaksiatan. Ini selaras dengan resolusi moral yang dilakukan al Ghazali dengan jihadun nafs-nya. Maka tatkala nafsu diri sendiri telah mampu ditundukkan, akan lebih mudah menundukkan lawan yang terlihat karena lawan terberat seorang Muslim adalah diri sendiri (hawa nafsu). Saat hawa nafsu telah terkendali, kesempatan untuk menghindari kemaksiatan lebih besar sehingga akan membawa kepada ketaqwaan. Umar bin Khaththab saat memerintahkan Sa’ad bin Abi Waqqash untuk menakhlukkan Persia, beliau menulis surat demikian.

“Amma ba’du. Saya perintahkan kamu dan orang-orang yang bersamamu agar bertaqwa kepada Allah dalam segala kondisi. Sebab, bertaqwa kepada Allah adalah persiapan paling baik untuk menghadapi musuh dan muslihat paling kuat dalam peperangan. Saya perintahkan kamu dan orang-orang yang bersamamu untuk menghindari kemaksiata. Sebab, kemaksiatan pasukan adalah lebih menakutkan daripada musuh mereka. Sesungguhnya kaum Muslim meraih kemenangan karena kemaksiatan musuh mereka kepada Allah. kalau bukan karena itu, kaum Muslim tidak mempunyai kekuatan untuk mengalahkan mereka. Jumlah kita tidak sebanding dengan jumlah mereka. Persiapan kita juga tidak sebanding dengan persiapan mereka. Apabila kita sama-sama melakukan kemaksiatan, mereka akan mengalahkan kita dengan kekuatan mereka. Jika demikian, kita kalahkan mereka dengan perbuatan baik kita; bukan dengan kekuatan kita.”

Rahasia kedua, adalah persiapan penuh dan perhatian ekstensif terhadap masalah pembebasan Jerusalem. Ini merupakan rahasia kedua kemenangan pasukan Muslim melawan pasukan salib. Yaitu memberikan perhatian kepada daerah yang ingin direbut. Bahkan dikatakan, dalam hari-harinya sebelum pembebasan Jerusalem, Shalahuddin al Ayyubi tidak bisa merasakan ketenangan dan ketentraman. Digambarkan dia seperti seorang ibu yang kehilangan anaknya. Dia menunggangi kudanya dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendorong orang-orang berjihad. Bagi Shalahuddin, pendudukan Jerusalem adalah perkara penting yang tidak mampu dipikul oleh gunung. Bahkan pada waktu itu, dia tidak mau makan sama sekali kecuali sedikit, dan hanya meminum obat yang disarankan tabib. Demikianlah begitu besarnya saat itu perhatian Shalahuddin terhadap Jerusalem hingga banyak menyita waktu, tenaga dan pikirannya. Maka pantaslah jika kita mencontoh sikap beliau dalam menanggapi urusan kaum Muslim saat ini. Berbagai negeri Muslim yang saat ini berkonflik, maupun kelompok Muslim minoritas yang tertindas, merupakan dua hal yang seharusnya menjadi perhatian kita dalam hari-hari ini. Setidaknya, selalu sertakan mereka dalam doa-doa kita sehingga hati kita akan selalu merasa dekat dengan mereka. Juga, lakukan hal-hal yang bisa kita lakukan untuk membantu mereka. Segala perhatian dan persiapan penuh terhadap kaum Muslim inilah yang mampu menggerakkan umat menuju kemenangan.

Rahasia ketiga, adalah kesatuan politik negeri-negeri Islam. Ini pula yang saat ini luput dan belum bisa dilakukan, meski sekarang telah ada rintisan persatuan negeri-negeri Islam. Namun yang pasti, persatuan dari kaum Muslim adalah hal mutlak yang harus ada untuk meraih kemenangan. Sebab, tidak akan ada kemenangan dalam perpecahan. Ketika negeri-negeri Muslim bersatu dan dipimpin seorang pemimpin mukmin, komandan pemberani, pahlawan berpengalaman, ulama yang cerdas, dan sebagainya, maka hal itu dapat menaikkan semangat dan moral dalam memperjuangkan kemuliaan kaum Muslim hingga kemenangan dapat diraih. Inilah yang mampu dilakukan Shalahuddin. Dia berhasil mengalahkan pasukan salib, mengusir para penyerbu yang bengis, dan membebaskan Masjidil Aqsha–tanah suci ketiga, kiblat pertama, tanah kelahiran Nabi Isa AS, dan tempat isra’ Nabi Muhammad SAW setelah berhasil menyatukan negeri-negeri kaum Muslim yang sebelumnya terbagi-bagi.

Rahasia keempat, tujuan berperang adalah meninggikan kalimat Allah. Jadi, bukan karena semangat kesukuan, fanatisme golongan, kepentingan politik tertentu, mendapatkan rampasan perang, reputasi, gelar dan jabatan, atau riya’. Allah dalam surat An Nisa’ : 76 berfirman, “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, sedangkan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut.”. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW ditanya mengenai orang yang berperang karena berani, fanatisme golongan, dan riya’. Siapakah diantara mereka yang berada di jalan Allah? Beliau menjawab, “Barangsiapa berperang untuk meninggikan kalimat Allah, maka dia berada di jalan Allah.”. Maka jelas, kemurnian niat untuk menegakkan agama Allah adalah satu prasyarat untuk memenangkan peperangan. Hanya akan ada dua pilihan jika kita berperang atas nama Allah; mati syahid di jalanNya atau meraih kemuliaan karena kemenangan. Karena sesungguhnya Allah takkan membiarkan hamba-hambaNya yang ikhlas berjuang di jalanNya tanpa pertolonganNya.

Rahasia terakhir yaitu pembebasan adalah masalah Islam dan kaum Muslim. Bukan semata kaum Muslim yang sedang ditimpa saja, namun kaum Muslim secara umum, keseluruhan. Bukankah kata Nabi, Muslim itu ibarat satu tubuh, yang jika satu bagiannya sakit, bagian lain juga merasakan sakit? maka demikianlah seharusnya, ketika satu wilayah Muslim ditimpa cobaan, maka Muslim di wilayah lain juga turut merasakannya dan berusaha meringankan bahkan menghilangkan cobaan itu sebagai bukti ukhuwwah islamiyyah. Sebuah syair indah dari seorang penyair pernah dilantunkan.

Yang kutahu hanyalah Islam sebagai tanah airku
Syria atau lembah sungai Nil, keduanya sama bagiku
Setiap negeri yang disebutkan nama Allah
Semua wilayahnya aku anggap sebagai tanah airku

Mengapa tidak? Karena toh ikatan yang mengikat kaum Muslim adalah ikatan terkuat yang ada, yaitu ikatan karena aqidah. Sedang aqidah tak berbatas geografis, suku, golongan, kelompok, wilayah, aturan hukum, bahasa, dan sebagainya.

Aku tidak peduli asalkan terbunuh sebagai seorang Muslim
Di negeri manapun, aku akan terbunuh di jalan Allah (syahid)

Demikinlah lima hal yang menjadi syarat dan rahasia memperoleh kemenangan kaum Muslim semasa Shalahuddin hendak membebaskan Jerusalem. kelima syarat tersebut sejatinya dapat kita internalisasikan ke dalam kehidupan sekarang agar kaum Muslim dapat kembali meraih kemenangan seperti masa-masa dulu. Dan tentu saja, semua itu diawali dengan pembersihan hati lewat jihadun nafs seperti yang dilakukan Imam al Ghazali, sehingga dari upaya tersebut lahirlah pahlawan-pahlawan Islam sekaliber Shalahuddin Yusuf al Ayyubi yang memiliki syakhsiyah islamiyah yang sangat mulia.


Referensi: Sultan Shalahuddin al Ayyubi Penakluk Jerusalem karya Dr. Abdullah Nashih ‘Ulwan terbitan Pustaka Arafah Solo

0 komentar :

Posting Komentar

Cancel Reply