Bukan Mahasiswa Biasa

Sebentar lagi, satu semester lagi dalam kalender perkuliahan, maka kami akan menerima keluarga baru kembali. Para dedek-dedek lucu lulusan SMA dari berbagai penjuru kota dan kabupaten akan berhamburan mencari universitas pilihan untuk melanjutkan kembali belajar dan merangkai cerita masa depan. Mereka akan menentukan hendak dibawa kemana diri mereka setelah kelulusan. Maka dari sejak sekarang, sebisa mungkin persiapkanlah tujuan dan rancanglah langkah ke depan.

Aku teringat sekitar tiga hingga empat tahun lalu saat masih berseragam biru taplak meja-putih, seragam khas sekolahku yang paling aman sedunia karena berada di dekat Kopassus yang peringkat 3 dunia, haha… Saat itu, aku dan teman-teman, ketika kelas 11, tak terlalu memikirkan pilihan kuliah. Paling jauh kami cuma berpikir “Ah besok aku mau ke UGM…”, “Aku mau ke UNDIP.”, “Aku ikut kamu ajah…”. Semacam itu. Pragmatis mungkin. Kehidupan SMA kami sering kami pakai untuk –selain belajar dan tahfidz, cieee tahfidz…– adalah untuk main game, makan-makan, touring, ngakak-ngakak, tidur di kelas, dan berbagai “aktivitas anak SMA pada umumnya”. Mungkin cuma sedikit yang serius memikirkan masa depan studinya. Aku tidak termasuk. Aku lebih suka melakukan kegiatan anak SMA pada umumnya. Bahkan kelas 11 adalah masa dimana akademikku paling anjlok. Kelas 10 saja aku peringkat 3 seangkatan loh… Tapi kelas 11 itu pula aku malah disuruh mewakili setiap ada lomba atau olimpiade Biologi. Walaupun nggak pernah menang sih…

Barulah ketika kelas 12, kami mulai menggagas dunia perkuliahan, apalagi menjelang detik-detik Ujian Nasional dan setelahnya. Ibaratnya mau makan ingat kuliah, mau mandi ingat kuliah, mau tidur ingat kuliah. Ya nggak gitu juga kali…

Saat itulah kami mulai mencari-cari info soal kuliah, jurusan-jurusan, dan sebagainya. Pokoknya semua yang berhubungan dengan kuliah harus kami kepoin. Sampai-sampai yang biasanya kepo de’e jadi ikutan kepo kuliah. Nah, disinilah pentingnya. Saat kamu kepo itu, ingatlah dirimu. Siapakah dirimu, apa yang kamu bisa, dan mau kemana kamu. Jadi jangan sampai kejadian-kejadian kakak kelas dulu-dulu terulang lagi : salah jurusan.

Yang ingin kukatakan adalah, bukan soal bagaimana menjadi mahasiswa hebat di kampus, yang aktif organisasi macem-macem, prestasi akademik cemerlang, kegiatan sosial oke, muka cakep, pakaian rapi, disukai banyak orang. Bukan. Itu terserah kalian bagaimana caranya nanti. Yang ingin kukatakan adalah soal di awal. Tentang pilihan yang menentukan banyak hal setelahnya. Memilih jurusan.

Ini bukanlah tips, tapi mirip doank. Dalam memilih jurusan, ada dua macam, eh tiga kalau dipaksain lagi. Ada tiga macam model calon mahasiswa dalam memilih jurusan kuliah. Yang pertama dan yang paling nggak mutu adalah mahasiswa yang memilih jurusan pake cara ngitung kancing baju. Artinya, dia mau masuk jurusan mana aja terserah, bodo amatlah. Yang penting dia dapet status mahasiswa, keren. Bagaimana kedepannya, bisa keliatan sendiri kan. Udah. Itu nggak usah dibahas.

Dua model selanjutnya adalah, pertama, mahasiswa cerdas. Dialah orang yang mengetahui pasti kemampuan dirinya, kemudian bisa mengarahkan kemampuan, skill, level, dexterity, durability (loh kok kayak stat di game RPG?) untuk memilih jurusan yang sesuai dengan dirinya. Sebagai contoh, dulu di angkatanku ada seorang anak pake kacamata. Dia ambil jurusan IPS. Dia juga suka bikin gambar, coret-coret di buku. Kemudian ketika akan ikut ujian masuk kuliah (SNMPTN), dia memilih jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) di sebuah universitas nomor satu di kotanya. Akhirnya dia masuk kesitu dan, setelah aku kepo instagramnya, luar biasa, skillnya meningkat. Ada juga temanku satunya, anak IPA dulunya. Dia suka dengan dunia bahasa inggris. Akhirnya dia ambil bahasa inggris di perkuliahan. Sama kayak kakaknya. Dan, disana terlihat juga bahwa dia cocok dengan jurusannya dan dia bisa meningkatkan kemampuannya disana. bahkan dia masih punya waktu untuk melakukan hal lain, misalnya selfie diatas hammock, atau main bowling murah.

Model kedua adalah, mahasiswa tangguh. Ini adalah orang-orang yang suka tantangan. Dia nggak akan puas hanya dengan masuk jurusan yang bagi mereka bisa dijalani sampai lulus dengan nutup mata (hyuuh sombong amat…). Maksudnya, mereka tidak akan mau masuk jurusan yang level tantangannya standar. Makanya mereka akan masuk ke jurusan-jurusan yang ruwet njlimet dan butuh tenaga ekstra untuk menjalaninya, misalnya teknik, MIPA, atau jurusan-jurusan eksak lainnya, biasanya. Walaupun tidak menutup kemungkinan jurusan sosial atau bahasa pun bisa dipilih. Mereka adalah orang-orang yang suka mengeksplor kemampuan dirinya untuk mendapatkan sesuatu yang lebih. Kalau dalam game, mereka adalah pemain level 1 yang bertarung di dungeon level 3 untuk mendapatkan EXP lebih cepat dan banyak. Karena itu, jika mereka tekun dan tahan, mereka akan bisa berakselerasi secepat model kedua (mahasiswa cerdas). Sayangnya, banyak juga yang mencoba menjadi mahasiswa tangguh tapi pada akhirnya tumbang. Ini biasanya dikarenakana kurangnya motivasi diri atau lemahnya pertahanan. Dia tidak cukup siap menghadapi kenyataan kerasnya jurusannya, sehingga dia tersingkir jika tak bisa bertahan. Untuk itu, seperti yang dikatakan tadi, butuh tenaga lebih ekstra untuk berjuang di dunia mahasiswa model tangguh ini. Maka sebelum memilih, kenalilah dirimu secara mendalam, bagaimana kamu akan menghadapi sebuah permasalahan untuk mencari solusinya. Hal itu bisa membantu untuk melakukan penilaian diri sehingga bisa meletakkan dirinya di posisi yang tepat.

Apapun pilihannya, itulah keputusan terbaik yang bisa kamu pilih, dek. Bagaimanapun nanti kedepannya, jangan takut, jangan pernah mundur menyerah. Segagal apapun hasilnya, itu baru satu episode dari berbagai episode dunia perkuliahan. Kalau yang kamu harapkan hanya berhasil dan berhasil, maka berarti kamu takut kalah. Sedangkan kalau yang kamu cari adalah nilai dan pembelajaran, maka tak ada yang sia-sia bahkan dari kegagalan sekalipun.

Aku? Aku hanya seorang mahasiswa yang mencoba tetap bertahan di jurusanku yang keras...

Semangat mencari ilmu!

Mahmud Nur K
Alumni SMAIT Nur Hidayah angkatan 2

0 komentar :

Posting Komentar

Cancel Reply