Limbo - Prologue (2)

LANJUTAN...
Kembali seisi kelas gaduh dibuatnya. Aku tak pernah mengira bahwa popularitas kakakku seramai ini. Yaampun pasti bakal merepotkan kedepannya.
“Baiklah Reikon… Silakan duduk di samping Sakura.” Wali kelasku menunjuk sebuah bangku kosong di samping gadis yang sedari tadi membuat ribut kelas.
Tiba-tiba saja aku merasa aneh dan memasang muka terkejut. Aku harus duduk di samping gadis yang cerewet dan suka bikin heboh? Begitu pikirku. Tapi apa boleh buat, tak ada lagi tempat kosong selain disitu. Maka aku segera berjalan menuju tempat dudukku dan meletakkan tasku. Hari itu, adalah hari pertamaku sekolah dengan sambutan yang merepotkan. Bahkan ketika istirahat, tiba-tiba saja banyak orang yang mendekatiku untuk sekedar menyapa, mengobrol, dan tentu saja menanyakan tentang kakakku. Ya, memang dia adalah satu dari sepuluh siswa populer di sekolah ini. Dan tentunya, hal itu membuat banyak adik kelas yang jadi fansnya. Bagiku sendiri, kakakku adalah yang terbaik. Dia, selain cantik dan baik hati, juga ramah dan pengertian, walaupun terkadang dia manja dan membuatku kerepotan ketika seperti itu. Tapi dibalik itu semua, aku sangat bersyukur memiliki kakak seperti kak Yuki.
Saat istirahat, aku merasa orang-orang di sekitarku memandangiku. Sesekali aku mendengar ada yang berbisik mengenai diriku dan kak Yuki. Astaga, kabar itu cepat sekali menyebar. Dan, tanpa kusadari, rupanya ada seseorang yang mengikutiku. Kemudian aku berhenti dan menoleh ke belakang. Kulihat Sakura sedang berdiri dan memandangiku dengan tampang seram.
“Apa?” Tanyanya dengan nada galak.
“Harusnya aku yang tanya begitu…” Aku balas dengan nada kesal.
Lalu tiba-tiba Sakura menarikku dan berbicara pelan kepadaku.
“Tentu saja aku akan mengikutimu terus. Kamu ini kan adiknya kak Yuki. Selama ini, info terpercaya mengenai dia berasal dariku semua. Kalau sampai orang-orang bertanya kepadamu, maka habislah popularitasku di kalangan mereka!” Jelas Sakura kepadaku.
“He?” Mukaku tiba-tiba memandangnya dengan pandangan skeptis.
Serasa tak percaya, ternyata ada orang yang memanfaatkan kakakku untuk meraih kepopuleran dirinya sendiri. Aku yang mendengar itu kemudian menimpali dengan sinis.
“Oh… Jadi kamu jadi tetangganya cuma karena mencari popularitas? Kenapa nggak sekalian jadi tetangganya artis yang masuk TV saja?” Balasku.
“Mana mungkin!” Jawabnya singkat dan padat.
“Hih!” Aku jadi gregetan sama gadis yang satu ini.
Kemudian dia mengajakku ke atap sekolah. Padahal aku ingin ke kantin membeli makanan, tapi dia tetap memaksaku untuk pergi ke atap.
“Ehm… Baiklah, aku ulangi perkenalannya. Kenalkan, namaku Sakura. Aku tetangga depan rumahmu.” Katanya sambil mengulurkan tangannya kepadaku, “Mulai sekarang, mohon kerjasamanya…”
“Ehm… Aku Reikon, seperti yang kau tahu…” Jawabku ala kadarnya.
“Baiklah, Reikon, jika terjadi apa-apa, kamu boleh menghubungiku. Aku akan menolongmu nanti.” Katanya dengan senyum di wajahnya.
Aku mengernyitkan dahi. Aku merasa tak yakin dia akan benar-benar menolongku atau hanya sekedar mencari popularitas saja. Namun yang kutahu, Sakura memang termasuk satu dari beberapa siswi yang terkenal di sekolah. Dia juga banyak disukai laki-laki, namun selalu ditolak jika ada yang menembaknya. Dia terkenal sebagai gadis bertembok baja yang sulit ditembus. Meski begitu, banyak laki-laki yang tak menyerah mencoba mendapatkannya karena dia masih berstatus single.
“Ehm… Reikon, apa kamu mau makan siang bersamaku?” Tiba-tiba Sakura menanyakan hal itu dengan nada sedikit halus.
“Ha? Aku mau makan di kant…” Lagi-lagi kata-kataku diputus olehnya.
Kali ini tiba-tiba mulutku ditutupnya dengan tangan kirinya sembari tangan kanannya menarikku dan membisikiku sesuatu.
“Tolonglah… banyak laki-laki yang selalu mengajakku makan siang bersama, tapi aku nggak terlalu suka mereka…” Pintanya dengan nada memelas.
“Ekh…?” Aku terkejut sampai-sampai mukaku terlihat aneh lagi, “Ke-kenapa aku?”
“Nggak kenapa-kenapa kok…” Jawabnya.
Aku mulai berpikir yang tidak-tidak. Astaga, apa artinya dia ada sedikit rasa suka denganku? Otakku mulai mengait-ngaitkan berbagai hal. Namun pada akhirnya aku mengiyakan permintaannya karena dia memberikanku bekal. Aku penasaran, kenapa dia membawa bekal seolah tahu bahwa akan ada seseorang yang bisa diajaknya makan.
TING! Tiba-tiba otakku menemukan sebuah benang merah. Kemudian aku bertanya kepadanya.
“Hey Sakura… Apa kemarin kamu bertemu kakakku?” Tanyaku mencoba menyelidiki.
“Tentu saja, kenapa?” Balasnya.
“Apakah dia membicarakan bahwa aku akan pindah ke sekolah ini?” Tanyaku lagi.
“Mmhmm…” jawabnya singkat.
Pantas saja dia membawa bekal dua, rupanya dia telah merencanakan untuk makan berdua denganku. Kalau dia sudah tahu aku akan pindah, lalu untuk apa dia berteriak kaget saat di kelas tadi pagi? Pasti itu hanya akting untuk menarik perhatian seisi kelas. Cih! Aku berani bertaruh, setelah ini dia akan mulai menanyaiku tentang kak Yuki.
“Hey Reikon… Kamu tinggal berdua saja dengan kak Yuki kan? Biasanya apa yang dimasaknya?” Tanyanya kemudian.
Ternyata benar! Dan dia nggak tanggung-tanggung langsung bertanya soal dapur. Dasar cewek nggak tahu diri!
“Hah? Kenapa tanya begitu?” Aku balik bertanya.
“Nggak kenapa-kenapa. Cuma pengen tahu aja…” Balasnya.
“Hmm… Sayangnya informasi itu nggak gratis…” Aku mulai mengancamnya.
“Memangnya berapa yang harus kubayar? Dengan uang jajanku? Dengan sebatang emas? Dengan tubuhku…?” Tanya Sakura penuh selidik.
“Hoy hoy… jangan berpikir yang macam-macam, aku cuma mau bilang, buatkan aku makan siang setiap harinya kalau mau informasi dariku!” Balasku dengan tawaran yang lumayan mudah. Sebenarnya itu pun hanya bercanda.
“Haaahh?? Kenapa aku harus membuatkanmu bekal makan siang? Kalau kamu mau bekal buatanku, kamu harus menjadi asistenku dan membantuku mencari data!” Sekarang aku merasa aneh karena tawaranku malah dibalikkan dengan tawaran lain olehnya.
Aku benar-benar tak habis pikir dengan gadis ini. Saat pertama aku melihatnya di rumah, dia terlihat begitu anggun dan cantik. Namun setelah aku mencoba berbicara dengannya, dia malah terlihat seperti orang aneh yang suka memaksakan kehendak.
“Kenapa aku harus menjadi asistenmu demi mendapatkan makan siangmu yang seharusnya kamu berikan cuma-cuma untukku karena kamu menginginkan data dariku??” Aku balik bertanya dengan logika yang terbalik.
“Eh? Ehehe…” Dia cuma terkekeh.
Ehehe kepalamu! Aku hampir saja dibuatnya frustasi di hari pertamaku masuk sekolah. Untungnya aku masih sadar dan memiliki kontrol diri, sehingga aku cuma mendengus kesal. Dasar!
Hari telah sore saat aku mulai melangkahkan kakiku keluar gedung sekolah. Mentari tampak lebih redup dan tenang menyinari sore yang damai di musim dingin ini. Awan-awan terlihat berwarna abu-abu tanda musim dingin, seolah matahari tak cukup kuat menguningkan warna awan menjadi keemasan seperti sore-sore di musim semi. Saat itu, salju pun mulai turun perlahan. Butir-butir salju menyentuh tanah yang dingin saat aku berjalan menuju ke arah gerbang sekolah. Disana telah menunggu kakakku yang mengajakku pulang bersama.
“Hai… Gimana sekolah hari ini? Seru kan?” Tanyanya dengan wajah penuh senyum.
“Haha…” Aku tertawa garing, “Seru apanya kak… Aku nggak menyangka akan sekelas dengan tetangga depan rumah kita… Yaampun, dia berisik sekali…”
“Ahahahaha, emang begitulah dia, maklumi saja… Tapi dia cantik kan…??” Kakakku mulai menggodaku sambil menyikut-nyikut pinggangku.
“Ih apaan sih kak…” Aku mulai mendengus lagi.
“Hahahaha…” Kakakku merasa puas jika bisa menggodaku.
Sore itu, adalah awal baru bagiku dan kakakku. Juga awal baru dari berbagai kejadian yang akan terjadi kemudian. Siapa sangka ternyata kepindahanku ke Aomori menjadi awal bagi beragam kejadian mengejutkan selanjutnya. Dan siapa sangka, pertemuanku dengan Sakura juga mengubah berbagai hal dalam hidupku.

0 komentar :

Posting Komentar

Cancel Reply