Tentang Kamu

Terkadang ada rindu yang tak terucap. Ada perasaan yang sulit tersampai. Dan ada kenangan yang tak bisa dihapus waktu. Hanya bisa berdamai dengannya.

Dulu, aku pernah menyukai seseorang. Bahkan masih sampai sekarang. Dulu, aku pernah dekat dengannya. Dekat sekali. Tiap akhir pekan berbicara dengannya melalui pesan. Tapi sekarang sudah tidak. Jarak telah memisahkan bahkan komunikasi kita. Namun terkadang masih saja ada ruang rindu yang tak terisi kecuali oleh dirinya.

Khawatir? Tentu. Tak ada obat rindu yang manjur selain pertemuan. Tapi bukan soal ini. Jika membayangkan masa depan, terkadang pikiranku tak sampai untuk membayangkan akhirku dan dia. Bisa bersama, bisa juga tidak. Tapi jika diberi kesempatan, inginnya kuusahakan untuk bersama.

Maka dalam bayangan itu, selain kekhawatiran, terselip kesyukuran dan kesabaran. Syukur bila sesuai harapan, dan sabar bila takdir berkata lain. Seringnya kita lebih mudah untuk syukur namun sulit untuk bersabar. Itulah yang orang sekarang sebut gagal move on. Ia merupakan kondisi dimana dirinya belum mampu berdamai dengan waktu dan masa lalu.

Aku? Masih berusaha berdamai. Jarak yang memisah ini memang kadang efektif mengubur perasaan. Namun sedalam apapun dikubur, ibarat biji yang disemai dan disiram, ada juga saat dimana dia akan tumbuh dan menembus tanah, menyapa langit dan udara segar. Karena sungguh aku tak pernah melupakan. Lalu aku harus apa? Membiarkan rasa tetap ada adalah ibarat menyemai bibit tanaman. Kerinduan adalah pupuk dan tanahnya. Sehingga, satu-satunya yang bisa diharap dan dinanti adalah turunnya air hujan rahmatNya, yang membasahi bibit tanaman ini, serta cahaya mentariNya, sehingga dia tumbuh mengikuti ritme alamNya. Aku masih berusaha memendam lagi. Terasa jahat kan? Mengubur tanaman yang sedang tumbuh. Membunuh perlahan.

Suatu ketika aku pernah berpikir, bahwa tidak harus dia yang biasa terselip dalam doa, toh masih ada yang lain. Tapi sekeras apapun aku berpaling, tetap saja mataku mengarah kepadanya pada akhirnya.

Jadi, lihat saja akhirnya nanti. Aku bisa melamarmu atau tidak. Tidak, untuk sekarang. Tapi nanti. Nanti, karena ada hal-hal lain yang harus kukerjakan untuk saat ini. Ada hal-hal yang telah kumulai dan harus kuselesaikan dulu. Maka, aku minta kepadamu, untuk bisa mendoakanku agar dikuatkan sehingga selesai urusan-urusanku. Doa, agar aku tak memusuhi takdir sehingga menghujat Tuhan. Karena, sejatinya genggaman hati itu lemah. Amat lemah. Keimananlah yang menguatkan.

Ihdinashshiratal mustaqim. Suatu saat, ketika kita bertemu, kuharap sama-sama dalam keadaan bahagia. Apapun takdirnya.

0 komentar :

Posting Komentar

Cancel Reply